RSS

Profesionalisasi Jabatan Manajer Keuangan

Latar Belakang

Dunia bisnis dalam era global ini dihadapkan pada proses perubahan yang begitu cepat dan rumit. Untuk itu kebutuhan akan perubahan yang dinamis dalam berbagai hal seperti visi, misi, tujuan dan sistem berpikir menjadi hal  pokok yang harus dimiliki perusahaan. Dalam konteks organisasi belajar, setiap individu organisasi bisnis harus memiliki komitmen dan kapasitas untuk belajar pada setiap tingkat apapun dalam perusahaannya. Dengan kata lain setiap pekerjaan harus mengandung unsur pembelajaran yang semakin aktif.

Manajer bersama karyawan seharusnya terdorong untuk selalu melakukan kajian dengan menghasilkan gagasan-gagasan baru dan mengkontribusikannya pada perusahaan. Sikap manajer yang mungkin selama ini begitu toleran terhadap setiap kesalahan karyawan manajer patut diubah. Manajer harus mengambil posisi untuk mencegah terjadinya resiko besar dari suatu kesalahan kerja. Memang suatu ke berhasilan biasanya didasarkan pada kegagalan yang pernah dialaminya. Namun manajer harus mengevaluasi setiap kegagalan dan melakukan evaluasi diri.

Fungsi manajer adalah lebih sebagai peneliti dan sekaligus perancang ketimbang hanya sebagai penyelia. Dalam hal ini manajer harus mendorong para karyawan untuk menciptakan gagasan baru, sekecil apapun, dan mengkomunikasikan gagasan-gagasan tersebut ke karyawan lain. Selain itu hendaknya manajer mendorong karyawan untuk mengerti keseluruhan pekerjaan dan permasalahannya, membangun visi kolektif dan bekerja bersama mencapai tujuan perusahaan.

Dasar Hukum

Dasar hukum yang melandasi jabatan manajer keuangan yaitu:

  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
  2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
  3. UU No.8 Tahun 1995 yang diperbaharui dengan keputusan ketua Bapepam No. Ke. 36/PM/2003 tentang pasar modal.
  4. Peraturan BAPEPAM no XK2 mengenai kewajiban perusahaan publik untuk menyampaikan laporan keuangan.

 

Konsep Dasar Profesionalisasi Manajer Keuangan

Manajemen keuangan merupakan menajemen terhadap fungsi-fungsi keuangan. Fungsi-fungsi keuangan tersebut meliputi begaimana memperoleh dana (raising of fund) dan bagaimana menggunakan dana tersebut (allocation of fund). Manajer keuangan berkepentingan dengan penentuan jumlah aktiva yang layak dari investasi pada berbagai aktiva dan memilih sumber-sumber dana untuk membelanjai aktiva tersebut. Untuk memperoleh dana, manajer keuangan bisa memperolehnya dari dalam maupun luar perusahaan. Sumber dari luar perusahaan berasal dari pasar modal, bisa berbentuk hutang atau modal sendiri.

Manajemen keuangan sebagai aktivitas pemilik dan manajemen perusahaan untuk memperoleh sumber modal yang semurah-murahnya dan menggunakannya se-efektif, se-efisien, seproduktif mungkin untuk menghasilkan laba. Aktivitas itu meliputi:

  1. Aktivitas Pembiayaan (Financing Activity)

Aktivitas pembiayaan ialah kegiatan pemilik dan manajemen perusahaan untuk mencari sumber modal (sumber eksternal dan internal) untuk membiayai kegiatan bisnis.

a)  Sumber eksternal

  • Modal Pemilik atau modal sendiri (Owner Capital atau Owner Equity). Atau modal saham (Capital Stock) yang terdiri dari : Saham Istimewa (Preferred Stock) dan Saham Biasa (Common Stock).
  • Utang (Debt), Utang Jangka Pendek (Short-term Debt) dan Utang Jangka Panjang (Long-term Debt).
  • Lain-lain, misalnya hibah.

b)  Sumber Internal:

  • Laba Ditahan (Retained Earning).
  • Penyusutan, amortisasi, dan Deplesi (Depreciation, Amortization, dan Deplention).
  • Lain-lain, misalnya penjualan harta tetap yang tidak produktif.
  1. Aktiva Investasi (Investment activity)

Aktivitas investasi adalah kegiatan penggunaan dana berdasarkan pemikiran hasil yang sebesar-besarnya dan resiko yang sekecil-kecilnya. Aktivitas itu meliputi:

a)  Modal Kerja (working Capital) atau harta lancar (Current Assets).

b) Harta Keuangan (Finaceal assets) yang terdiri: investasi pada saham (stock) dan Obligasi (Bond).

c)  Harta Tetap (real Assets) yang terdiri dari: tanah, gedung, peralatan.

d)  Harta Tidak Berwujud (intangible assets) terdiri dari: Hak Paten, Hak Pengelolaan Hutan, Hak Pengelolaan Tambang, Goodwill.

  1. Aktivitas Bisnis (Business Activity)

Aktivitas bisnis adalah kegiatan untuk mencari laba melalui efektivitas penjualan barang atau jasa efisiensi biaya yang akan mengahsilkan laba. Aktivitas itu dapat dilihat dari laporan Laba-Rugi, yang terdiri dari unsur:

a)      Pendapatan (sales atau Revenue)

b)      Beban (Expenses)

c)      Laba-Rugi (Profit-Loss)

  1. Aktivitas Penganggaran Modal (Capital Budgeting Activity)

Penganggaran modal digunakan untuk melukiskan tindakan perencanaan dan pembelanjaan pengeluaran modal, seperti untuk pembelian equipment baru untuk memperkenalkan produk baru, dan untuk memodernisasi fasilitas pabrik.

Penganggaran modal melibatkan suatu pengikat (penanaman) dana di masa sekarang dengan harapan memperoleh keuntungan yang dikehendaki di masa mendatang. Investasi membutuhkan dana yang relatif besar dan keterikatan dana tersebut dalam jangka waktu yang relatif panjang, serta mengandung resiko. Metode-metode yang biasa digunakan adalah sebagai berikut:

a)      Metode Average Rate of Return

         Metode ini mengukur berapa tingkat keuntungan rata-rata yang diperoleh dari suatu investasi. Angka yang dipergunakan adalah laba setelah pajak dibandingkan dengan total average invesment. Hasil yang diperoleh dinyatakan dalam persentase. Angka ini kemudian diperbandingkan tingkat keuntungan yang disyaratkan, maka proyek dikatakan menguntungkan, apabila lebih kecil daripada tingkat keuntungan yang disyaratkan proyek ditolak.

b)      Metode Payback

         Metode ini mencoba mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali. Karena itu satuan hasilnya bukan persentase, tapi satuan waktu. Kalau priode payback ini lebih pendek daripada yang disyaratkan, maka proyek dikatakan menguntungkan, sedangkan kalau lebih lama proyek ditolak.

c)      Metode Net Present Value

         Metode ini menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih (oprasional maupun terminal cash flow) dimasa yang akan datang. Untuk menghitung nilai sekarang tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap relevan. Apa bila nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang lebih besar daripada nilai sekarang investasi, maka proyek ini dikatakan menguntungkan sehinnga diterima. Sedangkan apabila nilainya kecil (NPV negatif), proyek ditolak karena tidak menguntungkan.

d)     Metode Internal Rate of Return

         Metode ini menghitung tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersi di masa-masa mendatang. Apabila tingkat bunga ini lebih besar daripada tinkat bunga relevan (tingkat keuntungan yang disyaratkan), maka investasi dikatakan menguntungkan, kalau lebih kecil dikatakan merugikan.

e)      Metode Profitability Index

         Metode ini menghitung perbandingan antara nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa datang dengan nilai sekarang investasi. Kalau Profitability Index (PI)-nya lebih besar daripada 1, maka proyek dikatakan menguntungkan, tetapi kalau kurang dikatakan tidak menguntungkan. Sebagaimana metode NPV, maka metode ini perlu menentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang akan dipergunakan.

Pada dasarnya tujuan manajemen keuangan adalah memaksimumkan nilai perusahaan. Akan tetapi dibalik tujuan tersebut masih terdapat konflik antara pemilik perusahaan dengan penyedia dana sebagai kreditur. Jika perusahaan berjalan lancar, maka nilai saham perusahaan akan meningkat, sedangkan nilai hutang perusahaan dalam bentuk obligasi tidak terpengaruh sama sekali. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai dari saham kepemilikan bisa merupakan indeks yang tepat untuk mengukur tingkat efektifitias perusahaan.

Berdasarkan alasan itulah, maka tujuan manajemen keuangan dinyatakan dalam bentuk maksimalisasi nilai saham kepemilikan perusahaan, atau memaksimalisasikan harga saham. Tujuan memaksimumkan harga saham tidak berarti bahwa para manajer harus berupaya mencari kenaikan nilai saham dengan mengorbankan para pemegang obligasi.

Tugas dan Tanggung Jawab Manajer Keuangan

Manajemen keuangan dapat didefinisikan dari tugas dan tanggung jawab manajer keuangan. Tugas pokok manajemen keuangan antara lain meliputi keputusan berinvestasi, pembiayaan kegiatan usaha dan pembagian deviden suatu perusahan, dengan demikian tugas manajer keuangan adalah merencanakan untuk memaksimumkan nilai perusahaan. Kegiatan penting lainnya yang harus dilakukan manajer keuangan menyangkut empat aspek yaitu:

  1. Manajer keuangan harus bekerjasama dengan para manajer lainnya yang bertanggung jawab atas perencanaan umum perusahaan.
  2. Manajer kuangan harus memusatkan perhatian pada berbagai keputusan investasi dan pembiayaan, dan berbagai hal yang berkaitan dengannya.
  3. Manajer keuangan harus bekerjasama dengan para manajer di perusahaan agar perusahaan dapat beroperasi seefisien mungkin.
  4. Manajer keuangan harus mampu menghubungkan perusahaan dengan pasar keuangan, dimana perusahaan dapat memperoleh dana dan surat berharga perusahaan dapat diperdagangkan.

Aspek penting lain dari tujuan perusahaan dan tujuan manajemen keuangan adalah pertimbangan terhadap tanggung jawab sosial yang dapat dilihat dari empat segi yaitu:

  1. Jika manajemen keuangan menuju pada memeksimalisasi harga saham, maka diperlukan manajemen yang baik dan efisien sesuai dengan permintaan konsumen.
  2. Perusahaan yang berhasil selalu menempatkan efisiensi dan inovasi sebagai prioritas, sehingga menghasilkan produk baru, penemuan teknologi baru dan perluasan lapangan pekerjaan.
  3. Faktor-faktor luar seperti pencemaran lingkungan, jaminan keamanan produk dan keselamatan kerja menjadi lebih penting untuk dipertimbangkan. Fluktuasi disemua tingkat kegiatan bisnis dan perubahan-perubahan yang terjadi pada kondisi pasar keuangan merupakan aspek penting dari lingkungan luar.
  4. Kerjasama antara industri dan pemerintah sangat diperlukan untuk menciptakan peraturan yang mengatur tentang perilaku perusahaan, dan sebaliknya perusahaan mematuhi peraturan tersebut. Tujuan perusahaan pada dasarnya adalah memeksimumkan nilai perusahaan dengan pertimbangan teknis.

Tanggung jawab utama dari seorang manajer keuangan dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tanggung Jawab Utama (Key Responsibilities) Indikator Kinerja
Rutin / Harian:

 

  1. Menyelenggarakan pengelolaan administrasi keuangan.
  2. Menyelenggarakan dan mengendalikan seluruh aktivitas penerimaan dan pengeluaran perusahaan.
  3. Menyelenggarakan dan mengendalikan tagihan-tagihan perusahaan.
  4. Menyelenggarakan pembukuan terhadap seluruh kegiatan pendanaan perusahaan.
  5. Menyelenggarakan penandatanganan check pengeluaran bersama Direktur.
  6. Menyelenggarakan pengelolaan manajemen sumber daya manusia perusahaan.
  7. Menyelenggarakan pengelolaan ketata-usahaan.

 

 

 

 

  1. Kelengkapan dokumen dan pencatatan administrasi keuangan.
  2. Kelancaran penerimaan uang.
  3. Tingkat keluhan mitra kerja.
  4. Jumlah/prosentase tagihan yang dibayar.
  5. Kelengkapan pencatatan dan dokumen kegiatan pendanaan.
  6. Tingkat kepuasan karyawan.
  7. Kelengkapan pencatatan surat-menyurat.
  8. Tingkat keluhan karyawan mengenai ketatausahaan.

 

Berkala:

 

  1. Menyelenggarakan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) yang terkait dengan pengelolaan keuangan perusahaan, SDM dan hubungan dengan lingkungan.
  2. Menyelenggarakan dan merencanakan kebijakan akuntansi perusahaan.
  3. Memeriksa Laporan Keuangan Bulanan yang dibuat oleh Supervisor Keuangan.
  4. Memeriksa Laporan Keuangan Tahunan yang dibuat oleh Supervisor Keuangan.
  5. Memeriksa Laporan Tahunan Aktivitas karyawan.
  6. Mengontrol aset tetap yang dipegang oleh Staf Umum.

 

 

 

  1. Ketepatan waktu dalam pengajuan RKAP kepada Dewan Pengawas untuk disetujui dan ditandatangani.
  2. Tingkat keluhan mengenai kebijakan akuntansi.
  3. Tingkat kesalahan Laporan Keuangan Bulanan yang diperiksa.
  4. Ketepatan waktu penyerahan Laporan Keuangan Bulanan.
  5. Kinerja karyawan terkontrol.
  6. Aset tetap terkontrol.

 

 

Insidentil:

 

  1. Mengkoordinir/ melaksanakan kegiatan perusahaan seperti acara buka puasa bersama, mempersiapkan rapat kerja, acara-acara dengan pemerintah seperti pameran, halal bihalal, dan lainnya.
  2. Mewakili Direktur bila berhalangan atau dinas luar.
  3. Mewakili Direktur/perusahaan menghadiri undangan acara-acara yang diselenggarakan diluar kantor.
  4. Melaksanakan tugas-tugas lain yang relevan sesuai instruksi atasan.

 

 

 

  1. Tingkat/jumlah keluhan karyawan.
  2. Tingkat/jumlah keluhan mitra kerja.

 

 

Analisis Keterampilan Manajer Keuangan

Manajer keuangan harus mempunyai bekal keterampilan yang diperlukan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya agar dapat terlaksana dengan baik. Dalam hal ini manajer harus memiliki tiga keterampilan sebagai berikut:

  1. Keterampilan Konsepsional (Conceptual Skills)

          Top manager harus memiliki keterampilan untuk membuat konsep, ide, gagasan, dan saran untuk kemajuan organisasi. Kemudian gagasan tersebut dijabarkan menjadi suatu rencana kegiatan yang konkret. Proses penjabaran ide menjadi rencana rencana kerja disebut sebagai proses perencanaan. Keterampilan konsepsional ini sangat diperlukan bagi manajer pada tingkat-tingkat yang tinggi. Semakin tinggi tingkatan manajerial seseorang, maka semakin diperlukannya keterampilan ini.

  1. Keterampilan Kemanusiaan (Human Skills)

          Keterampilan kemanusiaan atau yang lebih terkenal dengan keterampilan berkomunikasi antar manusia (interpersonal skills) adalah keterampilan yang seringkali diabaikan oleh para manajer, terutama bagi para manajer yang baru naik jenjangnya dalam organisasi. Keterampilan kemanusiaan ini sangat diperlukan untuk menjaga hubungan baik dengan atasan langsung maupun dengan bawahan. Dengan komunikasi yang persuasif akan membuat bawahan merasa dihargai dan mereka akan bekerja lebih baik dan bersikap lebih terbuka kepada atasannya. Keterampilan berkomunikasi ini diperlukan baik pada tingkatan manajemen atas, menengah, maupun bawah.

  1. Keterampilan Teknis (Technical Skills)

          Keterampilan ini merupakan bekal bagi para manajer pada tingkat yang lebih rendah. Keterampilan teknis ini merupakan kemampuan untuk menjalankan suatu pekerjaan tertentu misalnya memperbaiki mesin, membuat kursi, membuat jadwal kerja dan keterampilan teknis lainnya.

 

Prospek Pengembangan Karir

Keberhasilan seseorang dalam suatu pekerjaan bukanlah sesuatu yang diperoleh secara tiba-tiba atau secara kebetulan, namun merupakan suatu proses panjang dari tahapan perkembangan karier yang dilalui sepanjang hayatnya, mulai dari usaha memperoleh kesadaran karier, eksplorasi karier, persiapan karier hingga sampai pada penempatan kariernya.

Tylor & Walsh (1979) menyebutkan bahwa kematangan karier individu diperoleh manakala ada kesesuaian antara perilaku karier dengan perilaku yang diharapkan pada umur tertentu. Adapun yang dimaksud dengan perilaku karier yaitu segenap perilaku yang ditampilkan individu dalam usaha menyiapkan masa depan untuk memperoleh kematangan kariernya.

Seorang manajer yang efektif adalah seorang manajer yang mampu membuat suatu pekerjaan terselesaikan dan menjaga tingkat kepuasan yang tinggi di tempat kerja. Yang dimaksud dengan Efisiensi adalah menyelesaikan pekerjaan dengan usaha, biaya, atau pemborosan yang minimum. Jadi efisiensi adalah kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan benar. Sedangkan Efektivitas adalah penyelesaian tugas-tugas yang membantu pencapaian sasaran organisasi atau dapat juga dikatakan efektivitas adalah kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau melakukan pekerjaan yang benar. Akan tetapi efisiensi saja tidaklah cukup untuk memastikan keberhasilan suatu perusahaan. Oleh karena itu, selain peduli dengan efisiensi, para manajer juga harus berusaha untuk mencapai hasil yang efektif.

Salah satu strategi yang harus diimplementasikan oleh pihak perusahaan adalah membuat perencanaan dan pengembangan karir bagi manajer selama mereka bekerja di perusahaan. Untuk sebagian besar manajer, kepastian karir merupakan hal yang sangat penting karena mereka akan tahu posisi tertinggi yang akan mereka capai. Dengan demikian mereka akan termotivasi untuk menunjukkan kinerja terbaiknya dan berusaha terus meningkatkan kemampuannya serta loyal terhadap perusahaan.

 

Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah instrument perencanaaan strategis yang klasik. Dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan dan kelemahan dan kesempatan ekternal dan ancaman, instrument ini memberikan cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik untuk melaksanakan sebuah strategi. Instrumen ini menolong para perencana apa yang bisa dicapai, dan hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan oleh mereka.Manajer adalah orang yang melaksanakan fungsi kerja sama dengan orang-orang, sementara pemimpin menghubungkan antara yang memimpin dengan bawahan sehingga membuat organisasi berkembang dan bersinergi (Michael, Macooby. 2009).

Analisis SWOT merupakan salah satu metode untuk menggambarkan kondisi dan mengevaluasi suatu masalah, proyek atau konsep bisnis yang berdasarkan faktor internal (dalam) dan faktor eksternal (luar) yaitu Strengths, Weakness, Opportunities dan Threats. Metode ini paling sering digunakan dalam metode evaluasi bisnis untuk mencari strategi yang akan dilakukan. Analisis SWOT hanya menggambarkan situasi yang terjadi bukan sebagai pemecah masalah. Analisis SWOT terdiri dari empat faktor, yaitu:

  1. Strengths (kekuatan)

Merupakan kondisi kekuatan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau konsep bisnis yang ada. Kekuatan yang dianalisis merupakan faktor yang terdapat dalam tubuh organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.

          Adapun kondisi kekuatan yang ada pada manajer keuangan itu sendiri adalah:

  • Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) yang matang.
  • Keuangan pihak owner.
  • Prioritas pada operasional perusahaan.
  • Penggunaan keuangan yang sistematis.
  • Proses laporan keuangan teratur.
  • Alur pengawasan jelas.
  • Usaha yang baik untuk mendapatkan income.
  1. Weakness (kelemahan)

Merupakan kondisi kelemahan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau konsep bisnis yang ada. Kelemahan yang dianalisis merupakan faktor yang terdapat dalam tubuh organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.

          Adapun kondisi kelemahan yang ada pada manajer keuangan itu sendiri adalah:

  • Kemungkinan rencana dengan kondisi real sangat tipis.
  • Pencairan dana terlambat.
  • Belum seimbang.
  •  Ketika terjadi pengelembungan yang sulit diidentifikasi.
  • Tidak selarasnya antara tahun anggaran dengan tahun produksi.
  • Ketika ada yang mencoba memanipulasi data.
  • Dikala income tidak sesuai dari yang direncanakan.
  1. Opportunities (peluang)

Merupakan kondisi peluang berkembang di masa datang yang terjadi. Kondisi yang terjadi merupakan peluang dari luar organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri. misalnya kompetitor, kebijakan pemerintah, kondisi lingkungan sekitar.

           Adapun kondisi sebagai peluang bagi manajer keuangan itu sendiri adalah:

  • Kebijakan yang penuh oleh manajer, mengurangi ketidakseimbangan yang mungkin akan terjadi.
  • Sumber keuangan hibah.
  • Manajemen yang dilakukan oleh manajer yang baik.
  • Dikala ada pengganti yang mampu mengurangi pengeluaran.
  • Mendapatkan income dari laba.
  • Pengawasan langsung lapangan dan laporan.
  • Income yang tidak terduga dari supplier.
  • Mengambil kebijakan sesuai dengan realita yang ada.
  1. Threats (ancaman)

Merupakan kondisi yang mengancam dari luar. Ancaman ini dapat mengganggu organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.

        Adapun ancaman yang mengharuskan manajer keuangan bertindak cepat dan tepat dalam mengerjakan tugasnya mencakup:

  • Ilmu dan kebijakan manajer yang berpikir lebih mencari sumber-sumber keuangan.
  • Kebijakan yang benar dan tepat ketika munculnya alokasi dana tak terduga.
  • Globalisasi, membuat harga pasar yang tidak stabil.
  • Pembuatan laporan yang mesti lebih hati-hati supaya tidak terjadi fitnah.
  • Mampu menggunakan IT akuntansi dengan benar dan baik.
  • Usaha yang lebih intensif untuk mencari hibah keuangan.
  • Persentase yang kadang berubah, sehingga manajer harus tepat dalam hal kebijakan.

 

Masalah Pokok Manajer Keuangan

            Manajemen keuangan merupakan salah satu bidang manajemen fungsional dalam suatu perusahaan, yang mempelajari tentang penggunaan dana, memperoleh dana dan pembagian hasil operasi perusahaan. Adapun tugas pokok manajer keuangan antara lain meliputi keputusan tentang investasi, pembiayaan kegiatan usaha dan pembagian dividen suatu perusahaan (Weston dan Copeland, 1992: 2). Masalah dalam keuangan yang biasa dihadapi adalah pendanaan, biaya (promosi dan pembelian), penjualan, keuntungan, piutang, dan investasi.

            Dalam memulai bisnis, berbagai ide biasanya muncul. Namun, ide-ide usaha itu terkadang terbentur dengan pendanaan. Oleh karena itu salah satu masalah pokok yang sulit dihadapi oleh manajer keuangan yaitu bagaimana mendapatkan pendanaan dengan memilih sumber permodalan yang tepat.

Pemecahan Masalah

Mendapatkan pendanaan dengan memilih sumber permodalan yang tepat dapat dilakukan dengan hutang dan ekuiti alias penyertaan modal. Untuk memilih antara ekuiti dan hutang adalah dengan memperoleh sumber dana yang tepat, misalnya dengan memilih sebuah Bank yang term of credit-nya mudah. Jika memilih ekuiti, maka pilihlah sumber dana (Bank) yang persyaratannya tidak memberatkan. Untuk itu diperlukan kreatifitas dan networking yang baik untuk memperoleh sumber dana yang tepat.

Penunjang keberhasilan manajemen keuangan dengan cara ini adalah persiapan yang matang. Proposal bisnis dan studi kelayakan harus dipersiapkan dengan prima. Sehingga investor maupun kreditor tertarik menyalurkan uangnya, dan manajer yakin akan prospek bisnisnya. Berikut macam-macam pendanaan yang bisa didapat bila sumber pendanaannnya ekuiti melalui Bank:

  1. Tabungan, ini merupakan tempat pertama yang dilihat ketika memulai bisnis. Bisa juga bukan dalam bentuk tunai, tetapi juga sesuatu yang bisa di uangkan menjadi modal bisnis seperti rumah dan kendaraan. Manajer harus yakin akan prospektif atau tidaknya bisnis.
  2. Investor perorangan. Pribadi yang memiliki uang diatas Rp. 1 milyar sebenarnya banyak. Personal seperti itu dapat dimanfaatkan sebagai sumber modal.
  3. Perusahaan dengan kelebihan likuiditas. Memiliki jaringan dengan perusahaan luar negeri lebih baik, karena sistem bunga bank yang lebih rendah dibandingkan di Indonesia. Usahakan bisnis berskala besar sekaligus, sehingga pihak lain tidak segan untuk menyalurkan dana dalam membantu manajemen keuangan.
  4. Perusahaan modal ventura. Misalnya, Permodalan Nasional Madani (PNM) yang membantu permodalan dan manajemen usaha kecil hingga menengah, dan melepaskannya ketika perusahaan berkembang besar.
  5. Go Public atau menjual saham ke bursa. Bisa mendapatkan permodalan yang lebih besar, dengan resiko kendala yang dihadapi, misalnya saham perusahaan menjadi milik orang lain.

Bila memilih sumber dana berupa hutang, berarti sanggup menanggung resiko. Namun, ekuitas pun memiliki kekurangan yaitu perusahaan harus siap berbagi baik hasil maupun operasional. Secara prinsip antara hutang dan ekuiti sama, yaitu manajer harus mampu mengelola dan memanajemen keuangan yang didapatkan.

Kesimpulan

            Manajemen keuangan dapat didefinisikan dari tugas dan tanggung jawab manajer keuangan. Tugas pokok manajemen keuangan antara lain meliputi keputusan berinvestasi, pembiayaan kegiatan usaha dan pembagian deviden suatu perusahan, dengan demikian tugas manajer keuangan adalah merencanakan untuk memaksimumkan nilai perusahaan. Manajemen keuangan merupakan menajemen terhadap fungsi-fungsi keuangan. Fungsi-fungsi keuangan tersebut meliputi begaimana memperoleh dana (raising of fund) dan bagaimana menggunakan dana tersebut (allocation of fund). Manajer keuangan berkepentingan dengan penentuan jumlah aktiva yang layak dari investasi pada berbagai aktiva dan memilih sumber-sumber dana untuk membelanjai aktiva tersebut. Untuk memperoleh dana, manajer keuangan bisa memperolehnya dari dalam maupun luar perusahaan. Sumber dari luar perusahaan berasal dari pasar modal, bisa berbentuk hutang atau modal sendiri.

 

 

 

 

Referensi :

-Ahira, Anne. (2010). Pentingnya Manajemen Keuangan [online]. Tersedia: http://www.anneahi ra.com/artikel-umum/manajemen-keuangan.htm (02 Juni 2012)

-Hanafi, Mamduh. (2004). Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta

-Mangkuprawira, Sjafri. (2008). Tugas Manajer Dalam Era Globalisasi [online]. Tersedia: file:///C:/Users/Acer/Downloads/TUGAS%20MANAJER%20DALAM%20ERA%20GLOBALISASI%20%20%20Rona%20Wajah.htm (02 Juni 2012)

-Nugraha, Daniel. (2011). Manajemen Keuangan Perusahaan [online]. Tersedia: file:///C:/Users/Acer/Downloads/MANAJEMEN%20KEUANGAN%20PERUSAHAAN%20%C2%AB%20Danielanugrah10%27s%20Blog.htm (02 Juni 2012)

-Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

-Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.

www.bapepam.go.id (02 Juni 2012)

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 8 April 2014 inci Education

 

Tag: , , , , , , ,

Profesionalisasi Kepala Sekolah

Latar belakang

Sejalan dengan tantangan kehidupan global, pendidikan merupakan hal yang sangat penting karena pendidikan salah satu penentu mutu Sumber Daya Manusia. Dimana dewasa ini keunggulan suatu bangsa tidak lagi ditandai dengan melimpahnya kekayaan alam, melainkan pada keunggulan Sumber Daya Manusia (SDM). Dimana mutu Sumber Daya Manusia (SDM) berkorelasi positif dengan mutu pendidikan, mutu pendidikan sering diindikasikan dengan kondisi yang baik, memenuhi syarat, dan segala komponen yang harus terdapat dalam pendidikan, komponen-komponen tersebut adalah masukan, proses, keluaran, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana serta biaya.

Mutu pendidikan tercapai apabila masukan, proses, keluaran, guru, sarana dan prasarana serta biaya apabila seluruh komponen tersebut memenuhi syarat tertentu. Namun dari beberapa komponen tersebut yang lebih banyak berperan adalah tenaga kependidikan yang bermutu yaitu yang mampu menjawab tantangan-tantangan dengan cepat dan tanggung jawab. Tenaga kependidikan pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut tenaga kependidikan untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan kompetensinya. Pendidikan yang bermutu sangat membutuhkan tenaga kependidikan yang professional.

Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan kepemimpinan kepala sekolah yang merupakan salah satu pemimpin pendidikan. Karena kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang profesional dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber organisasi dan bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan keprofesionalan kepala sekolah ini pengembangan profesionalisme tenaga kependidikan mudah dilakukan karena sesuai dengan fungsinya, kepala sekolah memahami kebutuhan sekolah yang ia pimpin sehingga kompetensi guru tidak hanya mandeg pada kompetensi yang ia miliki sebelumnya, melainkan bertambah dan berkembang dengan baik sehingga profesionalisme guru akan terwujud.

Menjadi Kepala Sekolah Profesional idealnya harus memahami secara komprehensif bagaimana kinerja dan kemampuan manajerialnya dalam memimpin sebuah sekolah sehingga sekolah itu bernuansa  sekolah yang berbudaya. Kualitas SDM sangat dipengaruhi oleh pendidikan. Dengan demikian bidang pendidikan adalah bidang yang menjadi tulang punggung pelaksanaan pembangunan nasional. Tujuan pendidikan, khususnya di Indonesia adalah membentuk manusia seutuhnya yang Pancasilais (UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003), dimotori oleh pengembangan afeksi. Tujuan khusus ini hanya bias ditangani dengan ilmu pendidikan bercorak Indonesia sesuai dengan kondisi Indonesia dan dengan penyelenggaraan pendidikan yang memakai konsep sistem.

Oleh karena itu Kepala sekolah harus : a. memiliki wawasan jauh kedepan (visi) dan tahu tindakan apa yang harus dilakukan (misi) serta paham benar tentang cara yang akan ditempuh (strategi); b. memiliki kemampuan mengkoordinasikan dan menyerasikan seluruh sumberdaya terbatas yang ada untuk mencapai tujuan atau untuk memenuhi kebutuhan sekolah (yang umumnya tak terbatas); c. memiliki kemampuan mengambil keputusan dengan terampil (cepat, tepat, cekat, dan akurat); d. memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya yang ada untuk mencapai tujuan dan yang mampu menggugah pengikutnya untuk melakukan hal-hal penting bagi tujuan sekolahnya; e. memiliki toleransi terhadap perbedaan pada setiap orang dan tidak mencari orang-orang yang mirip dengannya, akan tetapi sama sekali tidak toleran terhadap orang-orang yang meremehkan kualitas, prestasi, standar, dan nilai-nilai; f. memiliki kemampuan memerangi musuh-musuh kepala sekolah, yaitu ketidakpedulian, kecurigaan, tidak membuat keputusan, mediokrasi, imitasi, arogansi, pemborosan, kaku, dan bermuka dua dalam bersikap dan bertindak.

Dasar Hukum Profesi

Dasar hukum yang melandasi profesionalisasi kepala sekolah yaitu :

  • Pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun 1990
  • PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA  NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG  STANDAR KEPALA SEKOLAH/MADRASAH
  • PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 28 TAHUN 2010  TENTANG PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH

 

Konsep Dasar Profesi Kepala Sekolah

Paradigma baru manajemen pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas secara efektif dan efisien, perlu didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Dalam hal ini, pengembangan SDM merupakan proses peningkatan kemampuan manusia agar mampu melakukan pilihan-pilahan. Proses pengembangan SDM tersebut harus menyentuh berbagai bidang kehidupan yang tercermin dalam pribadi pimpinan, termasuk pemimpin pendidikan, seperti kepala sekolah.

Kepala sekolah berasal dari dua kata yaitu “Kepala” dan “Sekolah” kata kepala dapat diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga. Sedang sekolah adalah sebuah lembaga di mana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran. Jadi secara umum kepala sekolah dapat diartikan pemimpin sekolah atau suatu lembaga di mana tempat menerima dan memberi pelajaran. Wahjosumidjo (2002:83) mengartikan bahwa: “Kepala sekolah adalah seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Sementara Rahman dkk (2006:106) mengungkapkan bahwa “Kepala sekolah adalah seorang guru (jabatan fungsional) yang diangkat untuk menduduki jabatan structural (kepala sekolah) di sekolah”.

Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun 1990 bahwa: “Kepala sekolah bertanggungjawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pememliharaan sarana dan prasarana”.

Namun kenyataan dilapangan masih banyak kepala sekolah yang tidak menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pemimpin pendidikan ini disebabkan karena dalam proses pengangkatannya tidak ada trasnfaransi, rendahnya mental kepala sekolah yang ditandai dengan kurangnya motivasi dan semangat serta kurangnya disiplin dalam melakukan tugas, dan seringnya datang terlambat serta banyak faktor penghambat lainnya untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang mengimplikasikan rendahnya produktivitas kerja kepala sekolah yang berimplikasi juga pada mutu (input, proses, dan output)

Kepala sekolah merupakan peimipin formal yang tidak bisa diisi oleh orang-orang tanpa didasarkan atas pertimbangan tertentu. Untuk itu kepala sekolah bertangggung jawab melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan baik yang berhubungan dengan pencapaian tujuan pendidikan maupun dalam mencipatakan iklim sekolah yang kondusif yang menumbuhnkan semangat tenaga pendidik maupun peserta didik. Dengan kepemimpinan kepala sekolah inilah, kepala sekolah diharapakan dapat memberikan dorongan serta memberikan kemudahan untuk kemajuan serta dapat memberikan inspirasi dalam proses pencapaian tujuan.

Kepala sekolah diangkat melalui prosedur serta persyaratan tertentu yang bertanggung jawab atas tercapainya tujuan pendidikan melalui upaya peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan yang mengimplikasikan meningkatkanya prestasi belajar peserta didik. Kepala sekolah yang professional akan berfikir untuk membuat perubahan tidak lagi berfikir bagaimana suatu perubahan sebagaimana adanya sehingga tidak terlindas oleh perubahan tersebut. Untuk mewujudkan kepala sekolah yang professional tidak semudah memabalikkan telapak tangan, semua itu butuh proses yang panjang.

Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya yang diterapkan dunia pendidikan, sehingga menuntut penguasaan kepala sekolah secara professional. Untuk itu kepala sekolah dihadapkan pada tantangan untuk melasnakan pengembangan pendidikan secara terarah dan berkesinambungan.

Peningkatan profesionalisme kepala sekolah perlu dilaksankan secara berkeinambungan dan terencana dengan melihat permaslahan-permasalahan dan keterbatasan yang ada. Sebab kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang juga bertanggung jawab dalam meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan lainnya. Kepala sekolah yang professional akan mengetahui kebutuhan dunia pendidikan, dengan begitu kepala sekolah akan melakukan penyesuaian-penyesuaian agar pendidikan berkembang dan maju sesuai dengan kebutuhan pembangunan serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Profesionalisasi Kepala Sekolah

A. Tugas dan tanggung jawab

Sergiovanni (1991) membedakan tugas kepala sekolah menjadi dua, yaitu tugas dari sisi administrative process atau proses administrasi, dan tugas dari sisi task areas bidang garapan pendidikan. Tugas merencanakan, mengorganisir, meng-koordinir, melakukan komunikasi, mempengaruhi, dan mengadakan evaluasi merupakan komponen-komponen tugas proses.

Program sekolah, siswa, personel, dana, fasilitas fisik, dan hubungan dengan masyarakat merupakan komponen bidang garapan kepala sekolah dasar. Di sisi lain, sesuai dengan konsep dasar pengelolaan sekolah, Kimbrough & Burkett (1990) mengemukakan enam bidang tugas kepala sekolah dasar, yaitu mengelola pengajaran dan kurikulum, mengelola siswa, mengelola personalia, mengelola fasilitas dan lingkungan sekolah, mengelola hubungan sekolah dan masyarakat, serta organisasi dan struktur sekolah.

Berdasarkan landasan teori tersebut, dapat digarisbawahi bahwa tugas-tugas kepala sekolah dasar dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu tugas-tugas di bidang administrasi dan tugas-tugas di bidang supervisi.

Tugas di bidang administrasi adalah tugas-tugas kepala sekolah yang berkaitan dengan pengelolaan bidang garapan pendidikan di sekolah, yang meliputi pengelolaan pengajaran, kesiswaan, kepegawaian, keuangan, sarana-prasarana, dan hubungan sekolah masyarakat. Dari keenam bidang tersebut, bisa diklasifikasi menjadi dua, yaitu mengelola komponen organisasi sekolah yang berupa manusia, dan komponen organisasi sekolah yang berupa benda.

Tugas di bidang supervisi adalah tugas-tugas kepala sekolah yang berkaitan dengan pembinaan guru untuk perbaikan pengajaran. Supervisi merupakan suatu usaha memberikan bantuan kepada guru untuk memperbaiki atau meningkatkan proses dan situasi belajar mengajar. Sasaran akhir dari kegiatan supervisi adalah meningkatkan hasil belajar siswa.

Sebagai seorang pejabat formal, kepala sekolah mempunyai tanggung jawab terhadap atasan, sesama rekan kepala sekolah atau lingkungan terkait, dan kepada bawahan. Dalam hal ini Wahjosumidjo menjelaskan dalam bukunya yang berjudul “Kepemimpinan Kepala Sekolah” sebagai berikut: kepala sekolah sebagai pemimpin suatu lembaga pendidikan mempunyai tanggung jawab kepada 3 pihak yaitu :

1. Kepada atasan Seorang kepala sekolah mempunyai atasan yaitu atasan langsung dan atasan yang lebih tinggi. Karena kedudukannya yang terikat kepada atasan atau sebagai bawahan, maka seorang kepala sekolah mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :

  • Wajib loyal dan melaksanakan apa yang digariskan oleh atasan;
  • Wajib berkonsultasi atau memberikan laporan mengenai pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawabnya;
  • Wajib selalu memelihara hubungan yang bersifat hirarki antara kepala
  • sekolah dan atasan.

2. Kepada sesama rekan kepala sekolah atau instansi terkait untuk menjaga hubungan dan menjalin kerja sama yang baik untuk meningkatkan kualiats pendidikan lembaga yang dipimpinnya maka kepala sekolah mempunyai tugas dan tanggung jawab antara lain :

  • Wajib memelihara hubungan kerja sama yang baik dengan para kepala sekolah yang lain;
  • Wajib memelihara hubungan kerja sama yang sebaik-baiknya dengan lingkungan baik dengan instansi terkait maupun tokoh-tokoh masyarakat dan BP3.

3. Kepada bawahan Kepala sekolah berkewajiban menciptakan hubungan yang sebaik-baiknya dengan para guru, staf, dan siswa. Sebab esensi kepemimpinan adalah kepengikutan atau orang yang mempunyai loyalitas untuk mempengaruhi bawahannya.Selain itu kepala sekolah harus mengembangkan sumber daya para guru dan staf dengan membuat program-program peningkatan kualitas para guru dan staf sehinga bisa menjadi guru dan staf yang professional. Penyediaan sarana dan prasarana yang memadai juga harus dilakukan kepala sekolah untuk menunjang kreatifitas anak didik. Pada umumnya kepala sekolah menggunakan gaya gabungan antara pembagian tugas dan hubungan manusiawi. Pembagian tugas merupakan strategi kepala sekolah yang lenih mengutamakan setiap tugas dapat dilaksanakan dengan baik oleh masing-masing elemen yang terlibat dalam lembaga yang dipimpinnya. Sedangkan gaya hubungan manusiawi lebih mengutamakan pemeliharaan manusiawi dengan masing-masing tenaga pendidikan.

Untuk itu kepala sekolah harus mengetahui tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Adapaun tugas-tugas dari kepala sekolah seperti yang dikemukakan Wahjosumidjo sebagai berikut:

  • Kepala sekolah bertanggung jawab dan mempertanggung jawabkan (responsible and accountable). Keberhasilan dan kegagalan pihak bawahan adalah suatu pencerminan langsung keberhasilan atau kegagalan seorang pemimpin. Dengan demikian kepala sekolah bertanggungjawab atas segala tindakan yang dilakukan oleh para guru, siswa, staf dan wali murid tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab kepala sekolah.
  • Dengan waktu dan sumber yang terbatas seorang kepala sekolah harus mampu menghadapi persoalan (managers balance competing goals and set priorities). Dengan segala keterbatasan, seorang kepala sekolah harus dapat mengatur pemberian tugas secara tepat. Bahkan ada kalanya seorang kepala sekolah harus dapat menentukan prioritas bilamana terjadi konflik antara kepentingan bawahan dengan kepentingan sekolah.
  • Kepala sekolah harus berpikir secara analitik dan konsepsional (must think analytically and konceptionally). Konsep ini berarti menuntut setiap kepala sekolah harus dapat memecahkan persoalan melalui suatu analisis kemudian menyelesaikan persoalan dengan satu solusi yang feasible. Demikian pula dengan kepala sekolah harus mampu melihat setiap tugas sebagai satu keseluruhan yang saling berkaitan. Memandang persoalan yang timbul sebagai bagian yang tak terpisahkan dan satu keseluruhan.
  • Kepala sekolah sebagai politisi (politicians) Sebagai seorang politisi berarti kepala sekolah harus selalu berusaha untuk meningkatkan tujuan organisasi serta mengembangkan progam jauh ke depan. Untuk itu sebagai seorang politisi kepala sekolah harus mampu membangun hubungan kerja sama melalui pendekatan persuasi atau kesepakatan (compromise). Peran kecakapan politis seorang kepala sekolah dapat berkembang secara efektif apabila:

a. Dapat dikembangkan prinsip jaringan saling pengertian terhadap kewajiban masing-masing.
b. Terbetuknya aliasi atau koalisi, seperti organisasi profesi, OSIS, BP3.
c. Terciptanya kerja sama (cooperation) dengan berbagai pihak sehingga aneka macam aktivitas dapat dilaksanakan.

  • Kepala sekolah berfungsi sebagai pengambil keputusan yang sulit (make difficult decisius). Tidak ada satu organisasi pun yang berjalan mulus tanpa problem. Demikian pula sekolah sebagai suatu organisasi tidak luput dari persoalan: kesulitan dana, persoalan pegawai, perbedaan pendapat terhadap kebijakan yang telah ditetapkan oleh kepala sekolah dan masih banyak lagi. Apabila terjadi kesulitan-kesulitan seperti tersebut di atas, kepala sekolah diharapkan berperan sebagai orang yang menyelesaikan persoalan yang sulit tersebut.

 

B. Kualifikasi yang disyaratkan

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 13 TAHUN 2007 TANGGAL 17 APRIL 2007 TENTANG STANDAR KEPALA SEKOLAH/MADRASAH

  1. Kualifikasi Umum Kepala Sekolah/Madrasah adalah sebagai berikut:
  • Memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau nonkependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi;
  • Pada waktu diangkat sebagai kepala sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun;
  • Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun menurut jenjang sekolah masing-masing, kecuali di Taman Kanak-kanak /Raudhatul Athfal (TK/RA) memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA; dan
  • Memiliki pangkat serendah-rendahnya III/c bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi non-PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang.

 

  1. Kualifikasi Khusus Kepala Sekolah/Madrasah meliputi:
  • Kepala Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA) adalah sebagai berikut:

a.  Berstatus sebagai guru TK/RA;

b.  Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru TK/RA; dan

c.  Memiliki sertifikat kepala TK/RA yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.

 

  • Kepala Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) adalah sebagai berikut:

 

a.  Berstatus sebagai guru SD/MI;

b.  Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SD/MI; dan

c.  Memiliki sertifikat kepala SD/MI yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.

 

  • Kepala Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) adalah sebagai berikut:

 

a.  Berstatus sebagai guru SMP/MTs;

b.  Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMP/MTs; dan

c. Memiliki sertifikat kepala SMP/MTs yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.

 

  • Kepala Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA) adalah sebagai berikut:

 

a.  Berstatus sebagai guru SMA/MA;

b.  Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMA/MA; dan

c.  Memiliki sertifikat kepala SMA/MA yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.

 

  • Kepala Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK) adalah sebagai berikut:

 

a.  Berstatus sebagai guru SMK/MAK;

b.  Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMK/MAK; dan

c. Memiliki sertifikat kepala SMK/MAK yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.

 

  • Kepala Sekolah Dasar Luar Biasa/Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa/Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SDLB/SMPLB/SMALB) adalah sebagai berikut:

 

a.  Berstatus sebagai guru pada satuan pendidikan SDLB/SMPLB/SMALB;

b.  Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SDLB/SMPLB/SMALB; dan

c. Memiliki sertifikat kepala SLB/SDLB yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.

 

  • Kepala Sekolah Indonesia Luar Negeri adalah sebagai berikut:

 

a.  Memiliki pengalaman sekurang-kurangnya 3 tahun sebagai kepala sekolah;

b.  Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru pada salah satu satuan pendidikan; dan

c. Memiliki sertifikat kepala sekolah yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.

C. Kompetensi Kepala Sekolah

Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah baik itu prestasi akademis dan non akademis, dibutuhkan kompetensi kepala sekolah yang sangat mumpuni. Dengan kompetensi tersebut apa yang dinginkan oleh masyarakat dan orangtua murid yakni tercapainya keberhasilan pendidikan di sekolah dapat terwujud, sehingga sekolah dengan apa yang dimiliki dapat berjalan dari berbagai bidang.

Agar dapat mengelola sekolah secara professional, pemimpin pelaksana (kepala) sekolah dituntut memiliki serangkaian keahlian. Keahlian kepala sekolah menurut Permendiknas 13/ 2007 tentang Standar Kepala sekolah/madrasah adalah:

  1. Keahlian Kepemimpinan (Leadership)

Sebagai pemimpin, kepala sekolah harus mampu memimpin diri sendiri dan orang lain. Seseorang yang memiliki jiwa kepemimpinan biasanya memiliki mental yang teguh, memegang prinsip dan tidak mudah menyerah.

Potensi tersebut ada pada setiap orang tergantung pada kemauan dan kesempatan untuk mengembangkan diri. Seseorang yang mampu mengembangkan potensi tersebut akan muncul kewibawaannya saat memimpin, sehingga kata-katanya didengar dan arahannya diikuti oleh orang lain.

  1. Keahlian Mendidik (Edukatif)

Idealnya, kepala sekolah berasal dari guru, orang yang memiliki pengalaman pendidikan dan/atau pekerjaan sebagai pengajar atau pendidik. Pengalaman tersebut memungkinkan kepala sekolah menghayati peran, fungsi dan tugas-tugas pendidik.

Dengan begitu, dia dapat membimbing dan mengarahkan guru dan siswa dalam konteks mendidik. Itulah sebabnya, seorang kepala sekolah dituntut mampu berperan sebagai pendidik.

  1. Keahlian Managemen

Proses pembelajaran di sekolah dibatasi oleh waktu, tenaga, sarana dan biaya, padahal wali murid sebagai konsumen memiliki tuntutan yang harus dipenuhi melalui proses tersebut. Karena itulah, kepala sekolah dituntut mampu berperan sebagai manager, yaitu pengelola seluruh program, asset, tenaga, dan keuangan sekolah agar mampu mengantarkan pada target-target kerja secara efektif.Kunci keberhasilan kepala sekolah dalam mengelola managemen sekolah terletak pada kemampuan perencanaan (planning skill). Dalam konteks managemen bahkan dinyatakan bahwa ketepatan perencanaan adalah separo keberhasilan.

Melalui perencanaan, kepala sekolah, guru dan semua pihak memahami target-target kerja yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu. Untuk mencapai target tersebut, kepala sekolah mengorganisasikan program sekolah, program pembelajaran, tenaga guru dan pegawai, sarana, dan keuangan sekolah.

  1. Keahlian Administrasi

Administrasi merupakan ruh kerja dalam organisasi modern. Bahkan saat ini diyakini bahwa kalitas administrasi mencerminkan kualitas kerja seseorang. Melalui administrasi yang baik kepala sekolah mampu memonitor keberhasilan dan kegagalan, peningkatan atau penurunan kinerja, keuntungan dan kerugian.

Sebagai seorang manager, kepala sekolah dituntut menguasai administrasi sekolah dan administrasi pembelajaran. Atas data-data administrasi itulah kepala sekolah mengambil sikap dan kebijakan sekolah.

  1. Keahlian Supervisi

Sebagai manager pelaksana, kepala sekolah harus mampu melakukan pengawasan atau kontrol (supervisi) terhadap cara kerja dan hasil kerja bawahannya. Supervisi berperan melengkapi pemahaman terhadap data-data administrasi.

Supervisi berperan penting sebagai pengendali mutu pembelajaran dan layanan pendidikan. Sebagai supervisor kepala sekolah dengan sendirinya mutlak harus mampu melakukan tugas-tugas supervise.

  1. Keahlian Motivasi

Sebagai pemimpin, kepala sekolah harus pribadi yang motivatif. Dia mampu berperan sebagai motivator, yang menyemangati dan membesarkan hati guru, pegawai, siswa dan wali murid agar bekerja dan mendukung tercapainya tujuan sekolah.Oleh karena itu, kepala sekolah harus terdiri dari orang-orang yang memiliki positif thinking, baik terhadap dirinya, orang lain dan keadaan yang dihadapi. Kepala sekolah tak akan mampu berperan sebagai motivator bilamana dia hanya seorang yang suka berkeluh-kesah dan penuh prasangkan buruk (negative thinking).

D. Prospek pengembangan karier

Suatu jabatan dapat diduduki oleh seorang pegawai dalam rangka perkembangan kariernya, baik secara vertikal, horizontal, maupun diagonal dengan memperhatikan syarat-syarat jabatan yang telah ditentukan. Selama bertahun-tahun jenjang karier guru masih menerapkan pendekatan birokrasi, di mana guru diposisikan sebagai jabatan awal sebelum menempati jabatan yang lebih tinggi seperti wakil kepala sekolah, kepala sekolah, pengawas, dan pejabat di kantor dinas pendidikan. Karena penugasan dalam birokrasi organisasi didasarkan atas kualifikasi teknis,pegawai berpikir bahwa pekerjaan sebagai karier. Di mana orientasi karier dipelihara, sesuai dengan pernyataan Max Weber (Hoy & Miskel, 2001:80) berikut: “there is a system of promotion according to seniority, achievement, or both. Promotion is dependent on the judgement of superiors.” Dalam pandangan ini tahapan jabatan diartikan sebagai jabatan karier, dan jika dapat dipelihara maka seseorang sudah menempati jabatan puncak tidak akan turun lagi ke jabatan terdahulu.

Untuk mengembangkan profesionalisme, mengembangkan kemampuan baru, untuk menambah variasi tugas dan tanggung jawab, menerima tantangan baru, dan mengenal teman sejawat. Keyakinan bahwa kepala sekolah cerdas dan kreatif dapat tertarik untuk memimpin dan secara keseluruhan kepmimpinan berkualitas dapat dikembangkan melalui tahapan karier dengan tanggung jawab dan alokasi penghargaan yang berbeda. Sesuai dengan kewenangan pemerintah dalam pembinaan profesionalisme kepala sekolah, maka pemerintah perlu segera menyusun standar pembinaan profesionalisme kepala sekolah. Standar tersebut dapat digunakan oleh pemerintah daerah untuk melaksanakan pembinaan kepala sekolah.

Keberhasilan seseorang dalam suatu pekerjaan bukanlah sesuatu yang diperoleh secara tiba-tiba atau secara kebetulan, namun merupakan suatu proses panjang dari tahapan perkembangan karier yang dilalui sepanjang hayatnya, mulai dari usaha memperoleh kesadaran karier, eksplorasi karier, persiapan karier hingga sampai pada penempatan kariernya.

Tylor & Walsh (1979) menyebutkan bahwa kematangan karier individu diperoleh manakala ada kesesuaian antara perilaku karier dengan perilaku yang diharapkan pada umur tertentu. Adapun yang dimaksud dengan perilaku karier yaitu segenap perilaku yang ditampilkan individu dalam usaha menyiapkan masa depan untuk memperoleh kematangan kariernya.

Analisis SWOT Jabatan Kepala Sekolah

Analisis SWOT adalah instrument perencanaaan strategis yang klasik. Dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan dan kelemahan dan kesempatan ekternal dan ancaman, instrument ini memberikan cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik untuk melaksanakan sebuah strategi. Instrumen ini menolong para perencana apa yang bisa dicapai, dan hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan oleh mereka.Manajer adalah orang yang melaksanakan fungsi kerja sama dengan orang-orang, sementara pemimpin menghubungkan antara yang memimpin dengan bawahan sehingga membuat organisasi berkembang dan bersinergi (Michael, Macooby. 2009).

Analisis SWOT merupakan salah satu metode untuk menggambarkan kondisi dan mengevaluasi suatu masalah, proyek atau konsep bisnis yang berdasarkan faktor internal (dalam) dan faktor eksternal (luar) yaitu Strengths, Weakness, Opportunities dan Threats. Metode ini paling sering digunakan dalam metode evaluasi bisnis untuk mencari strategi yang akan dilakukan. Analisis SWOT hanya menggambarkan situasi yang terjadi bukan sebagai pemecah masalah. Analisis SWOT terdiri dari empat faktor, yaitu:

1. Strengths (kekuatan)

Merupakan kondisi kekuatan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau konsep bisnis yang ada. Kekuatan yang dianalisis merupakan faktor yang terdapat dalam tubuh organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri. Adapun kondisi kekuatan yang ada pada kepala sekolah itu sendiri adalah :

–  Potensi Kepala Sekolah

Setiap kepala sekolah memiliki potensi dan perhatian yang cukup tinggi terhadap peningkatan kualitas pendidikan di sekolah. Perhatian tersebut harus ditujukkan dalam kemauan dan kemampuan untuk mengembangkan diri dan sekolahnya secara optimal.

–  Harapan terhadap kualitas pendidikan

Kepala sekolah profesional dalam paradigma baru manajemen pendidikan mempunyai harapan yang tinggi untuk meningkatkan kualitas pendidikan, serta komitmen, dan motivasi yang kuat untuk meningkatkan mutu sekolah yang optimal. Harapan yang tinggi dari berbagai dimensi sekolah merupakan faktor dominan yang menyebabkan sekolah selalu dinamis untuk melakukan perbaikan secara berkelanjutan (continuous quality improvement).

2. Weakness (kelemahan)

Merupakan kondisi kelemahan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau konsep bisnis yang ada.Kelemahan yang dianalisis merupakan faktor yang terdapat dalam tubuh organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri. Adapun kondisi kelemahan yang ada pada kepala sekolah itu sendiri adalah :

–  Wawasan kepala sekolah yang masih sempit

–  Rendahnya produktivitas kerja

–  Belum tumbuhnya budaya mutu

3. Opportunities (peluang)

Merupakan kondisi peluang berkembang di masa datang yang terjadi. Kondisi yang terjadi merupakan peluang dari luar organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri. misalnya kompetitor, kebijakan pemerintah, kondisi lingkungan sekitar. Faktor dominan peluang kepala sekolah dalam paradigma baru manajemen pendidikan mencakup :

–  Gerakan peningkatan kualitas pendidikan yang dicanangkan pemerintah

Upaya meningkatkan kualitas pendidikan terus-menerus dilakukan baik secara konvesional maupun inovatif. Hal tersebut lebih terfokus lagi setelah diamanatkan dalam Undang-Undang Sisdiknas bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui peningkatan kualitas pendidikan.

–  Sosialisasi peningkatan kualitas pendidikan

Pada saat ini, pihak Depertemen Pendidikan Nasional telah melakukan sosialisasi peningkatan kualitas pendidikan di berbagai wilayah kerja, baik dalam pertemuan-pertemuan resmi maupun melalui pelatihan awal yang berkaitan dengan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS). Hal ini merupakan faktor pendukung, sehingga para kepala sekolah dapat memahami manajemen peningkatan mutu pendidikan, serta operasinya di sekolah masing-masing.

–  Organisasi formal dan informal

Di lingkungan pendidikan sekolah pada berbagai wilayah Indonesia, dari Sabang sampai  Merauke umumnya telah memiliki organisasi formal terutama yang berhubungan dengan profesi pendidikan seperti Kelompok Kerja Pengawasan Sekolah (KKPS),  Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS), Musyawarah Kepalah Sekolah (MKS), Dewan Pendidikan, dan Komite Sekolah. Organisasi-organisasi tersebut sangat mendukung tumbuh kembangnya kepala sekolah profesional yang mampu melakukan berbagai terobosan dalam peningkatan kualitas pendidikan di wilayah kerjanya.

–  Organisasi profesi

Organisasi profesi pendidikan sebagai wadah untuk membantu pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan seperti KKPS, K3S, MKS, Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), PGRI, Forum Peduli Guru (FPG), dan ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia) sudah terbentuk hampir di seluruh Indonesia, dan telah menyentuh berbagai kecamatan. Organisasi profesi tersebut sangat mendukung kepala sekolah profesional yang mampu peningkatan kinerjanya dan prestasi belajar peserta didik menuju peningkatan kualitas pendiodikan nasional.

4. Threats (ancaman)

Merupakan kondisi yang mengancam dari luar. Ancaman ini dapat mengganggu organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri. Adapun faktor penghambat (ancaman)  kepala sekolah profesional untuk meningkatkan kualitas pendidikan mencakup :

–  Sistem politik yang kurang stabil

Sistem politik yang kurang stabil dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, telah menimbulkan berbagai masalah dalam hidup dan kehidupan di masyarakat, merupakan factor penghambat tumbuhnya kepala sekolah professional. Wakil-wakil rakyat di dewan yang lamban dan plin-plan dalam mengambil suatu prakarsa, dan selalu menunggu demonstrasi masyarakat dalam mengmbil suatu keputusan merupakan suatu system politik yang kurang stabil dan kurang menguntungkan. Kondisi semacam ini sangat mewarnai berbagai bidang kehidupan, termasuk pendidikan, beserta komponen-komponen yang tercangkup didalamnya. Pengembangan sumber daya pembangunan melalui system pendidikan yang memadai perlu ditunjang oleh system politik yang stabil.

–  Pengangkatan kepala sekolah yang belum transparan

Hal merupakan salah satu faktor penghambat tumbuh kembangkan kepala sekolah professional. Hasil kajian menunjukkan bahwa pengangkatan kepala sekolah dewasa ini belum atau tidak melimbatkan pihak-pihak mesyasarakat mengenai jabatan kepala sekolah selama 4 tahun dan setelahnya itu dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya, belum dapat dilaksanakan. Hal tersebut secara langsung merupakan penghambat tumbuhnya kepala sekolah professional yang mampu mendorong visi menjadi aksi dalam peningkatan kualitas pendidikan.

–  Kurang sarana dan prasarana

Seperti perpustakaan, laboratorium, bengkel (workshop), pusat sumber belajar dan perlengkapan pembelajaran sangat menghambat tumbuhnya kepala sekolah professional. Hal ini terutama berkaitan dengan kemampuan pemerintah untuk melengkapinya masih kurang. Disamping itu, walaupun pemerintah sudah melengkapi buku-buku pedoman dan buku-buku paket namun dalam pemanfaatannya masih kurang. Beberapa kasus menunjukkkan banyaknya paket yang belum didayagunakan secara optimal untuk kepentingan pembelajaran, baik guru maupun oleh peserta didik.

–  Rendahnya kepercayaan masyarakat

–  Birokrasi

Birokrasi yang masih dipengaruhi feodalisme dimana peara penjabat lebih suka dilayani daripada melayani masih masih melekat di lingkungan Dinas pendidikan. Kebiasaan lain seperti lemahnya mengambil prakarsa (inisiatif) serta selalu menunggu juklak dan juknis tidak menunjang bagi tumbuh kembangnya kepala sekolah professional untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Disamping itu dalam lingkungan sekolah perilaku kepemimpinan kepala sekolah cenderung kurang transparan dalam mengelolah sekolahnya. Hal ini menyebabkan kurang percayanya tenaga kependidikan terhadap kepala sekolah, sehinggan dapat menurunkan kinerja dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Di samping kurang mandiri, hambatan lain yang memperlemah kinerja kepala sekolah adalah kurang adanya rasa krisis, rasa memilki, rasa penting terhadap kualitas pendidikan, sehingga menyebkan lemahnya tanggung jawab, yang dapat menurunkan partisipasi dalam kegiatan sekolah.

Masalah Dalam Menerapkan Standar Kompetensi

Dalam menerapan standar nasional pendidikan, salah satu komponen yang perlu ditetapkan standarnya adalah kepala sekolah sebagai bagian dari tenaga kependidikan. Bagaimana kepala sekolah menerapkan standar dalam mengembangkan kompetensi kepemimpinannya pada tingkat satuan pendidikan? Karena kepala sekolah sebagai pimpinan, maka ia harus berperan untuk menetapkan standar pada dirinya sendiri dengan menggunakan rujukan standar nasional pendidikan atau menetapkan standar yang lebih tinggi dari itu.

Untuk meningkatkan mutu pendidikan pada sebuah sekolah, semua peran serta stakeholder (pemangku kepentingan) baik pemerintah, masyarakat maupun guru harus bahu membahu. Disamping itu peran tenaga kependidikan haruslah menjadi tulang punggung utama. Dan sebuah institusi pendidikan yang dikatakan bermutu dapat dilihat dari prosentase kelulusan yang tinggi, banyaknya lulusan yang diterima di perguruan tinggi, sekolah yang aman, nyaman dan kondusif, tenaga pendidik yang berkualitas dan banyak indikator-indikator lainnya. Dan yang tidak kalah pentingnya untuk menghasilkan pendidikan yang bermutu pada sebuah sekolah adalah peran seorang kepala sekolah sebagai top manager. Namun pada saat ini, banyak sekali kita menyaksikan seorang kepala sekolah yang gagal memimpin sekolah yang dipimpinnya menjadi sekolah yang bermutu. Sehingga muncul pendapat dari beberapa guru bahwa “sekolah tanpa guru tidak akan jalan tetapi sekolah tanpa kehadiran kepala sekolah asalkan ada guru maka sekolah tetap jalan”. Jadi saat ini kehadiran seorang kepala sekolah dianggap sudah tidak terlalu berpengaruh.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena seorang yang ditunjuk menjadi kepala sekolah pada umunya hanya memenuhi persyaratan administrasi saja dan memiliki kemampuan dasar diantaranya :

  1. Kemampuan Administrasi

Hal ini dapat kita lihat pada salah satu contoh kecil saja, seperti tidak memiliki program kerja yang jelas, sering mengadakan rapat namun hasilnya tidak jelas. Dan tidak memiliki agenda rapat yang teratur padahal rapatnya memakan waktu berjam-jam. Ketika keluar dari ruang rapat para guru masih bertanya-tanya apa yang kita kerjakan tadi? Apa keputusannya? Walaupun ada keputusan yang dihasilkan, tapi jarang sekali terlaksanakan dengan baik. Disamping itu banyak kita temui pembuatan SK yang berulang-ulang karena keliru nama, NIP, tujuan, tugas, mata pelajaran, dan lain-lain yang seharusnya hal ini tidak perlu terjadi jika kepala sekolah lebih teliti.

  1. Kemampuan Kurikulum

Kita sering menjumpai guru yang kebingungan pada saat berada di kelas karena mengajari peserta didik dengan mata pelajaran yang ia sendiri tidak menguasainya, yang pada akhirnya terjadilah PBM dan KBM bohong-bohongan karena kepala sekolah menyerahkan pembagian tugas mengajar kepada wakil bidang kurikulum tanpa mempertimbangkan kemampuan yang bersifat kecenderungan. Disamping itu dalam hal pendelegasian tugas-tugas tertentu kepada seseorang berdasarkan senang atau tidak senang (pilih-pilih tebu) Kemudian penempatan guru di kelas-kelas tertentu pada mata pelajaran yang sama tanpa mempertimbangkan keadaan, situasi dan suasana kelas karena ada kelas yang harus mendapat perhatian khusus.

  1. Kemampuan Memimpin

Setiap guru memiliki masalah yang berbeda dengan latar belakang yang berbeda. Kadang-kadang tugas guru sering terganggu karena yang bersangkutan sedang menghadapi masalah dari rumah dan terbawa sampai ke sekolah. Dan mungkin saja ada guru yang sering tidak hadir karena ada sesuatu masalah. Oleh pimpinan, guru yang seperti itu langsung di cap guru pemalas atau guru yang tidak mampu mengajar, hal ini sangat keliru. Menghadapi kasus yang seperti inilah diperlukan peran kepala sekolah sebagai orang yang tut wuri handayani, mengayomi, kadang-kadang sebagai bapak, membimbing, dan sekaligus mengarahkan.

Standar Kompetensi Kepala Sekolah

Kompetensi  minimal yang  wajib kepala sekolah miliki menurut Permendiknas Nomor 13 tahun  2007 terhimpun pada dalam lima kompetensi (1)  kepribadian, (2)  manajerial, inovatif, bekerja keras, dan (3) kewirausahaan, (4) supervisi dalam rangka meningkatkan mutu profesi pendidik, dan memiliki kompetensi (5) sosial.

Kepribadian berindikator berakhlak mulia, menjadi teladan, berkepribadian sebagai pemimpin, memiki keinginan kuat mengembangkan diri, terbuka, mengendalikan diri dalam menghadapi masalah, dan memiliki bakat sebagai pemimpin pendidikan.

–  Kepala sekolah memiliki kecakapan manajerial memiliki  berbagai indikator cakap membuat rencana, mengembangkan sekolah sesuai kebutuhan, memanfaatkan sumber daya secara optimal, mengelola perubahan untuk mendukung pembelajaran efektif, mengembangkan sekolah yang kondusif dan inovatif, memanfaatkan sumber daya manusia dan sarana secara optimal, membangun hubungan , mengelola peserta didik, mengembangkan kurikulum yang akuntabel, transparan, dan efisien, mengelola sistem informasi dengan manfaatkan teknologi, melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan.

–  Kepala sekolah menciptakan inovasi dan bekerja keras sebagai kompetensi kewirausahaan. Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses, mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala, dan, memiliki naluri kewirausahaan dalam mengembangkan kegiatan produksi atau jasa.

–  Kepala sekolah berkompeten dalam melaksanakan supervisi akademik dan manajerial. Menggunakan  teknik dan pendekatan yang tepat dalam rangka meningkatkan mutu profesi pendidik. Memiliki kompetensi sosial meliputi mampu bekerja sama, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan memiliki kepekaan terhadap orang atau kelompok lain.

Pemecahan Masalah

  1. Menguasai Adiministrasi

Seseorang yang ditunjuk sebagai kepala sekolah wajib menguasai berbagai bentuk administrasi sekolah mulai dari administrasi umum sampai pada administrasi yang bersifat khusus. Administrasi umum diantaranya surat masuk, surat keluar, buku agenda rapat, buku tamu pada piket guru, buku tama pada ruangan kepala sekolah, pengarsipan surat-surat masuk dari manapun asalnya harus diperlihatkan dan diserahkan kepada kepala sekolah kemudian oleh kepala sekolah menyerahkan surat tersebut sesuai dengan tujuannya.

Misalnya surat tersebut untuk undangan kegiatan olahraga diserahkan ke guru olahraga dengan membuat acc jika memungkinkan untuk diikuti. Begitu juga surat keluar dikonsepkan oleh Tata Usaha (TU) dan diperlihatkan kepada kepala sekolah untuk dicek kebenarannya. Sedangkan administrasi yang bersifat khusus diantaranya pembuatan SK-SK harus dipastikan dengan benar sebelum diperbanyak baik nama, NIP, tugas, golongan tentunya dicek terlebih dahulu oleh kepala sekolah. Dan yang tidak kalah pentingnya kepala sekolah harus membuat program kerja yang jelas, agenda rapat yang pasti.

  1. Mengusai Kurikulum

Seorang kepala sekolah harus mampu melihat potensi dan kemampuan seorang guru. Dan pada suatu sekolah tidak semua mata pelajaran terpenuhi oleh guru yang benar-benar  jurusannya. Oleh sebab itu kepala sekola memberikan tugas kepada seorang guru berdasarkan kecenderungan.

Misalnya seseorang yang lebih menguasai komputer walaupun tidak memeliki ijazah komputer ditugaskan menjadi guru TIK. Disamping itu pembagian jumlah jam mengajar harus adil. Tenaga honorer yang ingin mengabdi dan membantu di sekolah harus benar-benar mampu, jika diperlukan harus melalui rangkaian prosedur yang benar agar sekalah benar-benar merasa terbantu.

Referensi :

-http://www.scribd.com/doc/4127762/Permendiknas-No-13-Tahun-2007

-Fitra, Taslim. (2011). Profesionalisme Kepemimpinan Kepala Sekolah [online]. Tersedia: http:// taslimfitra.blogspot.com/2011/12/profesionalisme-kepemimpinan-kepala.html (11 April 2012)

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/18/profesionalisme-kepemimpinan-kepala-sek olah/

http://id.shvoong.com/social-sciences/counseling/2173984-tugas-dan-tanggung-jawab-kepala/ #ixzz1rjaVUZLR

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 8 April 2014 inci Education

 

Tag: , , , ,

Outbound Management Training

Latar Belakang

Organisasi merupakan satu wadah untuk mencapai tujuan bersama. Melalui organisasi tujuan bersama akan lebih mudah tercapai. Dewasa ini tidak ada lembaga bersama yang bisa keluar dari proses manajemen organisasi, contoh nyata adalah perusahaan. Perusahaan baik skala kecil, menengah maupun tinggi termasuk dalam bentuk organisasi, oleh karena itu proses manajemen perusahaan tidak jauh berbeda dengan proses manajemen suatu organisasi, karena pada dasarnya perusahaan itu sendiri merupakan satu organisasi.

Untuk mampu mencapai tujuan organisasi, pihak manajemen harus mampu memberdayakan semua sumber daya yang dimiliki oleh organisasi. Sumber daya organisasi atau perusahaan bisa terdiri dari sumber daya alam, materil, maupun biaya. Namun dari sekian sumber daya yang dimiliki oleh organisasi, manusia merupakan sumber daya yang paling berharga dan aset yang tak ternilai harganya. Manusia menjadi aset utama organisasi dikarenakan manusia merupakan pemeran utama organisasi. Tanpa adanya manusia, organisasi tidak akan berjalan lancar. Manusia merupakan perencana, pelaksana, sekaligus penilai kinerja utama organisasi. Sehingga keberadaan manusia dalam organisasi harus mendapatkan poin utama dalam organisasi.

Melihat peran manusia yang sangat penting dalam organisasi, pengelolaan sumber daya manusia yang efektif dan efisien sangat dibutuhkan dalam organisasi. Manajemen sumber daya manusia (MSDM) dewasa ini menjadi sentral dalam satu perusahaan, bahkan perusahaan selalu memiliki divisi tersendiri untuk menangani sumber daya manusia. Divisi Human Resources Develeopment (HRD) atau bagian kepegawaian merupakan bagian penting dalam organisasi. Proses MSDM sendiri meliputi perencanaan kebutuhan pegawai, perekrutan dan penerimaan pegawai baru, penempatan pegawai, pembinaan pegawai, pemberian upah atau kompensasai, sampai pada pemberhentian pegawai merupakan serangkaian kegiatan maanjemen sumber daya manusia yang tidak bisa terlepaskan dari satu organisasi atau perusahaan. Seluruh rangkaian MSDM ini bertujuan untuk tercapainya tujuan organisasi secara efektif dan efisien, untuk perusahaan bisa tercapainya produktivitas perusahaan dengan optimal.

Salah satu tahapan penting dalam manajemen sumber daya manusia adalah pembinaan SDM. Pembinaan SDM merupakan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki organisasi untuk meningkatkan kinerja yang akan berpengaruh terhadap produktivitas organisasi. Proses pembinaan SDM bisa berbeda antara satu organisasi dengan organisasi lainnya. Hal ini tentunya berdasarkan pada jenis organisasi dan tujuan organisasi yang bersangkutan. Namun pada initinya setiap perusahaan mengadakan pembinaan terhadap SDM bertujuan untuk meningkatkan kompetensi SDM yang dimiliki.

Pembinaan SDM yang sering dan pasti dilakukan oleh perusahaan adalah pendidikan dan pelatihan. Bentuk pembinaan ini rutin dilakukan oleh perusahaan. Hal ini dikarenakan melalui pendidikan dan pelatihan, perusahaan mampu mentransfer apa yang diinginkan. Sebagai contoh nyata perusahaan selalu mengadakan pelatihan untuk pegawai baru dalam rangka pengenalan perusahaan dan kompetensi utama yang harus dimiliki oleh pegawai barunya. Pendidikan dan pelatihan juga bisa dilaksanakan sebagai media sosialisasi kebijakan baru atau tata kerja baru. Bahkan bagi perusahaan tertentu keikutsertaan pegawai dalam diklat menjadi salah satu syarat bagi seseorang untuk naik pangkat atau dipromosikan.

Menurut Sudjana (2003:9) ada beberapa faktor yang mendorong perkembangan pelatihan diantaranya adalah pertama, keharusan pengembangan sumber daya manusia amat erta kaitannya dengan penyelenggaraan pelatihan. Kedua, pelatihan yang merupakan satuan pendidikan nonformal dalam sistem pendidikan nasional menjadi wahana penting dalam upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk membina serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ketiga, lahirnya peraturan perundang-undangan bagi lembaga-lembaga pemerintah untuk menyelenggarakan pelatihan. Oleh karena itu, program pelatihan bagi suatu organisasi itu sangat penting.

Melihat pentingnya posisi diklat dalam satu organisasi, maka diklat harus dikelola secara profesional dan juga teratur. Hal ini akan berpengaruh terhadap hasil diklat itu sendiri. Pihak perusahaan banyak berfikir tentang design diklat yang bagus, dan efektif, bahkan saat ini tidak sedikit perusahaan yang melirik model diklat yang menyenangkan bagi pesertanya. Oleh karena itu, diklat dalam perusahaan terkadang dilaksanakan didalam ruangan, terkadang juga dilaksanakan di luar ruanganbahkan diluar lingkungan perusahaan seperti mengadakan tour atau gathering karyawan. Baik pelatihan indoor maupun outdoor, keduanya bertujuan untuk meningkatkan kinerja pegawai.

 Salah satu bentuk pelatihan outdoor adalah outbound. Kegiatan ini menjadi pilihan menarik bagi perusahaan dikarenakan model ini menyenangkan peserta diklat dan peserta tidak akan jenuh dengan kegiatan-kegiatan yang diikuti. Kegiatan ini biasanya dipilih organisasi dalam rangkaian acara diluar lingkungan perusahaan. Kegiatan outbound selain memberikan pemahaman tentang kerja sama, keuletan, saling percaya, toleransi, diharapkan akan memberikan pengaruh yang positif dalam pelaksanaan pekerjaan. Sehingga kegiatan outbound menjadi trend tersendiri dalam proses pelatihan SDM organisasi.

Namun kondisi saat ini kegiatan outbound bukan saja ditujukan sebagai alat pengembangan kompetensi pegawai atau anggota organisasi, kegiatan outbound, fun game, ice breaking sudah menjadi bagian dari wisata keluarga atau individu. Sehingga yang berkembang di masyarakat satu permaianan yang menggunakan alat keselamatan atau permaianan yang mengasah konsentrasi saja bisa dikatakan outbound. Flying fox, jembatan elfis, jaring laba-laba, permaiann ini sudah identik dengan kegiatan outbound, sehingga salah satu permainan saja yang diikuti masyarakat sudah mengatakannya sebagai kegiatan outbound. Pemahaman masyarakat ini memang keliru, karena pada dasarnya kegiatan outbound bukan saja permainan semata, tapi juga mengandung makna yang harus tersampaikan kepada peserta.

Kesalahpahaman masyarakat ini disebabkan oleh semakin maraknya penyelenggara kegiatan atau permaianan yang mengatasnamakan kegiatan outbound. Sebagai contoh disetiap acara hiburan masyarakat atau acara mingguan ada yang menyelenggarakan flying fox atau salah satu alat permaianan outbound, maka masayarakat mengetahui dan memahami outbound itu hanya sekedar permainan. Oleh karena itu, perusahaan atau event organizer yang menyelenggarakan outbound harus benar-benar memahami makna dari outbound sehingga bisa memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat.

Model pelatihan outbound memerlukan keterampilan tersendiri dalam pengelolaannya. Manajemen pelatihan harus benar-benar diterapkan dalam kegiatan outbound, sehingga tujuan dari pelatihan outbound yang sesunguhnya bisa tercapai secra efektif dan efisien. Para pengelola kegiatan outbound harus mampu menerapkan konsep manajemen pelatihan dalam kegiatan outbound sehingga peserta pelatihan bisa benar-benar merasakan manfaat dari kegiatan yang diselenggarakan dan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan tidak menjadi sia-sia. Perlu adanya pemahaaman yang benar tentang model pelatihan outbound dalam masyarakat, sehingga outbound tidak dipandang sebagai kegiatan permaianan saja, namun juga syarat dengan makna yang harus tersampaikan kepada peserta.

Penyusun melihat realita diatas, pentingnya kegiatan outbound dan juga terjadinya pemahaman yang kurang tepat dari masyarakat tentang outbound, kami bermaksud untuk menyusun sebuah makalah yang mengupas tentang manajemen pelatihan outbound. Sehingga melalui tulisan ini sedikitnya memberikan gambaran tentang kegiatan outbound dan juga pengelolaannya supaya tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami kegiatan outbound.

Konsep Dasar Outbond

Dirunut dari sejarahnya, outbound yang dilaksanakan di alam terbuka dapat membuat peserta melupakan kepenatan dan ketegangan dari aktivitas dan rutinitas keseharianya, sehingga setelah melaksanakan outbound training peserta dapat lebih segar kembali dalam aktivitasnya. Pelatihan outbound pun dapat meningkatkan rasa kebersamaan dalam lingkup team outbound training maupun masyarakat. Dan juga mampu  menggali potensi peserta agar dapat mengembangkan kemampuan pribadinya melalui tantangan-tantangan mental dan fisik saat outbound, sehingga selalu lebih siap untuk menghadapi  tantangan pekerjaan atau karir.

Kata Outbound (di Indonesia) awalnya berasal dari Negara Inggris yang merupakan nama sebuah program, “Outward Bound School”. Outward Bound adalah ide pendidikan inovatif yang dikreasikan oleh Kurt Hahn yang telah bertahan dan berkembang selama lebih dari enam puluh tahun. Fakta Ini dapat dikatakan luar biasa karena begitu banyak metode pendidikan yang muncul dan tenggelam selama periode ini.

Penemu metode outward bound atau lebih dikenal outbound training adalah Kurt Hahn telah meninggal pada tahun 1974 tetapi pengaruhnya dalam Outward Bound dan inisiatif pendidikan lainnya masih hidup hingga saat ini. Beliau lebih menekankan tercapainya tujuan daripada melatih fokus, dengan menggunakan cara yg sangat fleksibel, beragam dan sangat adaptatif. Begitu pula dengan metode Outbound Training, dengan programnya yang boleh dikatakan “tidak lazim”.

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal sesuai tujuan outbound, berikut beberapa materi wajib yang selayaknya ada dalam setiap kegiatan outbound.

  1. Ice Breaking

Saat pertamakali acara dimulai, bisa dipastikan hampir seluruh peserta dalam keadaan tegang. Oleh karena itu perlu sebuah tahapan untuk memecahkan suasana yang kaku, sesi ini dilakukan dengan saling sapa dan berkenalan satu dengan yang lain sehingga peserta bisa lebih akrab.

  1. Komunikasi

Pada materi ini peserta dikondisikan dalam sesi permainan yang menarik dan tidak membosankan. Sehingga komunikasi antar anggota team bisa terbentuk dan tercipta rasa saling percaya terhadap rekannya.

  1. Team Buliding

Materi outbound ini mengkondisikan peserta dalam permainan team. Sehingga akan tercipta saling mendukung dan kerjasama. Pentingnya komunikasi dan membangun suatu tim yang kompak adalah tujuan dari materi ini.

  1. Penyelesaian Masalah

Peserta training outbound mampu mengenali masalah yang ada serta cara penyelesaiannya, peserta disuguhi materi tentang memilih informasi yang relevan dan membuat analisis serta keputusan untuk menemukan sebab timbulnya persoalan secara lebih terarah.

  1. Game Kompetisi

Pada materi ini peserta diharap mengatur strategi dan mengoptimalkan segala kemampuan baik individu maupun kemampuan kelompok.

Dewasa ini, tidak hanya perusahaan atau organisasi kecil saja yang melakukan kegiatan outbound Training. Perusahaan yang sangat maju pun sangat memerlukan kegiatan outbound. Hal ini mengidentifikasikan bahwa outbound training sangat dibutuhkan untuk dilakukan dengan beberapa program dan tujuan tertentu. Sehingga outbound training sangat cocok untuk dilakukan dimana saja dan oleh siapa saja.

Kebutuhan masyarakat kita terhadap outbound training sangat luar biasa. Hal ini bisa kita lihat dengan banyaknya pamphlet, reklame, atau beberapa website yang disebarkan oleh beberapa lembaga atau instansi yang menawarkan jasa  outbound training. Disamping itu, kita juga dapat melihat media-media yang menyiarkan kegiatan outbound training.  Hal ini telah menjadikan tesis, betapa outbound training itu telah diminati oleh banyak kalangan. Oleh karena itu, kegiatan outbound training sangat kita butuhkan untuk mengembangkan potensi yang ada dalam diri kita.

Hal penting yang paling menarik adalah permainan pembelajaran outbound training selalu ditampilkan dalam bentuk permainan yang penuh makna. Dalam permainan skills, individu tidak hanya ditantang berfikir cerdas, namun juga harus memiliki kepekaan social.  Dalam kegiatan outbound training, individu dituntut mengembangkan kemampuan ESQ (emotional Spiritual Qoutient) nya dibanding  IQ (Intellegent Qoutient) nya. Metode outbound training memungkinkan peserta bersentuhan fisik dengan latar alam terbuka sebagai medianya. Dari sini, diharapkan, lahirlah kemampuan dan watak serta visi kepemimpinannya yang mengandung nilai-nilai kejujuran, keterbukaan, kepekaan, toleransi, kecerdasan, serta rasa kebersamaan dalam membangun hubungan antar manusia yang serasi dan dinamis.  Jika kita tertarik untuk mendapatkan itu semua, tentu penyelenggaraan outbound sangat lah kita butuhkan.

Outbound akan selalu melahirkan pengalaman baru yang akan membentuk perkembangan kita dari tatanan yang biasa menuju tatanan yang luar biasa dahsyat. Bagi perusahaan yang baru berdiri, atau mereka yang baru membentuk team work, kebutuhan akan outbound training sangat vital adanya. Kehadiran outbound diharapkan bisa memberikan pelajaran bagi mereka yang baru menggeluti dunia baru.

Perencanaan Pelatihan Outbound

Program pelatihan dan pengembangan yang dilakukan di luar ruangan atau biasa disebut outbound, hanya akan efektif apabila dilaksanakan dengan baik. Outdoor training bisa menjadi bahan yang ampuh untuk pengembangan SDM, asalkan dikerjakan dengan benar, yakni berisi rangkaian program-program yang bagus.

Kompetisi seseorang bisa ditingkatkan melalui pengembangan pengetahuan, skill, dan sikap/karakter yang bersangkutan. Outbound training bertujuan menggali dan meningkatkan skill dan karakter individu. Untuk hasil yang maksimal, kegiatan outbound idealnya dilaksanakan minimal 3 hari, fasilitas outbound harus memadai dan dipandu oleh instruktur yang berpengalaman. Dan yang terpenting, program outbound harus focus pada hasil, bukan pada aktivitasnya itu sendiri.

Untuk itu, sebelum melakukan kegiatan outbound, terlebih dahulu harus dirancang dan dipersiapkan dengan baik segala macam hal yang dapat menunjang keberhasilan tersebut.  Secara umum ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk menuju kegiatan outbound yang efektif sesuai dengan yang diharapkan.

1)      Menetapkan target/tujuan

Untuk apa kegiatan outbound dilaksanakan? Setiap kegiatan pasti memiliki tujuan dan target yang ingin dicapai. Untuk mengasah kebersamaan (team building)? Memompa semangat berprestasi (achievment motivation)? Kepemimpinan (leadership)? Atau untuk tujuan yang lain?

Penetapan tujuan dan target ini penting untuk mendesain setting  kegiatan yang akan dilaksanakan, meliputi pemilihan lokasi, merumuskan materi, dan jenis-jenis materi yang dilaksanakan dalam outbound tersebut.

2)      Menentukan lokasi kegiatan.

Setelah tujuan atau target kegiatan telah ditentukan, maka setelah itu adalah menentukan tempat/lokasi kegiatan outbound. Adakalanya kegiatan outbound dilakukan hanya sebagai pelengkap atau variasi dari kegiatan dalam ruangan (indoor). Bila itu yang terjadi, maka pilihlah gedung atau aula yang memiliki halaman yang luas, atau dekat tanah lapang yang bisa dijadikan arena outbound atau permainan games.

3)      Menyiapkan alat yang diperlukan.

Agar kegiatan outbound berjalan dengan baik, segala keperluan menyangkut peralatan yang dibutuhkan harus dipersiapkan jauh-jauh hari. Untuk kegiatan fun outbound biasanya tidak memerlukan peralatan-peralatan yang rumit.

4)      Menyiapkan tim instruktur.

Tim instruktur bisa jadi merupakan kunci keberhasilan kegiatan outbound training.  Entah itu real outbound (high maupun middle impact) maupun hanya bersifat fun games. Instruktur harus orang yang berpengalaman di bidangnya, terutama outbound yang beresiko tinggi, sehingga outbound bisa menjadi aman dan nyaman.

Seorang fasilitator dan instruktur outbound  yang professional setidaknya harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

  • Memiliki kompeten dalam bidang ilmu manajemen, ilmu psikologi dan dinamika kelompok.

Tanpa memiliki kompetensi yang memadai seringkali kegiatan outbound hanya menjadi penderitaan fisik karena tidak jelas hubungan antara aktivitas fisik dengan ilmu manajemen dan perilaku yang harus dimiliki dalam kegiatan bisnis dalam era perubahan yang sangat cepat.

  • Memahami rancangan permainan untuk mengungkap prilaku manajemen

Kegiatan dalam outbound training manajemen baru akan bermakna bagi pembentukan perilaku yang menunjang sukses bisnis bila kegiatan dirancang untuk mensimulasi perilaku organisasi yang sebenarnya. Oleh karena itu, seorang fasilitator harus terlibat dalam perancangan kegiatan pelatihan outbound training. Dia harus mengetahui permainan outbound apa yang akan dimainkan, dan apa makna manajemen dari permainan tersebut.

  • Memiliki kemampuan observasi dan kemampuan komunikasi yang baik

Observasi adalah bagian penting dari kegiatan outbound training. Kemampuan mengamati perilaku yang produktif dan prilaku yang tidak produktif mutlak harus dimiliki seorang fasilitator outbound training. Selain itu, dia juga harus memiliki kemampuan komunikasi yang jelas dan memproses perilaku yang muncul tanpa membuat peserta outbound  yang memunculkan prilaku tersebut tersinggung.

  • Menarik dan berwibawa (pendidikan yang memadai, kepribadian yang menarik dan memiliki sense of humor yang baik)

Suasana pelatihan outbound training hendaknya harus penuh rasa gembira. Belajar dalam hati yang gembira akan sangat membantu efektifitas belajar. Oleh karena itu seorang fasilitator outbound harus mampu membuat suasana yang hangat dan gembira dengan humor-humor yang sehat tanpa menyinggung perasaan peserta outbound.

  • Menguasai masalah teknis pelatihan termasuk masalah safety

Pelatihan di alam terbuka sangat terkait dengan kemungkinan untuk terkena cedera. Oleh karena itu kemampuan teknis dibidang keselamatan permainan sangat penting dimiliki, walaupun di dalam outbound traning ada tim medis, keselamatan pelatihan berada di tangan fasilitator/instruktur outbound training.

Selain hal diatas, dalam tahap perencanaan outbound ada beberapa yang harus diperhatikan agar kegiatan outbound training  yang dilaksanakan dapat menghasilkan hasil yang optimal, diantaranya adalah..

  • Interview. Ini perlu dilakukan untuk mendapatkan gambaran profil dari peserta outbound. Jangan sampai nantinya permainan super keras diterapkan kepada orang yang punya penyakit tertentu, Selain itu juga agar instruktur tidak terkaget-kaget di lapangan manakala karakter asli dari peserta muncul, sedangkan karakter itu belum tentu disenangi oleh sang instruktur, Jadi sudah ada semacam defend terlebih dahulu agar tidak terkaget-kaget (termasuk solusi bagaimana menanganinya).
  • Variasi permainan. Ini penting dan mesti disesuaikan dengan kondisi dan budget. Semakin pandai seorang instruktur merancang suatu permainan, yang dapat mensimulasikan kerjasama antar anggota tim, semakin besar kemungkinan keberhasilan dari kegiatan outbound training tersebut.
  • Keseriusan dan kesiapan peserta. Bila segala-galanya sudah bagus namun pesertanya tidak serius atau tidak siap, yang ada bisa-bisa hanya akan buang-buang waktu dan tenaga saja. Jadi apa gunanya kegiatan outbound training dilaksanakan.
  • Komunikasi. Saat kegiatan outbound training berlangsung, harapannya karakter yang biasa digunakan para peserta selama di tempat kerja, karakter itulah yang digunakan. Nantinya bisa jadi akan timbul konflik dan bisa jadi masalah dalam komunikasi.

Pelaksanaan Pelatihan Outbound

Pelaksanaan pelatihan Outbound harus berdasarkan pada proses perncanaan dan informasi yang didapatkan tentang kondisi peserta baik dari interview atau data dari perusahaan atau organisasi yang melaksanakan kegiatan. Ada beberapa jenis pelaksanaan kegiatan outbound diantaranya :

  1. Games

Game adalah suatu latihan dimana pesertanya terlibat dalam sebuah kontes dengan peserta lain (atau sekelompok orang) dengan dikenai sejumlah peraturan. Biasanya games meliputi beberapa tipe pembayaran. Sebagian besar games pelatihan sekarang lebih diarahkan pada kompetisi trainee secara individual terhadap dirinya sendiri dari pada berkompetisi dengan sesama trainee. Hal ini menghindari situasi adanya yang menang dan yang kalah.

  1. Simulasi

Simulasi adalah contoh situasi aktual atau imajiner. Simulasi umumnya digunakan untuk melatih operator masa depan dimana akan sangat tidak praktis atau terlalu brbahaya bagi trainee untuk menggunakan peralatan atau lokasi sesungguhnya. Simulasi biasanya dirancang serealistis mungkin supaya treinee dapat belajar dari tindakan mereka tanpa khwatir harus memperbaiki atau mengganti peralatan yang rusak. Contoh simulasi meliputi simulator penerbangan, simulator mengamudi, dan perang-perangan.

  1. Asah Otak

Asah otak berada di kelasnya tersendiri. Bukan merupakan games atau simulasi murni melainkan teka-teki yang dapat menyibukkan pikiran peserta atau menunjukkan titik kuncinya. Asah otak umumnya tidak memiliki peraturan, tapi trainer boleh merancang peraturan mereka sendiri untuk menyesuaikannya dengan sesi pelatihan individual. Asah otak tertentu meliputi latihan-latihan seperti menggabungkan titik dan paling banyak merupakan latihan persepsi.

  1. Bermain Peran

Bermain peran digunakan dalam pelatihan untuk melihat bagaimana peserta bereaksi dalam situasi tertentu sebelum dan sebuah sesi pelatihan. Bermain peran sangat bermanfaat untuk memberikan kesempatan peserta mempraktekkan bagaimana berhubungan dengan orang lain sesuai skenario yang diberikan. Bahkan meski peserta keliru melakukannya, mereka tetap dapat mengambil suatu pelajaran.

  1. Studi Kasus

Definisi studi kasus sama persis dengan yang ditunjukkan namanya. Sebuah kasus (basanya berasal dari daerah kerja peserta) dipelajari oleh kelompok atau oleh individu. Studi mendalam dari hal sesungguhnya atau skenario yang disimulasikan dimaksudkan untuk mengilustrasikan hasil-hasil tertentu. Apabila sebuah kelompok atau individu memiliki jawaban terhadap masalah atau situasi tertentu, maka jawaban tersebut dapat dibandingkan dengan hal yang sesungguhnya terjadi dan hasil-hasil yang muncul dalam peristiwa tersebut.

Kesuksesan sebuah kegiatan pelatihan outbound training di alam terbuka sangat tergantung pada urutan penyajian kegiatannya. Urutan penyajian kegiatan ini sangat terkait dengan kesiapan fisik dan suasana emosi peserta dan keterangsangan emosi peserta pelatihan outbound. Bila urutan kegiatan outbound tidak berhasil membuat suasana gembira yang terus meningkat, maka pelatihan akan sangat membosankan dan tidak menarik. Selain itu penyusunan kegiatan outbound harus pula mampu menumbuhkan perasaan memperoleh tantangan yang semakin meningkat. Kalau kegiatan pelatihan outbound dimulai dengan kegiatan (exercise) yang sangat menantang dan penuh kegembiraan, kemudian pada kegiatan berikutnya kualitas tantangan dan kegembiraan menurun, maka pelatihan outboundnya kurang sukses.

Berikut contoh urutan kegiatan outbound (pelatihan alam terbuka) yang baik.

1)      Do`a bersama (memohon keselamatan kepada pencipta alam semesta)

2)  Stretching/peregangan otot-otot, dimulai dengan lari-lari kecil, senam ringan dan pendinginan/cooling down. Kegiatan olahraga ini harus dilakukan dengan sungguh-sungguh agar otot menjadi lentur , dan tidak terjadi kejang otot ataupun cedera.

3)      Ice-breaking/permainan pemecah kebekuan. Aktivitas pemecah kebekuan dalam kegiatan outbound tujuannya untuk melakukan penghangatan (warming up) para peserta agar terbentuk rasa persahabatan dan terbentuk suasana yang menyenangkan (rapport)

4)      Team building/membangun tim. Setelah pemecah kebekuan dilakukan barulah dilakukan games-games outbound yang berupa team building

5)      Perenungan/refleksi, dilakukan untuk memproses pengalaman dari kegiatan yang telah dilakukan

6)      Penutupan.

Ada banyak cara provider outbound training melakukan kegiatan outboundnya. Metode yang biasa digunakan dalam pelatihan outbound training adalah :

  • Permainan kelompok

Dalam suatu kegiatan outbound training, banyak sekali permainan-permainan yang dilakukan secara berkelompok, baik yang sifatnya fun game maupun bersifat middle game. Beberapa permainan outbound yang biasa dilakukan secara berkelompok diantaranya : Human ladder, Ring berpindah, Hunter my name, Mutiara dalam kerang, hollahop/webbing berantai, all stand up, frantic ballon, train ballon, ball tossing, dan lain-lain

  • Kerja kelompok

Dalam suatu kegiatan outbound training, kerja kelompok  biasa dikerjakan untuk mensimulasikan kehidupan yang nyata dalam permainan-permainan sederhana dalam kegiatan outbound. Beberapa kegiatan outbound yang mensimulasikan kegiatan ini diantaranya: human ladder, time boom, pipa bocor, pulau terkecil, escsape from the island, pulau terkecil, crocodille river, dll.

  • Petualangan individual

Petualan individual perlu dilakukan dalam kegiatan outbound training untuk memberikan pengalaman baru pada para peserta outbound, menambah keberanian, cepat mengambil keputusan dan menambah rasa kemanusiaan. Game dalam petualangan individu biasa ada dalam permaianan high rope maupun permainan outbound lainnya. Diantaranya: flying fox, two line bridge, jembatan elvis, solo camp, repeling, paralayang, airsoftgun, paint ball, dll

  • Ceramah (keterkaitan antara kegiatan simulasi dengan prinsip manajemen)

Ceramah biasa dilakukan dalam kegiatan outbound training di malam hari.

  • Diskusi

Dalam suatu kegiatan outbound traning, diskusi diperlukan untuk memecahkan masalah yang ada, sehingga tujuan/goal dari outbound training yang dilakukan bisa tercapai.

Evaluasi Pelatihan Outbound

Kata Outbound (di Indonesia) awalnya berasal dari Negara Inggris yang merupakan nama sebuah program, “Outward Bound School”. Evaluasi ketercapaian outbond dapat dicermati dari prinsip skenario outbound yang efektif:

  1. Jika outbound bertujuan  mengembangkan kerjasama kelompok, artinya hasil utama yang hendak dicapai adalah peserta mendapatkan pengalaman yang memberi inspirasi untuk makin dapat menyelesaikan misi/ tantangan/ tugas melalui kerjasama yang efektif. Gambaran permainan yang cocok adalah permainan yang hanya bisa berhasil jika dilaksanakan seluruh anggota kelompok secara kerjasama
  2. Jika outbound bertujuan  sebagai simulasi penyelesaian masalah, artinya hasil utama yang hendak dicapai adalah peserta memperoleh pengalaman  yang bisa memberi inspirasi dalam pemecahan suatu masalah secara efektif. Gambaran permainan yang cocok adalah permainan yang membutuhkan analisis dalam pemecahannya. Sifat dinamika bisa individu maupun kelompok
  3. Jika outbound bertujuan  melatih ketahanan mental, artinya hasil utama yang hendak dicapai adalah pengalaman peserta yang dapat menyelesaikan tantangan/ masalah dalam kondisi penuh tekanan (mental). Gambaran permainan yang cocok adalah tantangan/ permainan yang bersifat menguji keberanian/nyali peserta, terutama secara mental
  4. Jika outbound “hanya” bertujuan untuk menjalin  keakraban/ hiburan, artinya hasil utama yang hendak dicapai adalah ketika menyelesaikan kegiatan, peserta bergembira, dan antar mereka makin saling mengenal dan akrab. Gambaran permainan yang cocok adalah permainan yang tidak terlalu berat/ beresiko, bersifat menghibur, dan mengakrabkan suasana.

Kesimpulan

Pelatihan Outbound dikreasikan oleh Kurt Hahn dengan ide pendidikan inovatif yaitu Outward Bound. Pelatihan outbond adalah pelatihan yang dilaksanakan di alam terbuka dengan tujuan utama membuat peserta melupakan kepenatan dan ketegangan dari aktivitas dan rutinitas keseharianya, sehingga setelah melaksanakan outbound training peserta dapat lebih segar kembali dalam aktivitasnya. Pelatihan outbound memiliki materi ice breaking, komunikasi, team building, penyelesaian masalah, dan game kompetisi. Secara umum manajemen pelatihan outbound terdiri dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

1. Perencanaan pelatihan outbound terdiri dari :

  • Menetapkan target/tujuan,
  • menemtukan lokasi kegiatan,
  • menyiapkan alat yang diperlukan,
  • menyiapkan tim instruktur

2. Pelaksanaan pelatihan outbound terdiri dari :

  • Jenis kegiatan pelatihan : Games, Simulasi, Asah otak, Bermain peran, dan Studi kasus
  • Urutan kegiatan pelatihan: Do`a bersama, Stretching/peregangan otot-otot, Ice-breaking/permainan pemecah kebekuan, Team building/membangun tim, Perenungan/refleksi, Penutupan.
  • Metode pelatihan : Permainan kelompok, Kerja kelompok, Petualangan individual, Ceramah, dan Diskusi

3. Evaluasi ketercapaian pelatihan outbound

  • Mengembangkan kerjasama kelompok: peserta mendapatkan pengalaman yang memberi inspirasi untuk makin dapat menyelesaikan tantangan melalui kerjasama yang efektif.
  • Simulasi penyelesaian masalah: peserta memperoleh pengalaman  yang bisa memberi inspirasi dalam pemecahan suatu masalah secara efektif
  • Melatih ketahanan mental: pengalaman peserta yang dapat menyelesaikan tantangan/ masalah dalam kondisi penuh tekanan (mental).
  • Menjalin  keakraban/ hiburan: ketika menyelesaikan kegiatan, peserta bergembira, dan antar mereka makin saling mengenal dan akrab.

Referensi :

Arina, abu. (2007). Excecutive Outbound. (online). tersedia:http://outboundmalang.com/. (17 Mei 2012)

Pusdiklat Pegawai Depdiknas. (2003) Modul Diklat Management of Trainers. Jakarta:Depdiknas

Sudjana. (2007). Sistem dan Manajemen Pelatihan, Teori dan Aplikasi. Bandung: Falah Production

Soenarno, Adi. (2007). Ice Breaker Don’t be Tegang. Yogyakarta: Penerbit Andi

 
1 Komentar

Ditulis oleh pada 4 April 2014 inci Education

 

Tag: , , , ,

Pendidikan dan Pelatihan Pimpinan III

Latar Belakang

Pemerintah mempunyai peranan yang menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan negara yang baik, yang dilakukan bersama dengan unsur-unsur (stakeholders) lainnya yakni dunia usaha (private sectors) dan masyarakat (civil society). Untuk memainkan peranan tersebut, diperlukan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki standar kompetensi yang dipersyaratkan oleh jabatannya masing-masing yang terindikasi dari pengetahuan, wawasannya yang luas dan selalu mengikuti perkembangan terbaru d bidang tugasnya, serta dari nilai, sikap, dan perilakunya yang penuh dengan kesetiaan dan ketaatan kepada negara, bermoral dan bermental baik, netral, sadar akan tanggung jawabnya sebagai pelayan publik, dan mampu menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa.

Untuk dapat membentuk sosok PNS seperti tersebut di atas, perlu dilaksanakan pembinaan melalui jalur Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) bagi seluruh jajaran PNS, terutama terhadap PNS dalam jabatan struktural karena berperan sebagai pengelola dan pelaksana kebijakan publik dan atau keputusan politik. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil dan Surat Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 541/XIII/10/6/2001, 10 Agustus 2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III. PNS harus mempunyai kompetensi yang diidentifikasikan sikap dan perilaku yang penuh dengan kesetiaan dan ketaatan sebagai pelayan publik, serta mampu menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa. Untuk dapat membentuk PNS yang memenuhi kriteria di atas, perlu dilaksanakan pembinaan melalui jalur pendidikan dan pelatihan (diklat) yang mengarah kepada upaya peningkatan:

  1. Sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, bangsa, negara, dan tanah air
  2. Kompetensi teknis, manajerial, dan/atau kepemimpinannya
  3. Efisiensi, efektifitas, dan kualitas pelaksanaan tugas yang dilakukan dengan semangat kerja sama dan tanggung jawab sesuai dengan lingkungan kerja dan organisasinya.

Dalam rangka mencapai tujuan di atas, maka perlu diselenggarakan Diklatpim Tk. III harus dipersiapkan atau direncanakan diklat secara sungguh-sungguh agar pelaksanaan dapat dijalankan secara profesional, efektif dan efisien, dengan menggunakan tata kelola yang akuntabel.

Pengertian Diklatpim Tingkat III

Pendidikan dan pelatihan merupakan proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri Sipil. Diklat bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi.

Dasar Hukum

  • Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999;
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil;
  • Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 193/XIII/10/6/2001 tentang Pedoman Umum Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil;

Jenis Diklat

1. Diklat Prajabatan

Diklat prajabatan merupakan syarat pengangkatan CPNS menjadi PNS. Diklat Prajabatan terdiri dari:

  • Diklat Prajabatan Golongan I untuk menjadi PNS Golongan I;
  • Diklat Prajabatan Golongan II untuk menjadi PNS Golongan II;
  • Diklat Prajabatan Golongan III untuk menjadi PNS Golongan III;

2. Diklat dalam Jabatan

Diklat dalam Jabatan dilaksanakan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap PNS agar dapat melaksanakaan tugas-tugas pemerintahan, dan pembangunan dengan sebaik-baiknya.

Diklat dalam Jabatan terdiri dari :

a. Diklat Kepemimpinan

Diklatpim dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi yang diperlukan dan merupakan syarat bagi PNS yang akan atau telah menduduki jabatan struktural. Diklatpim terdiri atas:

  • Diklatpim Tingkat I adalah Diklatpim untuk Jabatan Struktural Eselon I;
  • Diklatpim Tingkat II adalah Diklatpim untuk Jabatan Struktural Eselon II;
  • Diklatpim Tingkat III adalah Diklatpim untuk Jabatan Struktural Eselon III;
  • Diklatpim Tingkat IV adalah Diklatpim untuk Jabatan Struktural Eselon IV.

b. Diklat Fungsional, dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi yang sesuai dengan jenis dan jenjang Jabatan Fungsional masing-masing.

c. Diklat Teknis, dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi teknis yang diperlukan untuk melaksanakan tugas PNS.

Pelaksanaan Diklat

Sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor, 541/XIII/10/6/2001, tanggal 10 Agustus 2001 tentang Pedoman penyelenggaraan Diklatpim Tk. III dilaksanakan di Badiklat Prov. Jabar selama 49 hari dengan alokasi waktu 360 jam sajian. Untuk kegiatan Observasi Lapangan dilakukan dengan mengadakan kunjungan ke Instansi Pemerintah di mana sasaran itu ditetapkan sesuai dengan topik/tema Diklat. Sedangkan proses pembelajarannya, adalah meliputi :

  1. Jadwal : perlu dibuatkan jadwal waktu pembelajaran dari awal kegiatan hingga akhir kegiatan
  2. Proses kegiatan pembelajaran : dalam proses kegiatan pembelajaran akan saling ada interaksi/komunikasi antara widyaiswara, peserta, pengamat dan petugas sekretariat
  3. Setting tempat pembelajaran, meliputi : setting ruang belajar, ruang sekretariat dan sarana /fasilitas pembelajaran ( laptop, LCD dan sebagainya)
  4. Proses belajar : dalam proses belajar itu terdiri dari SAP (satuan acara pembelajaran), bahan belajar, modul, bahan sajian.

Untitleds

 

Alir Kerja

Apabila digambarkan ke dalam bentuk alir kerja dari proses persiapan sampai pelaporan penyelenggaraan Diklatpim Tk. III, maka dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Alir kerja ini menggambarkan alir kerja penyelenggaraan Diklatpim Tk. III di lingkungan Kemendiknas melingkupi Input, Proses, Output, dan Outcome dengan menekankan pada proses PDCA. Sehingga dengan pendekatan SMM ISO 9001:2008, diklat yang diselenggarakan dapat dilihat terukur tingkat keberhasilannya. Di bawah ini melalui gambar Alir kerja penyelenggaraan Diklatpim Tk. III.

Untitleds

Persyaratan Peserta Dan Widyaiswara

1. Persyaratan Peserta

a. Persyaratan Peserta

Peserta Diklatpim Tingkat III adalah PNS yang telah atau akan menduduki jabatan struktural eselon III yang memiliki persyaratan berikut:

1)      Sikap, Perilaku dan Potensi yang meliputi:

  • moral yang baik;
  • dedikasi dan loyalitas terhadap tugas dan organisasi;
  • kemampuan menjaga reputasi diri dan instansinya;
  • jasmani dan rohani yang sehat;
  • motivasi yang tinggi untuk meningkatkan kompetensi; serta
  • prestasi yang baik dalam melaksanakan tugas.

2)      Usia maksimal 54 tahun untuk eselon III dan 50 tahun untuk eselon IV

3)      Pangkat minimal Penata ( III/c).

4)      Pendidikan serendah-rendahnya sarjana muda bagi pejabat eselon III dan strata satu (S1) untuk pejabat eselon IV, atau yang memiliki kompetensi setara dengan yang penyetaraannya ditetapkan oleh Baperjakat instansi yang bersangkutan.

5)      Menguasai Bahasa Inggris minimal pasif dan memiliki skor TOEFL minimal 350 atau yang setara.

6)      Lulus test yang diselenggarakan oleh Pusdiklat Kemendiknas.

b. Kelengkapan dan persyaratan yang harus dibawa :

Untuk dapat mengikuti Diklatpim Tk. III peserta dapat memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Adapun persyaratan-persyaratan tersebut adalah sebagai berikut:

a)      Surat tugas dari pimpinan unit kerja pengirim

b)      Fotocopy surat keputusan terakhir, dan atau telah menduduki jabatan eselon III

c)      Surat keterangan dokter (lampiran surat keterangan kesehatan).

d)     Pas photo terbaru (berwarna dengan dasar merah) pakaian sipil lengkap (PSL), wanita pakaian nasional, ukuran 4 x 6 = 2 lembar, dan ukuran 3 x 4 = 2 lembar.

e)      Membawa pakaian secukupnya dengan ketentuan:

  • Baju lengan panjang dan dasi bagi pria ( wanita tanpa dasi) untuk selama kegiatan perkuliahan.
  • PSL bagi pria (wanita menyesuaikan) untuk acara pembukaan dan penutupan
  • Seperangkat pakaian olahraga untuk kegiatan senam pagi.

f)       Fotocopy DP3.

 

2. Persyaratan Widyaiswara

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan widyaiswara adalah sebagai berikut.

  1. Memiliki kompetensi sesuai bidangnya atau materi yang akan disajikan
  2. Menguasai materi sajian
  3. Menggunakan pendekatan belajar orang dewasa (andragogi)
  4. Menggunakan media pembelajaran yang relevan dengan TIU dan TIK.
  5. Mampu mengajar dalam tim.
  6. Mampu mengidentifikasi topik mata sajian.
  7. Menyerahkan jurnal mengajar
  8. Berperilaku luwes atau fleksibel dan komunikatif
  9. Menyerahkan matrik kompetensi widyaiswara ke penyelenggara

 

Tata Tertib Peserta

  1. Peserta dinyatakan sah mengikuti diklat apabila telah terdaftar sebelumnya dan setelah diperiksa memenuhi persyaratan.
  2. Peserta yang datang terlambat lebih dari dua hari akan dikembalikan ke instansi yang bersangkutan tanpa penggantian biaya perjalanan.
  3. Selama mengikuti program, peserta diwajibkan berpakaian rapi dan berdasi. Peserta wanita berpakaian bebas, rapi, dan sopan.
  4. Peserta wajib mengenakan tanda pengenal selama mengikuti program diklat.
  5. Peserta harus berpakaian rapi dan sopan ketika berada di ruang makan, ruang tamu, dan selama mengikuti program. Peserta tidak boleh menggunakan sandal dan atau celana pendek  di ruang makan atau di ruang tamu.
  6. Di luar kegiatan perkuliahan dan obsevasi lapangan atau kegiatan resmi lainnya, peserta  oleh berpakaian tanpa dasi.
  7. Peserta tidak diperkenankan menerima tamu pada jam-jam kegiatan, kecuali bila ada hal-hal yang sangat penting dan mendesak.
  8. Kecuali atas izin panitia dan untuk hal-hal yang sangat mendesak, peserta tidak diperkenankan meninggalkan salah satu kegiatan yang telah dijadwalkan.
  9. Peserta tidak diperkenankan menggunakan handphone dalam kegiatan perkuliahan, ceramah, atau diskusi kelompok.
  10. Peserta menyediakan sendiri perlengkapan pribadi selam mengikuti program.
  11. Peserta harus mengikuti seluruh kegiatan yang diprogramkan dan menandatangani daftar hadir yang disediakan.
  12. Peserta dilarang merokok selama berlangsungnya kegiatan dan di tempat-tempat yang terdapat tanda larangan merokok.
  13. Peserta harus senantiasa menjaga kebersihan serta menjaga norma-norma etika dan susila selama mengikuti kegiatan diklat. Peserta yang diketahui melakukan perbuatan asusila akan dikembalikan ke instansinya.
  14. Peserta berpartisipasi aktif dalam mengikuti kegiatan, baik pada waktu perkuliahan, observasi lapangan, senam kesegaran jasmani, dan kegiatan lain yang diprogramkan.
  15. Jadwal makan diatur sebagai berikut :
    1. Makan pagi : pukul 06.30 – 07.00
    2. Makan siang : pukul 13.00 – 14.00
    3. makan malam : pukul 18.00 – 19.00
    4. makanan kecil dan minuman disesuaikan dengan kegiatan.

 

Metode Pembelajaran

Metode Pembelajaran yang digunakan dalam program Diklatpim Tk. III Kemendiknas perlu mencakupkan penggunaan metode berikut.

  1. Ceramah dan tanya jawab.

Kegiatan ceramah pada sesi perkuliahan merupakan kegiatan belajar mengajar penyampaian materi yang mencakup semua mata ajar, seperti yang tercantum dalam struktur program. Di dalam ceramah diikuti tanya jawab sebagai penjelasan atau kelengkapan baik dari widyaiswara dan peserta, sehingga sajian menjadi lebih dinamis dan menarik, tidak membosankan

  1. Diskusi

Diskusi merupakan bagian dari program pembelajaran yang melibatkan seluruh peserta yang dilaksanakan oleh masing-masing widyaiswara, sebagai bagian dari teknik/metode dalam proses pembelajaran dalam mengungkapkan aspirasi atau pemikiran tentang permasalahan yang didiskusikan, sehingga dapat mempertajam dan melandasi dalam proses sajian tersebut.

  1. Simulasi dan permainan peran

Pada tahap simulasi ini, peserta diajak dan dilibatkan dalam suatu kasus tertentu yang berkaitan dengan sajian yang diberikan, agar seakan-akan peserta merasakan dan mengalami apa yang diperankan atau disimulasikan pada materi yang disajikan. Dalam simulasi atau permainan peran ini menjadikan bukti awal dan sebagai pengalaman nyata yang dirasakan oleh peserta

  1. Praktik

Kegiatan praktik dirancang agar setiap peserta memperoleh kesempatan menerapkan teknik atau prosedur yang dipelajari. Ini dilakukan berkenaan dengan materi yang disajikan baik secara kelompok atau indIIIidu untuk agar peserta dapat melakukan dan membandingkan antara teori dan kenyataan di lapangan (dikerjakan)

  1. Analisis Kasus

Metode pembelajaran ini dirancang agar setiap peserta dapat mengalami atau merasakan dalam menghadapi kasus, untuk dibahas dari materi yang disajikan. Hal ini dilakukan untuk melihat sejauh mana tingkat kesungguhan peserta dalam melakukan analisis terhadap kasus-kasus yang diberikan dan dapat menyusun langkah-langkah untuk mengambil keputusan dari hasil dianalisis oleh peserta dari kasus tersebut.

Pada lingkup ini peran fasilitator atau widyaiswara sangat penting dan dapat dan bahkan diharapkan memperkaya proses pembelajaran dengan menggunakan metode lain. Fasilitator tidak diperkenankan menggunakan metode tertentu yang tidak terkait benar dengan upaya mencapai tujuan pembelajaran. Fasilitator juga dilarang keras hanya menggunakan satu metode pembelajaran seperti ceramah.

EVALUASI KEGIATAN DIKLAT

Evaluasi adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan informasi yang valid dan reliabel untuk membuat keputusan tentang penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Sedangkan evaluasi terhadap penyelenggaraan Diklatpim Tk. III dilakukan melalui, penilaian terhadap : peserta, kinerja penyelenggaraan, dan Widyaiswara.

A. Evaluasi Terhadap Peserta

Penilaian terhadap peserta diklat meliputi dua aspek, yaitu aspek sikap dan perilaku kepemimpinan dengan bobot 45 %, dan aspek akademis/penguasaan materi dengan bobot 55 %. Nilai terendah 0 (nol) dan nilai tertinggi adalah 100.

1. Penilaian Aspek Sikap dan Perilaku Kepemimpinan

Unsur yang dinilai dalam aspek ini dan bobotnya masing-masing adalah disiplin (10%), kerjasama (10%), Prakarsa (10%), dan kepemimpinan (15%). Pengumpulan informasi penilaian sikap dan perilaku kepemimpinan dilakukan oleh fasilitator (widyaiswara), penyelenggara (pengamat), atau tenaga lain yang ditugaskan. Pengamatan aspek sikap dan perilaku ini dilakukan dalam:

  • kegiatan belajar dikelas
  • kegiatan harian di asrama
  • kegiatan diskusi dan penyusunan kertas kerja/tugas-tugas dan seminar
  • kegiatan olah raga dan kegiatan ekstrakurikuler lainnya
  • kegiatan out bound, dan
  • kegiatan observasi lapangan.

Indikator yang dinilai dari masing-masing unsur sikap dan perilaku kepemimpinan adalah sebagai berikut :

a)      Disiplin

Disiplin adalah ketaatan dan kepatuhan peserta terhadap seluruh ketentuan yang telah ditetapkan penyelenggara. Indikator mengenai hal ini diperoleh dari :

  • kerapian berpakaian,
  • ketepatan hadir dalam setiap kegiatan
  • kesungguhan mengikuti setiap kegiatan, serta
  • kejujuran dan kesungguhan dalam melaksanakan tugas.

b)     Kerjasama

Kerjasama adalah kemampuan untuk berkoordinasi dalam menyelesaikan tugas secara tim, serta mampu meyakinkan dan mempertemukan gagasan. Indikator kerjasama adalah :

  • kontribusi dalam menyelesaikan tugas bersama
  • membina keutuhan dan kekompakan kelompok
  • tidak mendikte atau mendominasi kelompok, serta
  • mau menerima pendapat orang lain.

c)         Prakarsa

Prakarsa adalah kemampuan untuk mengajukan gagasan yang bermanfaat bagi kepentingan kelompok atau kepentingan yang lebih luas. Indikator prakarsa adalah:

  • membantu menciptakan iklim yang menggairahkan
  • mampu mengajukan saran untuk kelancaran diklat
  • aktif mengajukan pertanyaan yang relevan, serta
  • mampu mengendalikan diri, waktu, situasi, dan lingkungan.

d)     Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah kemampuan bersikap taat asas, bertanggung jawab, memiliki visi ke depan, serta mampu memperdayakan tim secara demokratis. Indikator kepemimpinan adalah:

  • konsisten dan bertanggung jawab
  • visioner
  • memberdayakan, serta
  • demokratis.

Penilaian terhadap sikap dan perilaku kepemimpinan peserta dilakukan berdasarkan pengamatan yang cermat oleh widyaiswara, penyelenggara, pembimbing, pendamping, pengamat dan lain-lain pihak yang secara fungsional bertanggung jawab dalam proses belajar-mengajar selama diklat berlangsung baik kegiatan di dalam maupun diluar kelas.

2. Penilaian Aspek Akademis/Penguasaan Materi

Unsur yang dinilai mengenai aspek penguasaan materi dan bobotnya adalah sebagai berikut :

  • Hasil ujian akhir                          : 20 %
  • Kertas Kerja Perseorangan     : 15 %
  • Kertas Kerja Kelompok             : 10 %
  • Observasi lapangan                  : 10 %

                                   Jumlah                         : 55 %

Nilai aspek akademis/penguasaan materi merupakan penjumlahan Nilai bobot ujian akhir, Kertas Kerja Perseorangan (KKP), Kertas Kerja Kelompok (KKK), dan Observasi Lapangan (OL) dengan ketentuan:

a)      Ujian Akhir

Ujian akhir terutama difokuskan pada aspek kemampuan kognitif dan bersifat komprehensif, dilakukan setelah seluruh mata diklat dalam kurikulum Diklatpim Tingkat III diberikan. Penyiapan soal ujian akhir, penyelenggaraan ujian, serta koreksi dan penilaiannya dilakukan bersama Lembaga Administrasi Negara (LAN).

b)     Penilaian terhadap kualitas dan penguasaan KKP

KKP adalah karya tulis yang disusun oleh setiap peserta berupa rencana kerja peningkatan kinerja yang akan dicapai setelah peserta kembali ke unit kerjanya masing-masing dan diseminarkan. Nilai KKP diberikan oleh Widyaiswara dan atau  pembimbing pada saat pendalaman dan penyajian dalam seminar, yang meliputi indikator sebagai berikut:

  1. Kualitas KKP, terdiri atas :

  • Identifikasi masalah
  • Analisis masalah
  • Pemecahan masalah
  • Sistematika penulisan

  1. Kualitas presentasi, terdiri dari :

  • Efektifitas teknik presentasi
  • Penguasaan materi.

c)      Penilaian terhadap penguasaan KKK

KKK adalah kertas kerja yang disusun oleh kelompok-kelompok peserta diklat dengan fokus bahasan sesuai dengan tema Diklatpim Tk. III. Nilai KKK diberikan oleh Widyaiswara pemandu diskusi, penilai atau nara sumber pada saat diskusi penyusunan dan seminar KKK yang meliputi indikator sebagai berikut:

  • Kesungguhan dalam partisipasi
  • Kualitas hasil pemikiran
  • Keefektifan menyampaikan pertanyaan, jawaban dan tanggapan.

d)     Penilaian terhadap penguasaan materi Observasi Lapangan (OL).

Observasi lapangan adalah kegiatan pembelajaran yang memberikan kemampuan untuk melakukan pengumpulan data yang berhubungan dengan praktek pelayanan publik untuk memperkaya penulisan KKK dan KKP. Penilaian terhadap Observasi lapangan meliputi kegiatan-kegiatan dengan indikator sebagai berikut:

  1. Pelaksanaan OL

  • Kemampuan mengidentifikasi masalah
  • Kemampuan menempatkan diri sebagai peserta diklat.

  1. Pra seminar

  • Kualitas hasil pemikiran
  • Teknik menyampaikan pertanyaan jawaban
  • Kemampuan mengakomodasi.

  1. Seminar
  • Presentasi Kertas Kerja Observasi Lapangan (KKOL)
  • Menerima masukan nara sumber.

Penilaian terhadap peserta dalam aspek akademis/penguasaan materi dilakukan berdasarkan pemeriksaan yang cermat terhadap hasil ujian akhir, kualitas kertas kerja, penyajian dan penguasaan KKP, partisipasi dan kualitas pemikiran, pembahasan dan tanggapan dalam penyusunan KKK, kemampuan melakukan OL dan partisipasi dalam seminar. Penilaian aspek akademis/penguasaan materi ini dilakukan oleh penyelenggara, widyaiswara, pembimbing, nara sumber, dan moderator seminar.

3. Hasil Akhir Kelulusan Peserta

Evaluasi akhir dilakukan untuk menentukan kualifikasi kelulusan peserta, oleh suatu tim yang terdiri dari :

  • Kapusdiklat ( selaku ketua tim rapat evaluasi akhir)
  • Kepala Biro Kepegawaian Kemendiknas
  • Pejabat dari LAN
  • Kabid Program dan Evaluasi (penanggung jawab evaluasi program diklat)
  • Para ketua penyelenggara, sekretaris, koordinator widyaiswara.

Evaluasi ditetapkan berdasarkan informasi yang dihimpun oleh petugas berikut :

  • Fasilitator mata diklat
  • Petugas pengamat dari masing-masing Satgas
  • Pemandu pada waktu diskusi dan seminar
  • Pemeriksa KKP dan KKK
  • Pemeriksa ujian dari LAN
  • Pimpinan dan pendamping kegiatan Observasi Lapangan.

Rapat pengambilan keputusan juga dapat menggunakan masukan dari para peserta dalam menentukan peringkat kelulusan.

4. Kualifikasi Kelulusan

Kualifikasi kelulusan peserta ditetapkan sebagai berikut :

  • Sangat Memuaskan (skor : 92,5 – 100);
  • Memuaskan (skor : 85 – 92,4)
  • Baik Sekali (skor : 77,5 – 84,99)
  • Baik (70 – 77,4); serta
  • Tidak Lulus (skor dibawah 70).

Apabila nilai rata-rata akhir yang dicapai peserta kurang dari 70 dinyatakan tidak lulus. Ketidak hadiran peserta melebihi 5% dari keseluruhan jumlah jam pelajaran (sejak pembukaan sampai dengan penutupan) dinyatakan gugur.

5. Sertifikasi

Kepada peserta diklat yang telah menyelesaikan seluruh program dengan baik dan dinyatakan lulus, diberikan Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP).

Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan

Penilaian kinerja penyelenggaraan adalah upaya untuk menentukan tingkat kinerja penyelenggara. Aspek yang dinilai terhadap kinerja penyelenggara adalah sebagai berikut :

  1. Efektifitas penyelenggaraan.
  2. Kesiapan dan ketersediaan sarana diklat.
  3. Kesesuaian pelaksanaan program dengan rencana.
  4. Kebersihan kelas, asrama, kafetaria, dan toilet.
  5. Ketersediaan dan kelengkapan bahan diklat.
  6. Ketersediaan fasilitas olahraga, kesehatan, dan ibadah.
  7. Pelayanan terhadap peserta dan fasilitator.
  8. Administrasi diklat peserta meliputi :
  • Sejauhmana penatausahaan Diklat telah dilaksanakan dengan baik;
  • Tersusunnya seluruh dokumen dan bahan-bahan diklat dalam suatu file.

Hasil diolah dan disimpulkan oleh penyelenggara sebagai bahan masukan untuk penyempurnaan program diklat yang akan datang dan bahan akreditasi Lembaga Diklat.

Evaluasi Terhadap Widyaiswara

Aspek yang dinilai dari widyaiswara adalah sebagai berikut :

  1. Pencapaian tujuan instruksional.
  2. Sistematika penyajian.
  3. Kemampuan menyajikan/memfasilitasi sesuai program diklat.
  4. Ketepatan waktu kehadiran dalam penyajian.
  5. Penggunaan metode diklat.
  6. Penggunaan sarana diklat.
  7. Perilaku dalam memfasilitasi pembelajaran.
  8. Cara menjawab pertanyaan peserta.
  9. Penggunaan bahasa.
  10. Pembinaaan motifasi kepada peserta
  11. Penguasaan materi
  12. Kerapian berpakaian
  13. Kerjasama di antara para widyaiswara/fasilitator (dalam tim)

Penilaian terhadap widyaiswara dilakukan oleh peserta dan penyelenggara diklat. Hasilnya diolah dan disampaikan oleh penyelenggara kepada setiap widyaiswara pada masa yang akan datang.

Pelaporan

Setelah selesai pelaksanaan Diklat Kepemimpinan Tingkat III, Ketua Penyelenggara menyampaikan laporan tertulis hasil pelaksanaan diklat kepada Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kemendiknas, tembusan kepada Kepala Bidang Penyelenggaraan, Bidang Program dan Evaluasi, dan sumber dana (Rutin). Adapun tujuan pembuatan laporan adalah :

  1. Sebagai pertanggungjawaban panitia atau satgas dalam penyelenggaraan diklat yang harus dipenuhi.
  2. Sebagai bahan evaluasi tingkat keberhasilan panitia atau satgas dalam penyelenggaraan diklat.
  3. Sebagai bahan informasi dalam pengambilan keputusan untuk penyelenggaraan diklat pada masa yang akan datang.
  4. Untuk perbaikan-perbaikan secara berkelanjutan.

 

Kesimpulan

Persiapan diklat melalui Bidang Program dan Evaluasi, khusus Diklatpim III menjabarkan struktur program dari Lembaga Administrasi Negara (LAN) menjadi jadwal operasional harian sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh LAN. Di samping itu melakukan proses persiapan-persiapan yang meliputi widyaiswara, modul, peserta yang berkaitan dengan Diklatpim. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan diklat, maka Bidang Program dan Evaluasi melakukan persiapan evaluasi terhadap seluruh jenis diklat dengan menggunakan format evaluasi yang telah ditetapkan dengan 3 kelompok evaluasi yaitu; evaluasi terhadap peserta, evaluasi terhadap penyelenggaraan, dan evaluasi terhadap widyaiswara.

Pelaksanaan diklat ditugaskan kepada Bidang Penyelenggaraan, setelah menerima program dan peserta dari Bidang Program dan Evaluasi. Bidang Penyelenggara melakukan persiapan-persiapan, antara lain; pemanggilan peserta, penerimaan, penyusunan jadwal, kelengkapan peserta, proses pembelajaran, observasi lapangan, seminar, verifikasi widyaiswara, penutupan, pengembalian peserta dan pelaporan penyelenggaraan diklat.

 

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 4 April 2014 inci Education

 

Tag: , , , , , , ,

Model Pelatihan Sertifikasi Guru

Latar Belakang

Salah satu cara meningkatkan kinerja serta keprofesionalan dari Guru adalah dengan adanya Pendidikan dan Latihan (Diklat). Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) merupakan salah satu bentuk kegiatan dari program pengembangan sumber daya manusia (personal development) yang strategis karena program diklat selalu berkaitan dengan masalah nilai, norma, dan perilaku individu dan kelompok. Program diklat selalu direncanakan untuk tujuan-tujuan, seperti pengembangan pribadi, pengembangan profesional, pemecahan masalah, tindakan yang remidial, motivasi, meningkatkan mobilitas, dan keamanan anggota organisasi.

Tujuan utama Pendidikan dan Latihan dari Guru adalah untuk memperoleh kecakapan khusus yang diperlukan oleh Guru dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas sekolah. PLPG adalah salah satu program pemerintah yang digariskan harus dapat memberikan jaminan terpenuhinya standar kompetensi guru (1) pedagogik, (2) profesional, (3) kepribadian, dan (4) sosial. Dengan adanya PLPG ini di harapkan guru sebagai pendidik mempunyai kompetensi yang memadai dan berguna untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang efekttif.

Pendidikan Dan Latihan Profesi Guru

Pendidikan dan pelatihan adalah merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya aparatur, terutama untuk peningkatan profesionalime yang berkaitan dengan, keterampilan administrasi dan keterampilan manajemen (kepemimpinan). Sebagaimana yang dikemukakan oleh Soekijo (1999:4) bahwa untuk meningkatkan kualitas kemampuan yang menyangkut kemampuan kerja, berpikir dan keterampilan maka pendidikan dan pelatihan yang paling penting diperlukan.

Menurut Pandodjo dan Husman (1998:4) pendidikan merupakan usaha kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum seseorang termasuk di dalamnya teori untuk memutuskan persoalan-persoalan yang menyangkut kegiatan pencapaian tujuan. Sedangkan latihan merupakan kegiatan untuk memperbaiki kemampuankerja melalui pengetahuan praktis dan penerapannya dalam usaha pencapaian tujuan.

Para ahli mengemukakan berbagai definisi maupun batasan tentang pendidikan dan pelatihan, terutama para ahli yang berada di ilmu administrasi atau manajemen (administrasi kepegawaian, manajemen kepegawaian, manajemen personalia, manajemen SDM) yang pada prinsipnya memberikan batasan yang tidak jauh berbeda.

Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) merupakan pola sertifikasi dalam bentuk pelatihan yang diselenggarakan oleh Rayon LTPK untuk memfasilitasi terpenuhinya standar kompetensi guru peserta sertifikasi. Beban belajar PLPG sebanyak 90 jam pembelajaran dan dilaksanakan dalam bentuk perkuliahan dan workshop menggunakan pendekatan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan (PAIKEM).

Latar Belakang  PLPG

Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru menyatakan guru adalah pendidik professional. Guru yang dimaksud meliputi guru kelas, guru mata pelajaran, guru bimbingan dan konseling/ konselor, dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan.

Guru profesional dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik yang relevan dengan mata pelajaran yang diampunya dan menguasai kompetensi sebagaimana dituntut oleh Undang-undang Guru dan Dosen. Pengakuan guru sebagai pendidik profesional dibuktikan dengan sertifikat pendidik yang diperoleh melalui suatu proses sistematik yang disebut sertifikasi. Sertifikasi bagi guru dalam jabatan sebagai salah satu upaya peningkatan mutu guru diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan pada satuan pendidikan formal secara berkelanjutan. Guru dalam jabatan yang telah memenuhi persyaratan dapat mengikuti sertifikasi melalui jalur PLPG (Pendidikan Latihan Profesi Guru).

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 tentang Sertifikasi bagi Guru Dalam Jabatan, berikut jalur pelaksanaan sertifikasi bagi guru dalam jabatan :

1

Dasar Hukum

Sertifikasi bagi guru dalam jabatan sebagai upaya meningkatkan profesionalitas guru di Indonesia, diselenggarakan berdasarkan landasan hukum sebagai berikut :

  1. Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
  2. Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
  3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
  4. Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru.
  5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2005 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik.
  6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 tentang Sertifikasi bagi Guru Dalam Jabatan.

Tujuan

Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) bertujuan untuk meningkatkan kompetensi, profesionalisme, dan menentukan kelulusan guru peserta sertifikasi.

Peserta

Peserta PLPG adalah guru yang bertugas sebagai guru kelas, guru mata pelajaran, guru bimbingan dan konseling atau konselor di sekolah , serta guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang memilih (1) sertifikasi pola PLPG, (2) pola portofolio tetapi tidak lulus tes awal atau tidak lulus penilaian portofolio, atau tidak lulus verifikasi berkas portofolio, dan (3) PSPL tetapi berstatus tidak memenuhi persyaratan. Peserta yang memilih pola PLPG secara langsung harus menyerahkan:

  1. fotokopi Ijazah S-1 atau D-IV, serta Ijazah S-2 dan atau S-3 (bagi yang memiliki) dan disahkan oleh perguruan tinggi yang mengeluarkan,
  2. fotokopi SK pengangkatan dan SK terakhir yang disahkan oleh pejabat terkait,
  3. fotokopi SK mengajar dari Kepala Sekolah yang disahkan oleh atasan, dan
  4. Format A1 yang telah ditandatangani oleh LPMP dan Dinas Pendidikan Kabupaten/kota.

Peserta yang dipanggil untuk mengikuti PLPG harus membawa referensi, data yang relevan dengan bidang keahlian masing-masing, dan Laptop. Guru kelas dan guru mata pelajaran membawa kurikulum, buku, referensi, contoh RPP, dan diharapkan membawa laptop. Guru BK membawa buku, referensi, contoh rencana program layanan dan bimbingan, contoh laporan pelaksanaan bimbingan, data-data relevan, dan laptop. Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan membawa buku, referensi, contoh RKA, RKM, contoh laporan kepengawasan, data-data relevan, dan laptop.

Peserta PLPG yang tidak memenuhi panggilan karena alasan yang dapat dipertanggungjawabkan diberi kesempatan untuk mengikuti PLPG pada panggilan berikutnya pada tahun berjalan selama PLPG masih dilaksanakan. Peserta yang tidak memenuhi 2 kali panggilan dan tidak ada alasan yang bisa dipertanggungjawabkan dianggap mengundurkan diri. Apabila sampai akhir masa pelaksanaan PLPG peserta masih tidak dapat memenuhi panggilan karena alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, peserta tersebut diberi kesempatan untuk mengikuti PLPG hanya pada tahun berikutnya tanpa merubah nomor peserta. Bagi peserta yang tidak dapat menyelesaikan PLPG dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan diberi kesempatan untuk melanjutkan PLPG hanya pada tahun berikutnya.

Penyelenggaraan

Penyelenggaraan PLPG dilakukan berdasarkan proses baku sebagai berikut :

  1. PLPG dilaksanakan oleh LPTK penyelenggara sertifikasi guru dalam jabatan yang telah ditetapkan Pemerintah dan didukung oleh Perguruan Tinggi yang memiliki program studi relevan dengan bidang studi/mata pelajaran guru peserta PLPG.
  2. PLPG diselenggarakan selama minimal 10hari dan bobot 90 Jam Pertemuan (JP), dengan alokasi 22 JP teori dan 68 JP praktik. Satu JP setara dengan 50 menit.
  3. Penentuan tempat pelaksanaan PLPG harus memperhatikan kelayakan (representatif dan kondusif) untuk proses pembelajaran.
  4. Rombongan belajar (rombel) PLPG diupayakan satu bidang keahlian/mata pelajaran.
  5. Satu rombel maksimal 36 orang peserta, dan satu kelompok peer teaching/peer counseling/peer supervising maksimal 12 orang peserta.
  6. Dalam kondisi tertentu jumlah peserta satu rombel atau kelompok peer teaching/peer counseling/peer supervising dapat disesuaikan.
  7. Satu kelompok peer teaching/peer counseling/peer supervising difasilitasi oleh satu  yang memiliki NIA yang relevan termasuk pada saat ujian.
  8. PLPG diawali pretest secara tertulis (1 JP) untuk mengukur kompetensi pedagogik dan professional awal peserta.
  9. Pembelajaran dalam PLPG dilakukan dalam bentuk workshop yang didahului dengan penyampaian materi penunjang workshop dengan menggunakan multi media dan multi metode yang berbasis pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM).
  10. PLPG diakhiri uji kompetensi dengan mengacu pada rambu-rambu pelaksanaan PLPG. Uji kompetensi meliputi uji tulis dan uji kinerja (ujian praktik).

Materi

Materi PLPG disusun dengan memperhatikan empat kompetensi guru, yaitu:  (1) pedagogik, (2) profesional, (3) kepribadian, dan (4) sosial. Standardisasi kompetensi dirinci dalam materi PLPG ditentukan oleh LPTK penyelenggara sertifikasi dengan mengacu pada rambu-rambu yang ditetapkan oleh Dirjen Dikti/Ketua Konsorsium Sertifikasi Guru dan hasil need assesment. Materi PLPG dapat berupa buku, diktat, atau modul. Oleh karena pembelajaran dalam PLPG lebih menekankan workshop, sebaiknya bahan ajar dikemas bentuk modul. Modul, paling tidak mencakup: tujuan pembelajaran (kompetensi yang ingin dicapai), paparan materi, latihan-latihan, evaluasi, kunci jawaban, dan daftar Pustaka.

Instruktur

Instruktur PLPG direkrut dan ditugaskan oleh Ketua Rayon LPTK Penyelenggara dengan syarat-syarat sebagai berikut.

  1. Warga negara Indonesia yang berstatus sebagai dosen pada Rayon LPTK Penyelenggara Sertifikasi, dosen pada perguruan tinggi pendukung (perguruan tinggi non-kependidikan), dan widyaiswara pada LPMP/P4TK di wilayah Rayon LPTK Penyelenggara Sertifikasi.
  2. Memiliki NIA yang relevan atau dalam kondisi tertentu serumpun dengan mata pelajarannnya.
  3. Sehat jasmani/rohani dan memiliki komitmen, kinerja yang baik, serta sanggup melaksanakan tugas.
  4. Berpendidikan minimal S-2 (dapat S-1 dan S-2 kependidikan; atau S-1 kependidikan dan S-2 nonkependidikan; atau S-1 nonkependidikan dan S-2 kependidikan). Khusus untuk bidang kejuruan, instruktur dapat berkualifikasi S-1 dan S-2 nonkependidikan yang relevan dan memiliki Akta V atau Akta IV atau sertifikat Applied Approach.
  5. Instruktur yang berstatus dosen harus memiliki pengalaman mengajar pada bidang yang relevan sekurang-kurangnya 10 tahun, khusus bagi instruktur pelatihan guru BK diutamakan memiliki pengalaman menjadi konselor di sekolah. Instruktur yang berasal dari LPMP/P4TK harus memiliki pengalaman menjadi Widyaiswara sekurang-kurangnya 10 tahun dan memiliki latar belakang pendidikan yang relevan dengan bidang studi yang diampu.
  6. Instruktur untuk PLPG guru yang diangkat dalam jabatan pengawas diutamakan dosen yang memiliki kompetensi kepengawasan rumpun mata pelajaran yang relevan dan sudah memiliki Nomor Induk Asesor (NIA) untuk bidang kepengawasan.
  7. Bidang keahlian/mata pelajaran instruktur harus relevan atau serumpun sesuai dengan Lampiran 23.
  8. Apabila Rayon LPTK tidak memiliki prodi yang sama dengan mapel guru yang disertifikasi, dapat melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi.
  9. Kerjasama antara Rayon LPTK dengan PT Pendukung dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut.
  10. Rayon LPTK (Induk/Mitra) harus memiliki program studi yang dapat memayungi program studi yang ada pada PT Pendukung. Program studi payung tersebut sekurang-kurangnya serumpun.
  11. Apabila Rayon LPTK tidak memiliki prodi yang dapat memayungi kerja sama dengan PT Pendukung, maka fakultas pendidikan yang memiliki prodi relevan dapat dijadikan sebagai payung prodi.
  12. Untuk Rayon yang berbentuk FKIP tetapi tidak memiliki prodi yang dapat memayungi kerjasama dengan PT Pendukung, maka FKIP dapat menjadi payung kerja sama apabila di perguruan tinggi dari FKIP tersebut atau mitranya memiliki fakultas yang relevan dengan mapel guru yang disertifikasi.
  13. Apabila dalam satu Rayon LPTK dan PT Pendukung tidak memiliki prodi yang relevan dengan mapel guru yang disertifikasi, Rayon LPTK dapat melakukan pelimpahan tugas dan wewenang dengan rayon LPTK lain. Rambu-rambu pelimpahan tugas dan wewenang sertifikasi guru sebagai berikut.

Alternatif 1

  • Rayon LPTK asal mengundang instruktur dari Rayon LPTK tujuan.
  • Seluruh biaya pelaksanaan PLPG yang terdiri atas honor, transport, penginapan instruktur dan biaya sertifikat pendidik menjadi beban Rayon LPTK asal.
  • Sertifikat pendidik diterbitkan oleh Rayon LPTK tujuan.

Alternatif 2

  • Rayon LPTK asal mengirimkan peserta ke Rayon LPTK tujuan
  • Seluruh biaya pelaksanaan PLPG yang terdiri atas: honor dan transport instruktur dan panitia PLPG, biaya modul, biaya sertifikat pendidik, uang harian peserta menjadi beban Rayon LPTK asal.
  • Sertifikat pendidik diterbitkan oleh Rayon LPTK tujuan.

 

Skenario Workshop

Pada saat workshop, setiap kelas (36 peserta) difasilitasi oleh minimal dua orang instruktur/asesor, dan paling tidak, salah satu di antaranya memiliki NIA. Skenario workshop adalah sebagai berikut.

1. Untuk guru kelas dan guru mata pelajaran

a. Penelitian Tindakan (PT) atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Workshop PTK merupakan tindak lanjut dari pendalaman materi PTK sebelumnya. Workshop dilakukan dengan skenario sebagai berikut.

  • Peserta difasilitasi instruktur mengidentifikasi masalah-masalah pembelajaran yang ada di kelas pada sekolah tempat tugasnya
  • Peserta memilih masalah yang paling penting dan memerlukan pemecahan dengan segera
  • Peserta membuat rancangan proposal Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Penelitian Tindakan (PT) yang sekurang-kurangnya mengandung unsur: (1) judul, (2) latar belakang masalah, (3) rumusan masalah, (4) kajian teori walaupun hanya point-point yang akan dibahas (5) metodologi penelitian tindakan kelas, sekurang-kurangnya berisi: setting, skenario PTK, dan kriteria keberhasilan PTK/PT.
  • Peserta mempresentasikan rancangan proposalnya

b. Pengembangan Perangkat Pembelajaran

  • Peserta difasilitasi instruktur melakukan orientasi dan diskusi model-model silabus, RPP, lembar kerja siswa (LKS), rancangan bahan ajar, media, dan instrumen asesmen
  • Peserta memilih standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang akan dikembangkan menjadi perangkat pembelajaran
  • Peserta didampingi instruktur mengembangkan perangkat pembelajaran, yang terdiri atas:
  1. Silabus (SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, dan sumber )
  2. RPP (sekurang-kurangnya memuat: perumusan tujuan/ kompetensi, pemilihan dan pengorganisasian materi, pemilihan sumber/ media pembelajaran, skenario pembelajaran, dan penilaian proses dan hasil belajar.
  3. Rancangan bahan ajar (untuk modul paling tidak mencakup: tujuan pembelajaran/kompetensi yang ingin dicapai, paparan materi, latihan-latihan, evaluasi, kunci jawaban, dan daftar Pustaka)
  4. Media pembelajaran
  5. LKS dan perangkat penilaian
  • Presentasi dan refleksi hasil workshop

2. Bagi Guru BK

a. Penelitian Tindakan (PT) atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

(Penjelasannya dapat dilihat pada nomor 1a)

b. Program Pelayanan Bimbingan dan Konseling (PPBK)

  • Peserta difasilitasi instruktur mengidentifikasi masalah-masalah layanan bimbingan yang pernah dilakukan
  • Peserta memilih program layanan yang paling banyak ditemukan di tempat tugasnya
  • Peserta membuat rancangan PPBK yang sekurang-kurangnya memuat: nama program, lingkup bidang (pendidikan/belajar, karier, pribadi, sosial, akhlak mulia/budi pekerti), yang di dalamnya berisi tujuan, materi kegiatan, strategi, instrumen dan media, waktu kegiatan, biaya, rencana evaluasi dan tindak lanjut.
  • Peserta mempresentasikan rancangan PPBK-nya

c. Laporan Layanan Bimbingan dan Konseling

  • Peserta difasilitasi instruktrur mengidentifikasi layanan bimbingan yang belum dilaporkan
  • Peserta memilih layanan bimbingan yang akan dilaporkan
  • Peserta membuat laporan layanan bimbingan dan konseling yang sekurang-kurangnya memuat: agenda kerja guru bimbingan dan konseling, daftar konseli (siswa), data kebutuhan dan permasalahan konseli, laporan bulanan, laporan semesteran/tahunan, aktivitas pelayanan bimbingan dan konseling (pemahaman, pelayanan langsung, pelayanan tidak langsung) dan laporan hasil evaluasi program bimbingan dan konseling.

 

3. Bagi guru yang diangkat dalam jabatan Pengawas Satuan Pendidikan

a. Penelitian Tindakan (PT) atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

(Penjelasannya dapat dilihat pada nomor 1a)

b. Pengembangan Perangkat Pembelajaran

(Penjelasannya dapat dilihat pada nomor 1b)

c. Rencana Kepengawasan Manajerial

  • Peserta difasilitasi instruktur mengidentifikasi masalah-masalah manajerial yang ditemui di sekolah binaannya
  • Peserta memilih masalah yang paling banyak ditemukan di sekolah binaannya
  • Peserta membuat rencana kepengawasan manajerial yang dalam hal ini berupa rencana pengelolaan informasi untuk memecahkan masalah yang terkait dengan manajemen sekolah, yang sekurang-kurangnya memuat: masalah yang akan dipecahkan, tujuan pemecahan masalah, indikator keberhasilan, teknik pengumpulan masukan, skenario kegiatan pengambilan keputusan, rumusan keputusan yang diambil.
  • Peserta mempresentasikan rencana kepengawasan manajerialnya

d. Rencana Kepengawasan Akademik

  • Peserta difasilitasi instruktur untuk mengidentifikasi sekolah-sekolah binaannya yang memiliki masalah akademik, misal: tahun lalu tingkat kelulusannya hanya 20%
  • Peserta memilih sekolah binaan yang masalah akademiknya paling parah
  • Peserta membuat rencana kepengawasan akademik yang berupa rencana pembinaan terhadap sekolah yang memiliki masalah akademik. Rencana kepengawasan akademik ini sekurang-kurangnya memuat: aspek kepengawasan, tujuan kepengawasan, indikator keberhasilan, teknik kepengawasan, skenario kegiatan kepengawasan, penilaian dan instrumen, dan rencana tindak lanjut.
  • Peserta mempresentasikan rencana kepengawasan akademiknya

e. Laporan Kepengawasan

  • Peserta difasilitasi instruktur untuk mengidentifikasi hasil kepengawasan yang belum dilaporkan
  • Peserta memilih hasil kepengawasan yang akan dilaporkan
  • Peserta membuat laporan kepengawasan yang sekurang-kurangnya memuat: aspek, tujuan, pendekatan/metode, hasil dan pembahasan, simpulan, dan rekomendasi tindak lanjut.

Ujian

Penyelenggaraan PLPG diakhiri dengan ujian yang mencakup ujian tulis dan ujian kinerja. Ujian tulis bertujuan untuk mengungkap kompetensi profesional dan pedagogik, ujian kinerja untuk mengungkap kompetensi profesional, pedagogik, kepribadian, dan sosial. Keempat kompetensi ini juga bisa dinilai selama proses pelatihan berlangsung. Ujian kinerja dalam PLPG dilakukan dalam bentuk praktik pembelajaran bagi guru atau praktik bimbingan dan konseling bagi guru BK, atau mengajar & praktik supervisi bagi guru yang diangkat dalam jabatan pengawas. Ujian kinerja untuk setiap peserta minimal dilaksanakan selama 1 JP.

A. Uji Tulis

  • Ujian tulis pada akhir PLPG dilaksanakan dengan pengaturan tempat duduk yang layak dan setiap 36 peserta diawasi oleh dua orang pengawas.
  • Naskah soal ujian tulis terstandar secara nasional yang pengembangannya dikoordinasikan oleh KSG.
  • Pelaksanan uji tulis harus sesuai dengan rambu-rambu uji PLPG

B. Ujian Praktik

Peserta dalam rombel dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil, setiap kelompok terdiri dari 12 peserta, selanjutnya setiap kelompok kecil melakukan hal-hal berikut :

1.   Guru kelas dan guru mata pelajaran

Ujian praktik terpadu dengan kegiatan peer teaching. Setiap peserta tampil tiga kali, dan pada tampilan ketiga merupakan ujian praktik. Tampilan pertama, kedua, dan ke tiga untuk menilai kemampuan mengajar peserta.

  • untuk 30 menit pertama, peserta melakukan praktik mengajar dengan menggunakan RPP yang disusun pada saat workshop
  • pada 20 menit berikutnya peserta lain dan instruktur memberi masukan dan menilai dengan menggunakan IPPP

2.   Guru bimbingan konseling atau konselor di sekolah

Ujian praktik terpadu dengan kegiatan peer counseling. Setiap peserta tampil tiga kali dan ketiganya merupakan ujian praktik. Tampilan pertama, kedua, dan ke tiga untuk menilai kemampuan memberikan bimbingan dan konseling.

  • Peserta menunjukkan kemampuan memberikan bimbingan dan konseling-nya dengan menggunakan PPBK hasil workshop
  • Peserta yang tampil mengemukakan jenis layanan/nama program layanan/masalah yang akan dipecahkan
  • Peserta yang tampil mengemukakan tujuan pemberian layanan atau pemecahan masalah
  • Peserta yang tampil mendemonstrasikan atau memperagakan cara memberi layanan atau cara memecahkan masalah
  • peserta yang tampil (atau dinilai) minta peserta lainnya untuk memberi masukan tentang cara memecahkan masalah/strategi layanan
  • pada 20 menit terakhir peserta lain dan instruktur memberi masukan dan menilai dengan menggunakan IPKMBK
  • peserta yang tampil juga harus mengumpulkan laporan layanan bimbingan dan konseling yang dibuat saat workshop PLPG dan akan dinilai oleh instruktur menggunakan IP4BK.

3.   Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas

Untuk guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan, setiap peserta tampil tiga kali, dan ketiganya merupakan ujian praktik Ujian praktik dilakukan dalam bentuk peer supervising, untuk menilai: kemampuan mengajar, kemampuan kepengawasan manajerial, dan kemampuan kepengawasan akademik yang dalam hal ini berupa kemampuan membuat rancangan kepengawasan. Secara rinci, skenario ketiga tampilan itu adalah sebagai berikut.

a. Tampilan pertama, untuk menilai kemampuan mengajar peserta

  • untuk 30 menit pertama, peserta melakukan praktik mengajar dengan menggunakan RPP yang disusun pada saat workshop
  • pada 20 menit berikutnya peserta lain dan instruktur memberi masukan dan menilai dengan menggunakan IPPP.

b. Tampilan kedua untuk menilai kemampuan kepengawasan manajerial peserta

1)   peserta menunjukkan kemampuan kepengawasan manajerial-nya dengan menggunakan RKM hasil workshop

  • peserta yang akan tampil mengemukakan masalah yang akan dipecahkan
  • peserta yang tampil mengemukakan tujuan pemecahan masalah
  • peserta yang tampil (atau dinilai) minta peserta lainnya untuk memberi masukan tentang cara memecahkan masalah
  • peserta yang tampil merangkum semua masukan dan selanjutnya menyampaikan cara pemecahan masalah

2)   pada 20 menit terakhir peserta lain dan instruktur memberi masukan dan menilai dengan menggunakan IPKM

c. Tampilan ketiga untuk menilai kemampuan kepengawasan akademik peserta

1)   peserta menunjukkan kemampuan kepengawasan akademik-nya dengan menggunakan RKA hasil workshop

  • peserta yang akan tampil, memberikan rancangan pembinaan sekolah-nya kepada peserta lainnya
  • peserta yang tampil (atau dinilai) menjelaskan rancangan pembinaan sekolah (RKA) kepada peserta lainnya

2)   pada 20 menit terakhir peserta lain dan instruktur memberi masukan dan menilai dengan menggunakan IPKPA

3)   peserta yang tampil juga harus mengumpulkan laporan pelaksanaan program kepengawasan yang dibuat saat workshop PLPG dan akan dinilai oleh instruktur menggunakan IPLPPK.

4)   Pada akhir setiap pertemuan (1 JP x jumlah peserta dalam kelompok kecil) semua peserta melaporkan hasil penilaiannya kepada asesor.

  • Lama waktu setiap kali peserta tampil adalah 1 JP atau selama 50 menit.
  • Penguji pada ujian praktik harus memiliki NIA yang relevan atau dalam kondisi tertentu serumpun dengan mata pelajarannnya.
  • Ujian praktik mengajar dinilai dengan Instrumen Penilaian Pelaksanaan Pembelajaran atau IPPP
  • Ujian praktik bimbingan konseling dinilai dengan IPKMBK, dan laporan pelaksanaan program BK dinilai dengan IPPPBK.
  • Khusus untuk guru yang diangkat dalam jabatan pengawas, ujian praktik dinilai dengan cara sebagai berikut. Untuk tampilan pertama dinilai dengan IPPP . Untuk tampilan kedua dinilai dengan IPKRM atau Lampiran 19, dan untuk tampilan ketiga dinilai dengan IPKRP, dan laporan pelaksanan program kepengawasan dinilai dengan IPLPPK.
  • Skor akhir ujian praktik bagi guru kelas dan guru mata pelajaran sama dengan skor tampilan ke tiga.
  • Skor akhir ujian praktik bagi guru bimbingan konseling sama dengan rata-rata antara skor praktik dan skor laporan pelaksanaan program bimbingan, sedangkan skor praktik untuk guru BK sama dengan jumlah skor tampilan pertama, kedua, dan tampilan ke tiga.
  • Skor akhir ujian praktik bagi guru yang diangkat dalam jabatan pengawas merupakan rata-rata antara skor praktik dan skor laporan pelaksanaan program kepengawasan, sedangkan skor praktik untuk guru yang diangkat dalam jabatan pengawas sama dengan skor tampilan pertama dibagi tiga ditambah skor tampilan kedua dan tampilan ketiga.
  • Penentuan kelulusan peserta PLPG dilakukan secara objektif dan didasarkan pada rambu-rambu penilaian yang telah ditentukan.
  • Peserta yang lulus mendapat sertifikat pendidik, sedangkan yang tidak lulus diberi kesempatan untuk mengikuti ujian ulang satukali. Ujian ulang diselesaikan pada tahun berjalan. Jika terpaksa tidak terselesaikan, maka ujian ulang dilakukan bersamaan dengan ujian PLPG kuota tahun berikutnya.
  • Pelaksanaan ujian diatur oleh LPTK Penyelenggara Sertifikasi Guru Dalam Jabatan dengan mengacu rambu-rambu ini.
  • Peserta yang belum lulus pada ujian ulang diserahkan kembali ke dinas pendidikan kabupaten/kota untuk dibina lebih lanjut.

C. Ujian Ulang

Ujian ulang diperuntukkan bagi peserta sertifikasi yang belum mencapai batas nilai kelulusan. Ujian ulang pada hakikatnya sama dengan ujian pertama yaitu meliputi ujian tulis dan atau ujian praktik. Apabila peserta ujian ulang praktik untuk mata pelajaran tertentu jumlahnya sedikit, maka dapat digabungkan dengan peserta dari mata pelajaran yang serumpun. Ujian ulang hanya dilakukan satu kali, peserta yang tidak lulus ujian ulang dikembalikan ke Dinas Pendidikan untuk dilakukan pembinaan.

KESIMPULAN

Pendidikan dan Pelatihan  Profesi Guru merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya standar kompetensi guru.Kompetensi tersebut yaitu : pedagogik,  professional, kepribadian, dan sosial. Dan sudah sepatutnya dengan adanya program PLPG ini harus mampu memfasilitasi para guru untuk peningkatan kompetensinya tersebut. Dengan mengikuti program PLPG banyak pengetahuan yang di dapat dari para instuktur yang memudahkan dan juga membimbing para guru dalam proses tersebut, guna mencapai keprofesionalisasian Guru yang selama ini banyak di perbincangkan.

 


 

DAFTAR PUSTAKA

Sedarmayanti. 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: CV. Mandar Maju.

Swasto, B. 1992. Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengaruhnya terhadap Kinerja dan Imbalan. Malang: FIA Unibraw.

 

 
1 Komentar

Ditulis oleh pada 3 April 2014 inci Education

 

Tag: , , ,

Pelatihan Kewirausahaan untuk Mahasiswa

LATAR BELAKANG

Maraknya pengangguran yang terjadi dari tahun ke tahun semakin menjadi masalah yang belum tertuntaskan. Badan Pusat Statistik merilis Sebanyak 1,22 juta  sarjana tercatat menjadi pengangguran. Hal ini disebabkan oleh rendahnya serapan pasar bagi lulusan Perguruan Tinggi dari tahun ke tahun,  kesempatan kerja yang semakin kecil, sementara di sisi yang lain lulusan Perguruan Tinggi semakin bertambah.  Hal ini menyebabkan persaingan mendapatkan lapangan kerja semakin ketat dan kompetitif Bahkan mereka yang lulus perguruan tinggi semakin sulit mendapatkan pekerjaan karena tidak banyak terjadi ekspansi kegiatan usaha.

Kondisi tersebut didukung pula oleh kenyataan bahwa sebagian besar lulusan Perguruan Tinggi adalah sebagai pencari kerja (job seeker) bukan pencipta lapangan kerja (job creator). Hal ini disebabkan sistem pembelajaran yang diterapkan di berbagai perguruan tinggi lebih mendorong mahasiswa cepat lulus dan mendapatkan  pekerjaan, bukannya lulusan yang siap menciptakan lapangan kerja. Kondisi ini menempatkan Perguruan Tinggi pada posisi yang sulit, dimana perguruan Tinggi dituntut harus selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sementara pada sisi lain harus menyiapkan lulusan yang memiliki jiwa dan kemampuan wirausaha.

Untuk menumbuh kembangkan jiwa wirausaha dan meningkatkan aktivitas kewirausahaan pada diri mahasiswa, maka sangat penting diadakannya suatu pendidikan dan pelatihan kewirausahaan pada mahasiswa.

DEFINISI KEWIRAUSAHAAN

Kewirausahaan berasal dari kata wira dan usaha. Wira berarti : pejuang, pahlawan, manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani dan berwatak agung. Usaha, berarti perbuatan amal, bekerja, berbuat sesuatu. Jadi wirausaha adalah pejuang atau pahlawan yang berbuat sesuatu. Ini baru dari segi etimologi (asal usul kata). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, wirausaha adalah orang yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk mengadakan produk baru, mengatur permodalan operasinya serta memasarkannya.

Dalam lampiran Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusahan Kecil Nomor 961/KEP/M/XI/1995, dicantumkan bahwa:

  1. Wirausaha adalah orang yang mempunyai semangat, sikap, perilaku dan kemampuan kewirausahaan.
  2. Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan serta menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.

Wira Usaha juga dapat dikatakan sebagai kemampuan untuk berdiri sendiri, berdaulat, merdeka lahir batin, sumber peningkatan kepribadian, atau bias disebut sebagai suatu proses dimana orang mengajar peluang, merupakan sifat mental dan sifat jiwa yang selalu aktif, dituntut untuk mampu mengelola, menguasai, mengetahui dan berpengalaman untuk memacu kreatifitas

Dapat di simpulkan bahwa pengertian kewirausahaan/kewiraswastaan adalah semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang baik atau memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan memanfaatkan sumber kekayaan yang ada dengan bersumber pada kekayaan sendiri.

Dengan berwirausaha akan menunjang ekonomi keluarga / pemerintah, baik industri dan perdagangan. Pertumbuhan industri yang diikuti kemajuan perdagangan akan melahirkan kesempatan kerja baru. Lapangan kerja baru ini akan menampung tenaga kerja baru, yang pada hakekatnya mengurangi pengangguran, mengatasi ketegangan sosial, meningkatkan taraf hidup masyarakat, memajukan ekonomi bangsa dan negara, pada akhirnya menentukan pula keberhasilan pembangunan nasional.

JENIS DAN BENTUK KEWIRAUSAHAAN

Ruang lingkup kewirausahaan sangat luas sekali. Secara umum, ruang lingkup kewirausahaan adalah bergerak dalam bisnis. Jika diuraikan secara rinci ruang lingkup kewirausahaan, bergerak dalam bidang:

1.  Lapangan agraris

  • Pertanian
  • Perkebunan dan kehutanan

2. Lapangan perikanan

  • Pemeliharaan ikan
  • Penetasan ikan
  • Makanan ikan
  • Pengangkutan ikan

3. Lapangan peternakan

  • Bangsa burung atau unggas
  • Bangsa binatang menyusui

4. Lapangan perindustrian dan kerajinan

  • Industri besar
  • Industri menengah
  • Industri kecil
  • Pengrajin -Pengolahan hasil pertanian -Pengolahan hasil perkebunan -Pengolahan hasil perikanan -Pengolahan hasil peternakan -Pengolahan hasil kehutanan

5. Lapangan pertambangan dan energi

6 Lapangan perdagangan

  • Sebagai pedagang besar
  • Sebagai pedagang menengah
  • Sebagai pedagang kecil

7. Lapangan pemberi jasa

  • Sebagai pedagang perantara
  • Sebagai pemberi kredit atau perbankan
  • Sebagai pengusaha angkutan
  • Sebagai pengusaha hotel dan restoran
  • Sebagai pengusaha biro jasa travel pariwisata
  • Sebagai pengusaha asuransi, pergudangan, perbengkelan, koperasi, tata busana, dan lain sebagainya.

 

KARAKTERISTIK WIRAUSAHAWAN SUKSES

Seseorang yang berwirausaha memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Innovational menemukan dan menerima ide-ide baru dalam berproduksi.
  2. Capital Acumulation (pembinaan modal) yakni menginginkan pemupukan modal yang di gunakan untuk proses kelangsungan selanjutnya.
  3. Leadhership (kepemimpinan) yang menunjuk ciri merancang, melaksanakan dan mengarahkan pada proses tujuan.
  4. Risk taking (keinginan mengambil resiko) dengan mempertimbangkan dan menerima resiko yang layak.
  5.  Manajerial (pinata laksanaan) yang baik untuk di terapkan untuk
  6. merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi produksi yang telah di jalankan.

Berdiri sendiri dalam arti wirausaha tidak di artikan sebagai suatu tindakan menutup diri sendiri atau menyendiri, akan tetapi lebih di tekankan pada pengertian kepercayaan pada dirinya sendiri yang memang sangat di perlukan dalam mengatasi hidup. Seorang wira usaha dalam bekerja selalu menekankan segi kemampuan:

  1. Kepercayaan pada diri sendiri.
  2. Rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan.
  3. Berkemauan keras untuk maju.
  4. Berdisiplin dan menghargai waktu.
  5. Inovatif.
  6. Pengelolaan usaha.
  7. Pengambilan resiko yang layak.

 

MEMBANGUN JIWA WIRAUSAHA PADA MAHASISWA

Jiwa wirausaha dan pantang menyerah, memang tidak dimiliki oleh semua orang. Ada orang-orang yang sejak kecil memiliki jiwa yang kuat dan pantang menyerah menghadapi permasalahan yang dihadapinya, tetapi ada pula orang-orang yang jika tidak disuruh atau ditunjukkan secara jelas, tidak bisa berbuat apa-apa atau bersikap pasif dalam menghadapi kehidupan. Namun bukan berarti jiwa itu tidak bisadibangkitkan.

Menurut teori yang sekarang dianut oleh banyak pengembang bahwa jiwa kewirausahaan itu bisa dibangkitkan melalui pembelajaran dan pelatihan. Orang-orang yang tadinya tidak memiliki jiwa wirausaha, setelah melalui pendidikan dan pelatihan bisa menjadi orang-orang yang hebat dan tangguh. Karena itu, jika para mahasiswa, setelah keluar dari perguruan tinggi tidak memiliki jiwa wirausaha itu, mungkin karena pendidikan yang dikembangkan perguruan tinggi, tidak mengajarkan bagaimana cara membangkitkan jiwa wirausaha dalam diri mereka, sehingga mereka pasif dalam menghadapi masa depan mereka.

Salah satu alternatif untuk membangkitkan jiwa wirausaha mahasiswa
adalah dengan memberikan pendidikan dan pelatihan tentang kewirausahaan. Karena pendidikan dan pelatihan kewirausahaan mahasiswa akan dibekali wawasan tentang kewirausahaan. Pembekalan secara teoritis tentang kewirausahaan bisa dilakukan secara bersama-sama dalam satu gedung pertemuan selama beberapa hari, lalu dilanjutkan dengan survey ke beberapa perusahaan atau tempat usaha yang mungkin bisa diaplikasikan oleh para mahasiswa.

MODEL DIKLAT KOPERASI MAHASISWA

Dalam artikel ini akan mencoba membahas pelatihan kewirausahaan bagi mahasiswa yang ada di Koperasi Bumi Siliwangi Universitas Pendidikan Indonesia (KOPMA BS UPI Bandung). Sekilas mengenai profil  lembaga, Koperasi Mahasiswa ini  bergerak di bidang perdagangan dan jasa. Lembaga ekonomi ini merupakan (badan usaha) lembaga kemahasiswaan. Sehingga KOPMA mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai wahana pelayanan dan peningkatan kesejahteraan mahasiswa, juga sebagai wahana pendidikan yaitu tempat pembentukan kader koperasi (human invesment). Lembaga ini berdiri secara resmi pada bulan Juni 1975 dengan nama Koperasi Mahasiswa FKIS IKIP Bandung yang diikuti oleh pemberian status Badan Hukum Koperasi dari Departemen Perdagangan dan Koperasi Kodya Bandung dengan Nomor. 6528/BH/DK.10/1 tahun 1976. Koperasi ini dinyatakan sebagai “Koperasi Mahasiswa Pertama di Indonesia yang berbadan hukum” dengan memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sendiri. Kemudian koperasi ini berganti nama dengan mengacu pada pada hasil lokakarya (dilaksanakan pada tanggal 28 Agustus 1985)  menjadi Koperasi Mahasiswa Bumi Siliwangi IKIP Bandung” yang seiring dengan perubahan nama institusi menjadi Universitas Pendidikan Indonesia, maka selanjutnya disebut Koperasi Mahasiswa Bumi Siliwangi Universitas Pendidikan Indonesia yang disahkan oleh  Rektor IKIP Bandung melalui SK nomor. 6750/PT.25.R.I/E/1985 .

A. Gambaran diklat kewirausahaan bagi mahasiswa di KOPMA Bumi Siliwangi UPI Bandung

Pelatihan Kewirausahaan untuk jiwa muda ini adalah suatu proses kegiatan peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang kewi­rausahaan yang diperuntukkan bagi para pemuda, agar mereka mengenali, berminat dan mampu menjadi wirausahawan tangguh.  KOPMA BS UPI Bandung menyelenggarakan diklat kewirausahaan untuk para mahasiswa baik untuk anggota KOPMA itu sendiri, mahasiswa UPI ataupun umum. KOPMA BS ini mengadakan kerja sama dengan beberapa lembaga-lemabaga yang tentunya berhubungan dengan kewirausahaan seperti dengan  LAPENKOP , Dinas Koperasi dan UMKM, dan berbagai perusahaan sponsor.

1. Tujuan Diklat

Adapun tujuan dari diselenggarakannya diklat tersebut adalah :

  • pengenalan teori kewirausahaan
  • menanamkan jiwa wirausaha
  • peningkatan kompetensi wirausaha muda

2. Metode Diklat

Metode yang digunakan dalam diklat kewirausahaan ini adalah seperti :

  • Ceramah
  • diskusi
  • kunjungan lapangan

3. Strategi diklat

  • Penyebarkan media promosi (baligo, leaflet, poster, dll)
  • Doorprize
  • Peserta berkesempatan mengikuti lomba dengan hadiah mendapat modal usaha dan pendampingan.

4. Kurikulum yang digunakan dalam diklat

  • Kurikulum pendidikan dan pengkaderan kopma bs upi

Adapun beberapa materi yang diberikan dalam diklat ini adalah :

– Membangun Jiwa Kewiausahaan

– Mengenal Konsep Dasar Kewirausahaan

– Manajemen Usaha Kecil

– Perencanaan Usaha

– Kunjungan Lapangan dan Praktik Bisnis

B. Bentuk rancangan diklat kewirausahaan bagi mahasiswa di KOPMA Bumi Siliwangi UPI Bandung

1. Mengidentifikasi Kebutuhan Pelatihan

Sebelum pelatihan diselenggarakan,dilakukan identifikasi terhadap kebutuhan dan potensi-potensi penyeleng­garaan pelatihan. Identifikasi kebutuhan pelatihan dimak­sudkan untuk mencari dan menetapkan jenis-jenis kemampuan wirausaha yang harus dimiliki pemuda peserta pelatihan, yang selanjutnya diterjemahkan kedalam materi-materi pela­tihan.

Hal lain yang perlu diidentifikasi adalah potensi-potensi penyelenggaraan pelatihan kewirausahaan, baik yang positif maupun negative, yang meliputi tenaga ahli (pelatih dan narasumber), permodalan, bantuan sarana, teknologi dan pemasaran. Potensi-potensi tersebut dapat dari perseorangan maupun kelompok dan kelembagaan.

2.  Menyusun Desain Pelatihan

Desain pelatihan mencakup gagasan dan rencana kerja pelatihan yang berorientasi pada pengembangan kewirausahaan pemuda. Dalam konteks ini, pelatihan diartikan bukan hanya pembelajaran dalam kelas, tetapi termasuk juga pembimbingan dan pendampingan di alam kerja/lapangan.

3.  Menyusun Kurikulum Pelatihan

Kurikulum pelatihan pada dasarnya merupakan skenario penyajian materi dalam pelatihan, yang berfungsi memandu pelatih dan panitia dalam memproses pembelajaran dalam pelatihan. Kurikulum akan menjelaskan tentang urutan materi-materi, apa yang harus dilakukan pelatih, apa isi bahan belajar yang harus disiapkan pelatih, dan rangkaian antarkeluaran dari setiap pembelajaran sehingga mewujudkan keluaran akhir pelatihan.

4.  Menyusun Bahan Belajar

Bahan belajar perlu disiapkan oleh panitia penyelenggara pelatihan, dengan cara:

  • pertama menetapkan nama-nama pelatih yang dilibatkan dalam pelatihan
  • kedua melakukan diskusi dengan seluruh pelatih untuk mengorientasi mereka tentang pelatihan kewirausahaan pemuda yang akan dilaksanakan dan peran mereka dalam pelatihan tersebut
  • ketiga meminta tiap pelatih bertanggung jawab terhadap materi yang ditugaskan kepadanya, termasuk menyiapkan bahan belajar dan alat evaluasi. Dalam hal pembuatan bahan belajar perlu disepakati format dan sistematika penulisan, agar mengesankan keseragaman.

5. Mengadakan persiapan pelatihan.

Hal-hal yang perlu dipersiapkan berkenaan dengan pelatihan, setelah desain, kurikulum dan bahan belajar ada adalah yang terkait dengan akomodasi, logistik dan persuratan.

C. Bentuk dari evaluasi diklat kewirausahaan bagi mahasiswa tersebut

            Bentuk evaluasi dari diklat ini adalah :

  • Postes
  • angket evaluasi

D. Output dan outcome yang dihasilkan dari di terapkanya diklat tersebut

       Tentunya dalam hasil diklat ini diharapkan menghasilkan output yang diinginkan, adapun output dari kompetensi peserta yang diharapkan yaitu :

  • peserta mengenal apa itu wirausaha
  • keuntungan berwirausaha
  • banyak yang menjadi wirausaha walaupun dalam skala kecil

 

Kesimpulan

Pelatihan Kewirausahaan untuk jiwa muda ini adalah suatu proses kegiatan peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang kewi­rausahaan yang diperuntukkan bagi para pemuda, agar mereka mengenali, berminat dan mampu menjadi wirausahawan tangguh.

Dalam pelaksanaan diklat ini adalah bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, Pengenalan, menanamkan jiwa wirausaha, peningkatan kompetensi wirausaha muda, pelatihan kewirausahaan ini menggunakan sebuah pendekatan pelatihan yang mengkolaborasikan suasana pelatihan dengan kehdupan sehari-hari yaitu sebuah proses pembelajaran yang berasal dari pengalaman atau belajar sambil bekerja yang biasa disebut learning by doing. Pendekatan seperti ini diberikan supaya peserta dapat merasakan langsung manfaat dari pelatihan, khususnya materi-materi psikologis. Materi kewirausahaan, peserta langsung diberi contoh-contoh usaha yang mudah untuk dijalankan dan dipandu oleh pemateri dari kalangan pengusaha bukan pekerja, sehingga materi yang disampaikan bersifat praktis dan mudah diaplikasikan.

Referensi :

http://bisnis.vivanews.com/news/read/150011-pilih_pilih_kerja__1_2_juta_sarjana_nganggur

http://unjakreatif.blogspot.com/2010/09/menumbuhkan-jiwa-kewirausahaan.html

http://unjakreatif.blogspot.com/2010/09/menumbuhkan-jiwa-kewirausahaan.html

http://entrepreneur.gunadarma.ac.id/e-learning/attachments/039_Kewirausahaan.pdf

http://scribd.com

http://edukasi.kompasiana.com/2012/03/06/pengertian-tujuan-dan-teori-kewirausahaan-materi-kuliah/

http://d.yimg.com/kq/groups/19210555/1519042495/name/MATERI+KEWIRAUSAHAAN.ppt

http://bisnis.vivanews.com/news/read/150011pilih_pilih_kerja__1_2_juta_sarjana_nganggur

http://unjakreatif.blogspot.com/2010/09/menumbuhkan-jiwa-kewirausahaan.html

shttp://unjakreatif.blogspot.com/2010/09/menumbuhkan-jiwa-kewirausahaan.html

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 3 April 2014 inci Education

 

Tag: , , , , , , ,

PELATIHAN ESQ (Emotional and Spiritual Quotient)

Latar Belakang

Kesibukan manusia semakin hari semakin meningkat. Hal tersebut terlihat dari orang-orang yang beraktifitas di pagi hari seperti bekerja, sekolah, berdagang, dan lain-lain. Semua itu terjadi karena semata-mata mereka ingin memenuhi kebutuhan primer. Orang bekerja dan berdagang untuk memenuhi kebutuhan primernya seperti sandang, pangan, dan papan. Begitupun dengan kebutuhan primer untuk seorang pelajar  yaitu ilmu, karena dengan ilmu  seorang pelajar bisa menjadi berguna di masyarakat umum.

Perlu kita ketahui dalam bekerja atau menuntut ilmu kadangkala pesimistis selalu menggoda kita untuk “jangan melakukan sesuatu untuk yang lebih baik”.  Kejadian ini bisa disebabkan dari kurang percaya diri seseorang atau kurang berprinsip dalam hidup. Maka itu motivasi internal dibutuhkan untuk menghindari rasa pesimistis tersebut. Dalam mengkaji masalah diri, kita harus mawas dan sadar diri banyak orang yang belum sadar akan dirinya tetapi dia sudah menilai buruk kepada orang lain. Faktanya banyak acara-acara di televisi yang merujuk pada pernyataan buruk mengenai kehidupan seseorang. Seharusnya hal tersebut tidak boleh menjadi konsumsi publik karena dapat berakibat fatal.

Manusia senantiasa berlomba-lomba untuk mendapatkan apa yang diinginkan dalam masa yang cepat tanpa menyadari kehendak mereka itu belum tentu dapat memberi kebahagiaan atau kepuasan diri. Oleh sebab itu, manusia sentiasa mengalami keresahan dan kegelisahan yang luar biasa sehingga menyebabkan mereka terasing dengan dirinya sendiri. Keadaan itu mengakibatkan terwujudnya fenomena seperti gangguan jiwa, moral dan masalah sosial di kalangan mereka yang tidak mengira usia, pangkat maupun tahap pendidikan.

Secara sadar atau tidak, kecerdasan emosi dan rohani atau Emotional and Spiritual Quotient (ESQ) yang tidak seimbang sebenarnya menjadi puncak kepada terjadinya masalah tersebut dan kegagalan manusia mencari jawapan kepada apa yang diperlukan dalam hidup. ESQ juga sebenarnya amat berkaitan dengan pembangunan modal insan yang membentuk pribadi manusia yang baik dan masyarakat harus dilatih supaya kecerdasan emosi dan rohani dapat diseimbangkan.

Dari paparan singkat diatas, kita membutuhkan ESQ untuk menjalin inter personal, intra personal yang baik dan hubungan dengan Allah secara mendalam. Hal ini terinspirasi oleh Ary Ginanjar Agustian yang merupakan motivator sekaligus pelopor dalam mengasah kemampuan ESQ. ESQ merupakan gabungan dari pada EQ (emotional Quotient) dan SQ (Spirutual Quotient). EQ adalah suatu prinsip yang baik dalam manusia mengelola suara hatinya menuju suatu yang bijak. Sedangkan SQ merupakan tujuan inti kita bermesra dengan sang Pencipta melalui shalat atau doa.

Kini manusia hanya mementingkan IQ (Intelektual Quotient) di dalam membangun hidupnya. Padahal IQ hanya sebatas kemampuan seseorang mengetahu sesuatu dan mendalami suatu ilmu. Belum tentu orang yang mempunyai ilmu, ia dapat menggali potensi untuk membangun kerjasama intrapersonal dan beraqidah yang baik. Jadi, selain IQ manusia juga membutuhkan EQ dan SQ untuk menjalani aktivitasnya sehari-hari agar lebih bermakna.

Dalam mengolah EQ manusia harus menghilangkan prinsip keangkuhan dan egoisme. Karena dalam diri manusia mempunyai suara hati positif di dalam menyikapi permasalahan hidup. Mulai dari simpati baik kepada diri kita maupun kepada oranglain.  Oleh karena itu hasil dari EQ adalah bagaimana kita menjalin hubungan yang baik kepada orang lain. Untuk melatih hal ini, ada beberapa tahap yaitu mulai dari memahami keadaan lingkungan, melatih diri kita untuk menyelesaikan masalah pribadi terlebih dahulu, lalu mencari solusi atas permasalahan orang lain, lalu membiasakan hal tersebut dan output nya orang tersebut akan berhasil di hari kelak

Salah satu lembaga pelatihan untuk ESQ di Indonesia, diantaranya adalah ESQ Way 165 Leadership Center yang digagas oleh Ary Ginanjar Agustian. Pada dasarnya, konsep ESQ Leadership Center way 165 adalah Ihsan, Rukun Iman, dan Rukun Islam yang selama ini hanya menjadi hapalan anak SD, sehingga akhirnya menjadi konsep yang sangat efektif untuk menjawab tantangan kehidupan modern untuk menggali nilai-nilai dari Al-Qur’an dan menerapkannya untuk keberhasilan hidup manusia di berbagai aspek kehidupan.

Dengan demikian, pandangan manusia di era sekarang ini sudah apatis (tidak peduli) akan permasalahan orang lain. Padahal kita disebut mahluk sosial, mahluk yang saling membutuhkan satu sama lain, serta harus berlandasrkan pada syariat agama. Oleh karena itu, kita harus  mengolah EQ dan SQ kita dengan mendengar suara hati positif  agar bisa memaknai hidup dengan lebih baik.

Pengertian Pelatihan

Berikut ini  ada  beberapa  pendapat  para ahli  mengenai  pengertian  pelatihan, yaitu:

Menurut pendapat Nitisemito  (1994), menyebutkan bahwa :  “Pelatihan  adalah  suatu kegiatan  dari  perusahaan  yang  bermaksud untuk dapat  memperbaiki  dan  mengembangkan  sikap, tingkah laku, ketrampilan dan pengetahuan dari para karyawan yang sesuai dengan keinginan perusahaan yang bersangkutan.”

Menurut Simamora (1997) “Pelatihan adalah proses sistematik pengubahan  perilaku para  karyawan dalam  suatu  arah  guna  meningkatkan  tujuan-tujuan  organisasional.”

Menurut pendapat Armstrong (1991)  “ Training is A planned process to modify attitude,  knowledge  or  skill  behavior  through  learning  experience  to achieve e ective  peformance in an activity or of activities’

Dari berbagai pendapat di atas maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa pelatihan bukanlah merupakan suatu tujuan, tetapi merupakan suatu usaha untuk  meningkatkan tanggung jawab mencapai tujuan perusahaan. Pelatihan merupakan  proses  keterampilan  kerja  timbal  balik  yang  bersifat membantu,  oleh karena  itu  dalam  pelatihan seharusnya  diciptakan suatu lingkungan di mana  para  karyawan  dapat memperoleh  atau  mempelajari  sikap,  kemampuan,  keahlian,  pengetahuan dan perilaku  yang  spesifik  yang  berkaitan dengan pekerjaan,  sehingga  dapat  mendorong mereka untuk dapat bekerja lebih baik.

PENGERTIAN IQ (Intelligence Quotient )

Intelligence Quotient atau yang biasa disebut dengan IQ merupakan istilah dari pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20.

Kemudian Lewis Ternman dari Universitas Stanford berusaha membakukan test IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan mengembangkan norma populasi, sehingga selanjutnya tes IQ tersebut dikenal sebagai test Stanford-Binet. Pada masanya kecerdasan intelektual (IQ) merupakan kecerdasan tunggal dari setiap individu yang pada dasarnya hanya bertautan dengan aspek kognitif dari setiap masing-masing individu tersebut. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.

Inti kecerdasan intelektual ialah aktifitas otak. Otak adalah organ luar biasa dalam diri kita. Beratnya hanya sekitar 1,5 Kg atau kurang lebih 5 % dari total berat badan kita. Namun demikian, benda kecil ini mengkonsumsi lebih dari 30 persen seluruh cadangan kalori yang tersimpan di dalam tubuh. Otak memiliki 10 sampai15 triliun sel saraf dan masing-masing sel saraf mempunyai ribuan sambungan. Otak satu-satunya organ yang terus berkembang sepanjang itu terus diaktifkan.

Kapasitas memori otak yang sebanyak itu hanya digunakan sekitar 4-5 % dan untuk orang jenius memakainya 5-6 %. Sampai sekarang para ilmuan belum memahami penggunaan sisa memori sekitar 94 %.Tingkat kecerdasan seorang anak yang ditentukan secara metodik oleh IQ( Intellegentia Quotient ) memegang peranan penting untuk suksesnya anak dalam belajar. Menurut penyelidikan, IQ atau daya tangkap seseorang mulai dapatditentukan sekitar umur 3 tahun. Daya tangkap sangat dipengaruhi oleh garis keturunan (genetic) yang dibawanya dari keluarga ayah dan ibu di samping faktor gizi makanan yang cukup.

Rumus kecerdasan umum, atau IQ yang ditetapkan oleh para ilmuwan adalah :

rumus kecerdasan

Misalnya anak pada usia 3 tahun telah punya kecerdasan anak-anak yangrata-rata baru bisa berbicara seperti itu pada usia 4 tahun. Inilah yang disebut dengan Usia Mental. Berarti IQ si anak adalah 4/3 x 100 = 133.

Interpretasi atau penafsiran dari IQ adalah sebagai berikut :

1

Kritik terhadap test IQ

Kelemahan dari alat uji kecerdasan ini adalah terdapat bias budaya, bahasa dan lingkungan yang memengaruhinya. Kekecewaan terhadap tes IQ konvensional menimbulkan pengembangan sejumlah teori alternatif, yang semuanya menegaskan bahwa kecerdasan adalah hasil dari sejumlah kemampuan independen yang berkonstribusi secara unik terhadap tampilan manusia.

Stephen Jay Gould adalah salah satu tokoh yang mengkritik teori kecerdasan. Dalam bukunya The Mismeasure of Man (Kesalahan Ukur Manusia), ia mengemukakan bahwa kecerdasan sebenarnya tak bisa diukur, dan juga mempertanyakan sudut pandang hereditarian atas kecerdasan.

 

PENGERTIAN EQ  (Emotional Quotient) 

Kecerdasan Emosional (EQ) merupakan istilah baru yang dipopulerkan oleh Daniel Golleman. Berdasarkan hasil penelitian para neurolog dan psikolog, Goleman (1995) berkesimpulan bahwa setiap manusia memiliki dua potensi pikiran, yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional. Pikiran rasional digerakkan oleh kemampuan intelektual atau “Intelligence Quotient” (IQ), sedangkan pikiran emosional digerakkan oleh emosi.

Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa “kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama teknis itu ada yang berpendapat bahwa kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat.

Kecerdasan emosional dapat diartikan dengan kemampuan untuk “menjinakkan” emosi dan mengarahkannya ke pada hal-hal yang lebih positif. Seorang yang mampu mensinergikan potensi intelektual dan potensi emosionalnya berpeluang menjadi manusia-manusia utama dilihat dari berbagai segi.

Hubungan antara otak dan emosi mempunyai kaitan yang sangat erat secara fungsional. Antara satu dengan lainnya saling menentukan. Otak berfikir harus tumbuh dari wilayah otak emosional. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa kecerdasan emosional hanya bisa aktif di dalam diri yang memiliki kecerdasan intelektual.

Beberapa pengertian EQ yang lain, yaitu :

  • Kecerdasan emosional merupakan kemampuan individu untuk mengenal emosi diri sendiri, emosi orang lain, memotivasi diri sendiri, dan mengelola dengan baik emosi pada diri sendiri dalam berhubungan dengan orang lain (Golleman, 1999). Emosi adalah perasaan yang dialami individu sebagai reaksi terhadap rangsang yang berasal dari dirinya sendiri maupun dari orang lain. Emosi tersebut beragam, namun dapat dikelompokkan kedalam kategori emosi seperti; marah, takut, sedih, gembira, kasih sayang dan takjub (Santrock, 1994).
  • Kemampuan mengenal emosi diri adalah kemampuan menyadari perasaan sendiri pada saat perasaan itu muncul dari saat-kesaat sehingga mampu memahami dirinya, dan mengendalikan dirinya, dan mampu membuat keputusan yang bijaksana sehingga tidak ‘diperbudak’ oleh emosinya.
  • Kemampuan mengelola emosi adalah kemampuan menyelaraskan perasaan (emosi) dengan lingkungannnya sehingga dapat memelihara harmoni kehidupan individunya dengan lingkungannya/orang lain.
  • Kemampuan mengenal emosi orang lain yaitu kemampuan memahami emosi orang lain (empaty) serta mampu mengkomunikasikan pemahaman tersebut kepada orang lain yang dimaksud.
  • Kemampuan memotivasi diri merupakan kemampuan mendorong dan mengarahkan segala daya upaya dirinya bagi pencapaian tujuan, keinginan dan cita-citanya. Peran memotivasi diri yang terdiri atas antusiasme dan keyakinan pada diri seseorang akan sangat produktif dan efektif dalam segala aktifitasnya
  • Kemampuan mengembangkan hubungan adalah kemampuan mengelola emosi orang lain atau emosi diri yang timbul akibat rangsang dari luar dirinya. Kemampuan ini akan membantu individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain secara memuaskan dan mampu berfikir secara rasional (IQ) serta mampu keluar dari tekanan (stress).

Manusia dengan EQ yang baik, mampu menyelesaikan dan bertanggung jawab penuh pada pekerjaan, mudah bersosialisasi, mampu membuat keputusan yang manusiawi, dan berpegang pada komitmen. Makanya, orang yang EQ-nya bagus mampu mengerjakan segala sesuatunya dengan lebih baik.

Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Dapat dikatakan bahwa EQ adalah kemampuan mendengar suara hati sebagai sumber informasi. Untuk pemilik EQ yang baik, baginya infomasi tidak hanya didapat lewat panca indra semata, tetapi ada sumber yang lain, dari dalam dirinya sendiri yakni suara hati. Malahan sumber infomasi yang disebut terakhir akan menyaring dan memilah informasi yang didapat dari panca indra.

Substansi dari kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan dan memahami untuk kemudian disikapi secara manusiawi. Orang yang EQ-nya baik, dapat memahami perasaan orang lain, dapat membaca yang tersurat dan yang tersirat, dapat menangkap bahasa verbal dan non verbal. Semua pemahaman tersebut akan menuntunnya agar bersikap sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan lingkungannya Dapat dimengerti kenapa orang yang EQ-nya baik, sekaligus kehidupan sosialnya juga baik. Tidak lain karena orang tersebut dapat merespon tuntutan lingkungannya dengan tepat .

Di samping itu, kecerdasan emosional mengajarkan tentang integritas kejujuran komitmen, visi, kreatifitas, ketahanan mental kebijaksanaan dan penguasaan diri. Oleh karena itu EQ mengajarkan bagaimana manusia bersikap terhadap dirinya (intra personal) seperti self awamess (percaya diri), self motivation (memotivasi diri), self regulation (mengatur diri), dan terhadap orang lain (interpersonal) seperti empathy, kemampuan memahami orang lain dan social skill yang memungkinkan setiap orang dapat mengelola konflik dengan orang lain secara baik .

Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengendalikan emosinya saat menghadapi situasi yang menyenangkan maupun menyakitkan. Mantan Presiden Soeharto dan Akbar Tandjung adalah contoh orang yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, mampu mengendalikan emosinya dalam berkomunikasi.

Dalam bahasa agama , EQ adalah kepiawaian menjalin “hablun min al-naas”. Pusat dari EQ adalah “qalbu” . Hati mengaktifkan nilai-nilai yang paling dalam, mengubah sesuatu yang dipikirkan menjadi sesuatu yang dijalani. Hati dapat mengetahui hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh otak. Hati adalah sumber keberanian dan semangat , integritas dan komitmen. Hati merupakan sumber energi dan perasaan terdalam yang memberi dorongan untuk belajar, menciptakan kerja sama, memimpin dan melayani.

Adapun perilaku kecerdasan emosi, diantaranya adalah :

  • Menghargai emosi negatif orang lain.
  • Sabar menghadapi emosi negatif orang lain.
  • Sadar dan menghargai emosi diri sendiri.
  • Emosi negatif untuk membina hubungan.
  • Peka terhadap emosi orang lain.
  • Tidak bingung menghadapi emosi orang lain.
  • Tidak menganggap lucu emosi orang lain
  • Tidak memaksa apa yang harus dirasakan.
  • Tidak harus membereskan emosi orang lain.
  • Saat emosional adalah saat mendengatkan

PENGERTIAN SQ (Spritual Quotiens)

Selain IQ dan EQ, di beberapa tahun terakhir juga berkembang kecerdasan spiritual (SQ). Tepatnya di tahun 2000, dalam bukunya berjudul ”Spiritual Intelligence : the Ultimate Intellegence, Danah Zohar dan Ian Marshall mengklaim bahwa SQ adalah inti dari segala intelejensia. Kecerdasan ini digunakan untuk menyelesaikan masalah kaidah dan nilai-nilai spiritual. Dengan adanya kecerdasan ini, akan membawa seseorang untuk mencapai kebahagiaan hakikinya. Karena adanya kepercayaan di dalam dirinya, dan juga bisa melihat apa potensi dalam dirinya. Karena setiap manusia pasti mempunyai kelebihan dan juga ada kekurangannya. Intinya, bagaimana kita bisa melihat hal itu. Intelejensia spiritual membawa seseorang untuk dapat menyeimbangkan pekerjaan dan keluarga, dan tentu saja dengan Sang Maha Pencipta.

Denah Zohar dan Ian Marshall juga mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.

Spiritual Quotient (SQ) adalah kecerdasan yang berperan sebagai landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi dalam diri kita. Dari pernyataan tersebut, jelas SQ saja tidak dapat menyelesaikan permasalahan, karena diperlukan keseimbangan pula dari kecerdasan emosi dan intelektualnya. Jadi seharusnya IQ, EQ dan SQ pada diri setiap orang mampu secara proporsional bersinergi, menghasilkan kekuatan jiwa-raga yang penuh keseimbangan. Dari pernyataan tersebut, dapat dilihat sebuah model ESQ yang merupakan sebuah keseimbangan Body (Fisik), Mind (Psikis) and Soul (Spiritual).

Selain itu menurut Danah Zohar & Ian Marshall: SQ the ultimate intelligence: 2001, IQ bekerja untuk melihat ke luar (mata pikiran), dan EQ bekerja mengolah yang di dalam (telinga perasaan), maka SQ (spiritual quotient) menunjuk pada kondisi ‘pusat-diri’

Kecerdasan spiritual ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi terkapling-kapling sedemikian rupa. Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber-SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.

Mengenalkan SQ Pengetahuan dasar yang perlu dipahami adalah SQ tidak mesti berhubungan dengan agama. Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan jiwa yang dapat membantu seseorang membangun dirinya secara utuh. SQ tidak bergantung pada budaya atau nilai. Tidak mengikuti nilai-nilai yang ada, tetapi menciptakan kemungkinan untuk memiliki nilai-nilai itu sendiri.

KONSEP PELATIHAN ESQ

Pelatihan ESQ adalah pelatihan kepemimpinan dan pengembangan kepribadian dengan tujuan membentuk karakter tangguh yang memadukan konsep kecerdasan intelektual (IQ) yang berfunsi “What I Think” (apa yang saya pikirkan) untuk mengelola fisik atau materi, kecerdasan emosional (EQ) yang berfungsi “What I Fell” (apa yang saya rasakan) untuk mengelola kekayaan sosial, dan kecerdasan spiritual (SQ) yang berfungsi “Who am I” (siapa saya) untuk mengelola kekayaan spiritual secara terintegrasi dan transendental. Konsep yang ditawarkan oleh Ary Ginanjar Agustian tentang membangun Emotional Spiritual Quotient (ESQ) berdasarkan pada 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, yang dapat dirangkum sebagai berikut :

1. Proses penjernihan pikiran (Zero Mind Process).

            Pada tahap ini terjadi proses pembebasan pikiran dari belenggu-belenggu menuju pada suatu pikiran yang fitrah (God Spot), serta perlu diperhatikan kemampuan mengendalikan hati dan pikiran yang fitrah. Langkah ini dilakukan agar pikiran manusia terbebas dari paradigm salah yang akan membatasi pikiran. Hasil akhir yang diharapkan dari porses ini adalah lahirnya alam berfikir jernih dan suci atau fitrah, yaitu krmbali pada hati dan pikiran yang bersifat merdeka serta bebas. Dan ini merupakan tahap titik tolah dari kecerdasan emosi dan spiritual.

2. Pembangunan mental (Mental Building).

Melalui enam prinsip yang didasarkan pada Rukun Iman, yaitu :

  • Iman kepada Allah sebagai pegangan dalam hidup, sehingga timbul rasa aman dan ketenangan yang akan menjernihkan pikiran sekaligus memberikan kesiapan mental untuk menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi.
  • Iman kepada Malaikat (Prinsip malaikat), yaitu memiliki integritas, loyalitas dan kebiasaan member sehingga selalu dipercaya oleh orang lain
  • Iman kepada Rasul (Prinsip kepemimpinan), yang akan menjadikan seseorang pemimpin yang berpengaruh
  • Iman kepada Al-Qur’an, (Kitab Allah), menyadari arti pentingnya prinsip pembelajaran yang akan mendorong kepada suatu kemajuan
  • Iman kepada hari Kiamat, yaitu mempunyai prinsip masa depan sehingga seseorang akan memiliki visi dalam hidupnya.
  • Iman kepada Takdir, yaitu memiliki prinsip keteraturan sehingga tercipta suatu system dalam satu kesatuan tauhid atau prinsip dalam berfikir.

3. Menciptakan ketangguhan pribadi (Personal Strength) dan ketangguhan social (Social Strength)

Melalui prinsip 5 Rukun Islam, yaitu sebagai berikut :

  • Penetapan misi, melalui penjabaran Syahadat karena makna Syahadat akan melatih membangun suatu keyakinan dalam berusaha, menicptakan daya dorong dalam mencapai suatu tujuan, membangkitkan keberanian dan optimism sekaligus menciptakan ketenangan batin dalam menjalankan misi hidup.
  • Pembangunan karakter yang dilambangkan dengan shalat. Shalat adalah suatu metode relaksasi untuk menjaga kesadaran diri agar tetap memiliki cara berfikir yang fitrah, serta metode yang dapat meningkatkan kecerdasan emosional dan spiritual secara terus menerus mengasah serta mempelajari ESQ yang diperoleh dari Rukun Iman.
  • Pengendalian diri (Self Controlling) yang dapat dilatih melalui puasa. Puasa adalah metode pelatihan untuk pengendalian diri dan memelihara fitrah diri.
  • Zakat merupakan suatu upaya Srtategic Collaboration sebagai langkah nyata untuk membangun suatu landasan yang kokoh guna membangun sebuah sinergi yang kuat, yaitu berlandaskan sikap empati, kepercayaan, sikap kooperatif dan keterbukaan, serta kredibilitas.
  • Haji merupakan total action dan transformasi prinsip dan langkah secara total. Selain itu, haji adalah persiapan fisik dan mental dalam menghadapi berbagai tantangan masa depan.

Selain itu, adapaun fungsi dari pelatihan ESQ, yaitu :

  • Lebih menyadari siapa diri kita
  • Menumbuhkan rasa empati
  • Memiliki kasih sayang yang tulus
  • Memiliki visi hidup
  • Senantiasa memiliki memotivasi diri
  • Lebih terbuka dan Fleksibel
  • Bisa menerima kekurangan orang lain
  • Selalu berpikir positif
  • Mudah ber-intropseksi diri
  • Ikhlas menerima dan memberi
  • Berprilaku jujur
  • Berpikir maju
  • Siap menghadapi tantangan hidup
  • Menghargai perasaan dan kepentingan orang lain
  • Mengikis rasa egois dan matrialistis

 

4 TINGKAT PELATIHAN ESQ

Pelatihan ESQ adalah sebuah pelatihan pengembangan sumber daya manusia yang mampu menggabungkan 3 potensi yaitu potensi fisik, emosi dan spiritual; serta ketiga kecerdasan IQ, EQ dan SQ yang selama ini terpisah. Penggabungan tersebut akan menghasilkan sebuah totalitas yang didorong oleh tiga motivasi, dimana hidup dan bekerja bukan sekedar dorongan oleh motivasi yang bersifat fisik maupun emosi, namun juga motivasi yang bersifat spiritual. Hal tersebut akan menghasilkan kompetensi serta kehidupan yang berbahagia dan penuh makna.

Sebagai sebuah metode pembangunan karakter yang komprehensif dan integrative, training ESQ disampaikan secara berkelanjutan melalui beberapa tingkat. Setiap tingkat mempunyai fokus dan objek masing-masing, sehingga seluruh materi akan tuntas apabila peserta megikuti secara keseluruhan. Untuk mencapai hal tersebut, peserta dalam pelatihan ini harus melalui 4 tingkat training ESQ, yaitu sebagai berikut :

1. ESQ Basic Training

Tingkat pertama training ESQ ini akan mengubah paradigma akan arti sebuah kebahagiaan dan pekerjaan. Jika selama ini kita memaknai kebahagiaan sebagai sesuatu yang bersifat materi dan emosional, maka melalui training ini kita akan diajak menemukan kebhagiaan lain yaitu spiritual happiness, sehingga hidup menjadi lebih bernilai dan bermakna (meaning dan values). Dengan demikian, pelatihan tahap ini bertujuan untuk menanamkan makna dengan cara menggabungkan 3 kecerdasan, 3 motivasi untuk mendapatkan 3 kebahagiaan.

2. ESQ Mission and Character Building

Pada tingkat lanjutan pertama dari training ESQ ini, kita akan membangun misi kehidupan yang jelas serta terintegrasi. Jika selama ini misi kehidupan kita sering kali terpisah antara dunia dengan akhirat, antara keluarga dengan pekerjaan, antara pribadi dengan pasangan, maka melalui training ini semua itu akan diintegrasikan menjadi satu. ESQ Mission and Character Building training juga akan mengubah paradigma dalam melihat sebuah masalah, bukan lagi sebagai sebuah beban melainkan kesempatan atau wadah untuk menempa diri. Dengan demikian, pelatihan tahap ini bertujuan untuk menemukan Visi dan Misi pribadi serta menginternalisasi Visi serta Misi perusahaan kepada karyawan dan menanamkan nilai.

3. ESQ Self Control and Collaboration

ESQ tingkat lanjutan kedua dari pelatihan ESQ ini, akan membantu untuk mendeteksi kelemahan dan kekuatan diri serta bagaimana mengendalikannya. Selain itu, ESQ Self and Collaboration training akan membangun kesadaran akan arti pentingnya sebuah kolaborasi yang penuh makna. Dengan demikian, pelatihan tahap ini bertujuan untuk mengendalikan diri dari belenggu untuk mengeluarkan Nilai dan mengimplementasikan dalam sebuah kolaborasi.

4. ESQ Total Action

Untuk mewujudkan sebuah ide dan nilai, diperlukan kemampuan untuk mengeksekusi serta mengimpelemtasikan dalam aksi nyata. Itulah yang akan didapatkan dalam ESQ Total Action training. Dengan demikian, pelatihan tahap ini bertujuan untuk mengeluarkan Nilai menjadi aksi untuk mencapai Visi dan Misi dengan hidup yang penuh makna.

KARAKTERISTIK PELATIHAN ESQ

Pelatihan ESQ memiliki karakteristik dalam pelaksanaannya, dan karakteristik ini menjadi factor pembangun pelatihan ESQ . Karakteristik pelaksanaan metode pelatihan ESQ adalah :

1. Faktor Filosofis Pelatihan

            Pada dasarnya segala bentuk aktivitas di dalam pelatihan ini adalah bentuk dari kehidupan yang sangat kompleks. Maka pelatihan ini juga menjadi metafora kehidupan yang kompleks dengan dibuat secara sederhana para peserta pelatihan akan mudah sekali memahami kompleksitas kehidupan.

2. Faktor Pedagogi Pelatihan : Pendekatan Belajar Melalui Pengalaman

            Experience learning menjadi pedagogi metode pelatihan ESQ ini. Dengan ini, peserta pelatihan secara aktif dilibatkan dalam seluruh kegiatan yang mengundang emosi, yang merupakan bentuk simulasi dari kompleksitas peristiwa-peristiwa dalam hidup. Dengan langsung terlibat pada aktifitas dan mempelajari segala sesuatunya, peserta akan segera mendapat umpan balik tentang dampak dari kegiatan yang dilakukan sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembelajaran.

            Kohlberg merefleksikan pengalaman terhadap proses belajar bertambah dengan memiliki 4 tahapan, yaitu :

  • Concrete Experience
  • Reflective Observation
  • Abstract Conceptualization
  • Active Experimentation

3. Faktor Pengkondisian Dasar Pelatihan : Terapi Kelompok

         Kegiatan pelatihan ESQ melingkupi kegiatan di dalam ruangan supaya banyak berkaitan dengan penambahan insight. Dan kegiatan pelatihan ini juga mengacu pada terapi kelompok yang mempunyai definisi sebagai suatu psikoterapi yang dilakukan bersama-sama dimana reaksi emosional dari anggota kelompok dalam hubungannya dengan anggota lain dipahami sebagai suatu pencerminan konflik inter personal individu yang mempengaruhi kelompok.

          Dengan demikian, bahwa terapi kelompok adalah bentuk usaha terapi yang dilaksanakan lewat cara interaksi emosional berkelompok, dengan tujuan mencapai level adaptif terhadap kehidupan yang berkualitas lebih tinggi dan lebih sehat. Ada beberapa terapis yang mengatakan terapi kelompok dianggap lebih bermanfaat daripada terapi individual karena criteria keberhasilan terapi kelompok sama dengan psikoterapi individual yakni mengurangi stress, menaikkan harga diri, insight, dan memperbaiki tingkah laku serta hubungan social. Secara ekonomik terapi kelompok lebih murah daripada terapi individual.

4. Faktor Metodologi Pelatihan : Proses dan Tahapan Belajar Efektif

            Pengkategorian level belajar ini didasarkan pada kompleksitas proses berfikir. Tahapan-tahapan belajarnya adalah :

  • Knowledge. Di level ini undividu hanya mengingat peristiwa yang terjadi dan menceritakan apa yang terjadi hanya sebagai fakta.
  • Comparison. Individu mengintepretasikan apa yang terjadi. Dalam tahapan ini individu sudah melakukan oleh pikir untuk memaknai permainan yang dilakukan.
  • Application. Pada level ini indivdu melakukan penerapan secara sederhana dari apa yang sudah dipelajari. Kegiatan olah pikir semakin tinggi.
  • Analysis. Dimana inividu mampu menganalisa masalahnya sendiri setelah mendapatkan insight dan mengetahui bagaimana cara penyelesaiannya dalam diri individu tersebut.
  • Synthesis. Di level ini individu menggabungkan potongan pengetahuan untuk memecahkan suatu masalah.
  • Evaluation. Individu mengevaluasi manfaat sebuah gagasan, solusi masalah, dan peristiwa yang dialaminya.

5. Faktor Metoda Pelatihan : Kombinasi Metoda

            Ary Ginanjar mengatakan bahwa metode yang digunakan dalam program pelatihan ESQ adalah :

 

  • Permainan kelompok
  • Kerja kelompok
  • Ceramah
  • Dialog batin (refleksi kegiatan)

6. Faktor Jadwal Pelatihan

 

Contoh pelatihan ini dikutip dari pelatihan ESQ di YAI Fakultas Psikologi – UPI :

Pada hari pertama, para peserta masuk, di dalam sudah banyak peserta. Di depan audience, para native speaker (Ary Ginanjar) sudah siap menyambut peserta dan memperkenalkan diri beserta pelatih-pelatih yang lain. Dia juga menyambut perwakilan dari NU untuk berdiri memperkenalkan terhadap peserta yang lain.

Dalam pengantarnya, Ary Ginanjar  menjelaskan tentang training ESQ, “bahwa pelatihan ini tidak perlu ditulis, semuanya sudah lulus sambil dia ketawa. Saya bukan ustad, bukan dai’ saya minta maaf terhadap ustad-ustad dari NU dan Muhammadiyah,” kata Ary Ginanjar. Setelah perkenalan selesai, lalu ia memutar dan membacakan ayat-yat suci Al-Quran yang berkaitan dengan kehidupan dan ke-Esaan Tuhan. Ia sendiri membaca dan memberikan penafsiran. Karena di depan sudah disiapkan papan yang sangat lebar sekali. Ketika ia membacakan ayat-ayat Al-Quran tadi baik yang berkaitan dengan kematian, tentang rezeki, tentang ke-Esaan Tuhan, semuanya itu dibarengi dengan iringan musik yang menggetarkan badan disamping juga suaranya yang lantang membuat peserta terhipnotis termasuk penulis.

Selanjutnya ia memberikan beberapa metodelogi terhadap peserta, setelah membacakan ayat-ayat tadi, sebelum acara ditutup diisi dengan permainan, olah raga fisik dan nyanyian kebanggaan ESQ. Lalu Ary Ginanjar juga memperkenalkan ciri khas pelatihan ESQ, misalnya setiap selesai pelatihan dan mau isrirahat dan salat, peserta sesama jenis harus saling salaman dan cium pipi dan juga mengucapkan “pagi” kepada seluruh peserta training. “Jadi setiap peserta kalau ketemu pada peserta yang lain harus mengucapkan pagi, ini mengambil dari ayat Al-Quran yang berbunyi Wa Al-Dhuha, yang diartikan “pagi”.”

Dan dia memperkenalkan juga ciri khas dan karakter pribadi ESQ tentang 7 (tujuh) budi utama: jujur, tanggung jawab, visioner, disiplin, kerjasama, adil, dan peduli, sambil memainkan tangan sesuai dengan petunjuknya. Setiap mau istirahat tujuh budi utama ini selalu dinyanyikan oleh Ary Ginajar dan alumni-alumninya.

Memasuki hari yang kedua, model penyampaian juga tidak jauh berbeda dengan hari pertama, tapi hari kedua penulis melihat seorang Ary Ginanjar benar-benar membuat hipnotis peserta dengan ayat-yat Al-Quran yang dia tafsirkan serta sebab turunnya ayat (asbabul nuzul). Peserta di sini benar-benar dibuat histeris, menangis melihat apa yang disampaikan Ary Ginajar yang diiringi suara musik. Lampu dimatikan, peserta duduk lesehan, dan di depan sudah siap memutar ayat-ayat Al-Quran. Peserta mendengarkan dengan khusyuk, ingat pada dosa, harus istigfar bahkan sebagian ada yang menangis sambil menyebut “Allahu Akbar”, “Astagfirullahal Adzhim, ampunilah dosa kami.” Ary ginanjar menambah velome suaranya yang lantang, peserta benar-benar terhiptonis oleh metodelogi yang dimainkan. Seakan-akan benar-benar terjadi gambaran tersebut.

Adapun ketakutan peserta karena raungan suara yang diciptakan melalui musik tadi yang ditengahi suara Ary yang lantang. Waktu menangis hanya satu jam. Setelah itu peserta bisa happy lagi, ketawa lagi. Bahkan Ary memainkan tebak-tebakan berhadiah. Di tengah-tengah istirahat ini, penulis sambil menyantap snack yang disediakan oleh panitia berkenalan dengan peserta yang lain yang ternyata dari Yogya. Dia datang dari jauh dengan membayar mahal untuk mengikuti acara ini.

Masuk pada hari ketiga, hari terakhir ternyata suguhannya beda. Penulis disuguhi formulir untuk menanam saham terhadap kantor ESQ. penulis bertanya-tanya lagi dalam hati, pelatihan kok ada sahamnya ini, pelatihan apa ini? Sementara panitia yang lain sibuk mengantarkan formulir kepada peserta yang lain dan yang punyak duit. Penulis yang tidak punya uang langsung memasukkan formulir ke dalam tas diam-diam.

“Kantor ESQ ini berlantai 25 sesuai dengan jumlah nabi,” kata Ary Ginanjar memulai meminta sumbangan dan menggugah kantong peserta. “Kalau kantor ini selesai nanti kita training tidak perlu menyewa hotel lagi, karena sudah ada tempatnya. Dan lantai 25 adalah mushalla, tempatnya orang salat, bertasbih dan istigfar,” kata Ary Ginajar. Sebagian peserta sudah ada yang mengisi formulir itu dan menulis nominalnya. Minimal uang yang disodorkan sebesar Rp 1 juta. “Untuk mahasiswa bisa utang,” kata Ary, mencoba menjelaskan terhadap paserta yang mahasiswa.

Formulir yang sudah diisi, langsung disetorkan kepada panitia. Tapi penulis tidak tahu berapa jumlah semuanya uang yang dikumpulkan dari 900-an orang peserta. “Kalau ikut pelatihan ini berarti dapat petunjuk,” ujar Ary Ginanjar. Menurut hemat penulis mana ada dengan waktu yang sangat singkat sekali orang bisa dapat petunjuk dari Allah, orang bisa menangis, orang bisa sadar apalagi hanya beberapa jam saja. Apalagi yang melatih (maaf) menurut aumengartikan Asmaul Husna ambil apa adanya, seperti membaca buku diterjemahan-terjemahan itu.

7. Faktor Trainer Pelatihan : Peran Seorang Fasilitator

            Tahapan diatas tidak tergantung pada jumlah session, tetapi pada cepat-lambatnya proes yang terjadi. Sebab goal yang dicapai dalam pelatihan ini adalah bahwa seorang individu mengembangkan pola perilaku defensive untuk melindungi diri terhadap kecemasan yang ada pada setiap kelompok. Selama pelatihan, para fasilitator yang berfungsi juga sebagai terapis, adalah memanfaatkan kecerdasan ini secara terapeutik. Dinamika kelompok dipusatkan diantara kelompok sebagai suatu keseluruhan unit yang terstruktur dan berfungsi didalam dirinya sendiri.

            Dalam rentang waktu pelaksanaan pelatihan, dibutuhkan kualifikasi tertentu, seperti yang diidealkan oleh Zainudin SK (2006) yakni :

  • Berkualitas dalam membentuk dan mempertahnkan kelompok.
  • Berkualitas dalam membentuk budaya dalam kelompok
  • Berkualitas dalam membentuk norma kelompok antara lain pemantauan diri, pembukaan diri, normal procedural.

8. Faktor Peserta Pelatihan

      Faktor ini menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan, karena secara umum ini merupakan obyek dari suatu pelatihan. Salah satu peserta dari pelatihan ini yang diambil adalah orang dewasa muda, karena menurut ahli psikologi perkembangan, Santrock (1999) bahwa orang dewasa muda termasuk masa transisi secara fisik, intelektual, serta peran social. Walaupun pada umumnya ada beberapa jenis pelatihan, yaitu untuk ESQ for kids, ESQ for teen, dll

METODE PELATIHAN

Program pelatihan ESQ berupa pelatihan yang mengadakan dengan metode ceramah, diskusi interaktif, berbagi cerita, refleksi diri, dan berbagai macam games yang berhubungan dengan materi ESQ itu sendiri. Pelatihan ESQ adalah sebuah metode pelatihan dengan beberapa kekhususan sehingga menjadi ciri khas tersendiri, seperti:

  • Penyampaian materi menggunakan pendekan nilai-nilai spiritual yang berlaku umum pada semua keyakinan. Pendekatan ini sangat efektif dan telah diakui oleh sebagian besar alumni, yang sampai dengan saat ini jumlah sudah melebihi 1 juta orang, baik dari dalam negeri maupun manca Negara
  • Seluruh modul training menggunakan 100% modul berlisensi dan bukan merupakan hasil duplikasi pelatihan lain dalam rangka menjaga orisinalitas dan mutu pelatiha
  • Mengimplemetasikan metode Quantum Learning dimana peserta menggunakan seluruh indera dalam menyimak materi training, baik itu penglihatan, pendengaran maupun kinestetik

Selain itu, adapaun beberapa metode yang biasanya digunakan, yaitu :

–       Games                                               –    Discussion                                      

–       Experiential Learning                        –    Role Play

–       Case Study

MATERI PELATIHAN

Adapun materi pelatihan ESQ ini, diantaranya yaitu :

1. Zero Mind Process

      Adalah upaya untuk menjernihkan hati, dengan tujuan memunculkan kemampuan  mendengar suara hati terdalam yang merupakan sumber kebijaksanaan(wisdom) dan motivasi (energy)

2. Mental Building

      Adalah suatu metode untuk melindungi dan menjaga potensi dasar melalui 6  prinsip yang meliputi :

  • Star Principle, yaitu membangun integritas, loyalitas dan rasa tanggung jawab didalam diri pekerja.
  • Angel Principle, yaitu membangun komitmen dan keikhlasan dalam pekerja
  • Leadership Principle, yaitu membangun nilia-nilai kepemimpinan didalam diri setiap pekerja.
  • Learning Principle, yaitu membangun kesadaran didalam diri setiap pekerja untuk terus memperbaiki diri dan meningkatkan kemampuan.
  • Vision principle, yaitu memberikan kesadaran bahwa setiap orang yang hidup akan meninggal sehingga apapun yang dilakukan akan memperoleh balasannya nanti.
  • Well organized principle, yaitu memberikan kesadaran bahwa setiap orang memiliki peranan penting sekecil apapun.

3. Personal Strength

      Adalah suatu metode untuk melepaskan, mengarahkan, mengendalikan kekuatan pikiran bawah sadar (unconscious mind), sehingga menjadi suatu langkah nyata dalam  kehidupan sehari-hari, sekaligus pola pengasahannya, melalui:

  • Mission Statement, yaitu internalisasi visi dan misi perusahaan didalam diri setiap pekerja.
  • Character Buildin, yaitu memberikan pemahaman mengenai cara pembangunan karakteryang diharapkan.
  • Self Controlling, yaitu memberikan kesadaran tentang karakter buruk yang harus diperbaiki untuk menjalankan nilai-nilai perusahaan.

4. Social Strength

Adalah upaya pembangunan teamwork berdasarkan kesamaan suara hati sehingga tercipta kolaborasi hati yang tangguh dan solid, melalui :

  • Strategic Collaboration
  • Total Action, yaitu memberikan kesadaran untuk mengimplementasikan ide da mencapai target.

Hal yang harus diperhatikan selama melaksanakan pelatihan adalah sebagai berikut :

a. Ruang audiovisual

Kelompok pertama berkumpul diruang audiovisual 1 yang telah dipersiapkan terlebih dahulu dan jarak duduknya sama, lalu diberikan tontonan film kartun Sesame street dan selanjutnya sama dengan kelompok kedua berkumpul diruang audiovisual 2 yang telah dipersiapkan terlebih dahulu dan jarak duduknya sama, lalu diberikan tontonan ice breaking sebelum pelatihan.

b. Gangguan interupsi

Interupsi yang biasa mengganggu konsentrasi diruangan adalah bunyi bel istirahat. Lalu interupsi yang ke-2 adalah DVD yang berhenti ditengah-tengah pemutaran film.

c. Pemilihan peserta

Dengan mendata siswa sesuai karakteristiknya untuk dimasukan dalam kelompok dan terbentuklah kelompok yang masing-masing terdiri dari 30 peserta. Kemudian melakukan uji coba kecerdasan emosionalnya yang akan digunakan sebagai post-test. Setelah dibagi kelompok makan akan menerima treatmen yang diberikan dengan jangka waktu 1 bulan dan di setiap minggunya di berikan 2 kali dengan durasi waktu satu jam.

EVALUASI DAN MONITORING PELATIHAN

Evaluasi dapat didefinisikan sebagai mekanisme dasar sebagai umpan balik yang membantu untuk memperbaiki sebuah program. Secara umum, ruang lingkup evaluasi meliputi : evaluasi program organisasi, evaluasi personil (SDM), serta evaluasi program pelatihan.

Dalam melakukan evaluasi dan monitoring pelatihan ini setidaknya harus mencakup dua elemen kunci, yaitu :

1. Elemen yang pertama

adalah adanya post-training action plan yang berisikan serangkaian rencana tindakan konkrit yang harus dilakukan oleh para peserta untuk mengaplikasikan materi training yang telah dipelajari. Didalamnya termuat secara rinci jenis tindakan apa yang akan dilakukan, kapan dilakukan dan target spesifik apa yang ingin diraih.

2. Elemen yang kedua

adalah adanya sesi monitoring yang reguler dan dilakukan secara kontinyu, misal setiap 2 bulan sekali selama 24 bulan berturut-turut. Dalam sesi ini mesti hadir para peserta training, pihak atasan, dan juga fasilitator training. Melalui sesi-sesi inilah, pelaksanaan action-plan tadi dipantau dan diuji kemajuannya. Melalui serangkaian sesi ini pula, dibangun sebuah proses kunci : yakni bagaimana menginjeksikan kebiasaan dan perilaku baru sesuai dengan tujuan training.

KESIMPULAN

Pelatihan ESQ adalah pelatihan kepemimpinan dan pengembangan kepribadian dengan tujuan membentuk karakter tangguh yang memadukan konsep kecerdasan intelektual (IQ) yang berfunsi “What I Think” (apa yang saya pikirkan) untuk mengelola fisik atau materi, kecerdasan emosional (EQ) yang berfungsi “What I Fell” (apa yang saya rasakan) untuk mengelola kekayaan sosial, dan kecerdasan spiritual (SQ) yang berfungsi “Who am I” (siapa saya) untuk mengelola kekayaan spiritual secara terintegrasi dan transendental. Konsep pelatihan ESQ di Indonesia, pertama kali ditawarkan oleh Ary Ginanjar Agustian sebagai penulis sekaligus pelopor mengenai pelatihan dalam membangun Emotional Spiritual Quotient (ESQ) berdasarkan pada 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam.

ESQ Leadership Center adalah lembaga training sumber daya manusia yang bertujuan membentuk karakter melalui penggabungan 3 potensi manusia, yaitu kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual. Selama ini ketiga potensi tersebut terpisah dan tidak didayagunakan secara optimum untuk membangun sumber daya manusia. Sehingga, ketiga potensi manusia tersebut dapat digabungkan dan dibangkitkan sehingga terbentuk karakter yang tangguh, peningkatan produktivitas sekaligus melahirkan kehidupan yang bahagia dan penuh makna.

Referensi :

Tarakan, Nora. Tentang ESQ. 2007. [online]. Tersedia : http://esqwaytarakan.blogspot.com,  (1 Mei 2012).

Anonym. Pengertian dan Definisi IQ, EQ dan SQ. 2009. [online]. Tersedia: http://4gus3.blogspot.com/2009/05/pengertian-atau-definisi-dari-iq-eq-dan-sq.html. (1 Mei 2012)

Anonim. Pengertian IQ. 2012. [online]. Tersedia :http://infoini.com/2012/pengertian-iq.html. (1 Mei 2012)

Anonym. 2012. [online]. Tersedia :http://portal.porsea.com/2010/11/30/eq-iq/ (1 Mei 2012)

Agustina, Dwitya. 2012. [online]. Tersedia http://orinkeren.multiply.com/journal/item/467/ Jawaban_ESQ_atas_kejanggalan-kejanggalannya…..(1 Mei 2012)

 

 

 
1 Komentar

Ditulis oleh pada 3 April 2014 inci Education

 

Tag: , , , , , , , ,

Evaluasi Program dan Penyelenggaraan Pelatihan

Latar Belakang

Dalam peningkatan, pegembangan, dan pembentukan sumber daya manusia dilakukan melalui upaya pembinaan, pendidikan, dan pelatihan. Pelatihan pada hakikatnya mengandung unsur-unsur pembinaan dan pendidikan. Pelatihan merupaka suatu fungsi manajemen yan perlu dilaksanakan terus-menerus dalam rangka pembinaan sumber daya manusia dalam suatu organisasi. Secara spesifik, proses pelatihan merupakan srangkaian tindakan atau upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan, bertahap dan terpadu. Setiap proses pelatihan harus terarah untuk mencapai tujuan tertentu terkait dengan upaya pencapaian tujuan organisasi.

Evaluasi merupakan suatu komponen dalam manajemen program pelatihan. Suatu kegiatan pelatihan harus dimulai dan diakhiri dengan kegiatan evaluasi, sehingga proses pelatihan dapat dinyatakan lengkap dan menyeluruh. Manajemen pelatihan memiliki karakteristik tersendiri, dan evaluasi diarahkan untuk mengontrol ketercapaian tujuan. Dengan evaluasi dapat diketahui efektifitan dan efisiensi kegitan pelatihan yang telah dilaksanakan. Selain itu evaluasi juga memberikan gambaran tentang tingkatan keberhasilan peserta, hambatan-hambatan yang ada, kelemahan-kelemahan dan kekuatan-kekuatan yang dirasakan.

Evaluasi program pelatihan adalah usaha pengumpulan informasi dan penjajagan informasi untuk mengetahui dan memutuskan cara yang efektif dalam menggunakan sumber-sumber latihan yang tersedia guna mencapai tujuan pelatihan secara keseluruhan. Evaluasi pelatihan mencoba mendapatkan informasi-informasi mengenai hasil-hasil program pelatihan, kemudian menggunakan informasi itu dalam penilaian. Evaluasi pelatihan juga memasukkan umpan balik dari peserta yang sangat membantu dalam memutuskan kebijakan mana yang akan diambil untuk memperbaiki pelatihan.

Konsep Evaluasi

A. Pengertian Evaluasi

Suharsimi Arikunto (2004 : 3) mengemukakan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision maker untuk menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan.

Worthen dan Sanders (1987 : 1) mengemukakan bahwa evaluasi adalah mencari sesuatu yang berharga (worth). Sesuatu yang berharga tersebut dapat berupa informasi tentang suatu program, produksi serta alternatif prosedur tertentu. Karenanya evaluasi bukan merupakan hal baru dalam kehidupan manusia sebab hal tersebut senantiasa mengiringi kehidupan seseorang. Seorang manusia yang telah mengerjakan suatu hal, pasti akan menilai apakah yang dilakukannya tersebut telah sesuai dengan keinginannya semula.

Stufflebeam (Worthen dan Sanders, 1987 : 129) mengemukakan bahwa evaluasi adalah : process of delineating, obtaining and providing useful information for judging decision alternatives. Ada beberapa unsur yang terdapat dalam evaluasi yaitu : adanya sebuah proses (process) perolehan (obtaining), penggambaran (delineating), penyediaan (providing) informasi yang berguna (useful information) dan alternatif keputusan (decision alternatives).

Berdasarkan pengertian-pengertian tentang evaluasi yang telah dikemukakan beberapa para ahli diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk melihat sejauh mana keberhasilan sebuah program. Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai oleh program tersebut. Karenanya, dalam keberhasilan ada dua konsep yang terdapat didalamnya yaitu efektifitas dan efisiensi. Efektifitas merupakan perbandingan antara output dan inputnya sedangkan efisiensi adalah taraf pendayagunaan input untuk menghasilkan output melalui suatu proses.

B. Pengertian Evaluasi Program

John L Herman (Tayibnapis, 2008 : 9) mengemukakan bahwa program adalah segala sesuatu yang anda lakukan dengan harapan akan mendatangkan hasil atau  manfaat. Dari pengertian ini dapat ditarik benang merah bahwa semua perbuatan manusia yang darinya diharapkan akan memperoleh hasil dan manfaat dapat disebut program.

Suharsimi Arikunto (2009 : 290) mengemukakan bahwa program dapat dipahami dalam dua pengertian yaitu secara umum dan khusus. Secara umum, program dapat diartikan dengan rencana atau rancangan kegiatan yang akan dilakukan oleh seseorang di kemudian hari. Sedangkan pengertian khusus dari program biasanya jika dikaitkan dengan evaluasi yang bermakna suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan ralisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses berkesinambungan dan terjadi dalam satu organisasi yang melibatkan sekelompok orang.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka sebuah program adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan secara waktu pelaksanaannya biasanya panjang. Selain itu, sebuah program juga tidak hanya terdiri dari satu kegiatan melainkan rangkaian kegiatan yang membentuk satu sistem yang saling terkait satu dengan lainnya dengan melibatkan lebih dari satu orang untuk melaksanakannya.

Selanjutnya Isaac dan Michael (1981 : 6) mengemukakan bahwa sebuah program harus diakhiri dengan evaluasi. Hal ini dilaksanakan untuk melihat apakah program tersebut berhasil menjalankan fungsi sebagaimana yang telah ditetapkan sebelumnya. Ada tiga tahap rangkaian evaluasi program yaitu:

  1. Menyatakan pertanyaan serta menspesifikasikan informasi yang hendak diperoleh,
  2. Mencari data yang relevan dengan penelitian dan
  3. Menyediakan informasi yang dibutuhkan pihak pengambil keputusan untuk melanjutkan, memperbaiki atau menghentikan program tersebut.

Dengan demikian, maka evaluasi program dapat dimaknai sebagai sebuah proses untuk mengetahui apakah sebuah program dapat direalisasikan atau tidak dengan cara mengetahui efektifitas masing-masing komponennya melalui rangkain informasi yang diperoleh evaluator.

C. Tujuan Evaluasi

Evaluasi memegang peranan penting dalam suatu program Worthen dan Sanders, 1987 (Tayibnapis, 2008 : 2) antara lain memberikan informasi yang dipakai sebagai dasar untuk:

  1. Membuat kebijaksanaan dan keputusan,
  2. Menilai hasil yang dicapai,
  3. Menilai kurikulum,
  4. Memberi kepercayaan
  5. Memonitor dana yang telah diberikan,
  6. Memperbaiki materi dan program.

Suharsimi Arikunto (2004 : 13), mengemukakan bahwa ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan kepada program secara keseluruhan sedangkan tujuan khusus lebih difokuskan pada masing-masing komponen. Beberapa tujuan evaluasi diantaranya adalah;

  1. Untuk memperoleh dasar bagi pertimbangan akhir suatu periode kerja, apa yang telah dicapai, apa yang belum dicapai, dan apa yang perlu mendapat perhatian khusus.
  2. Untuk menjamin cara kerja yang efektif dan efisien yang membawa organisasi pada penggunaan sumber daya yang dimiliki secara efesien dan ekonomis.
  3. Untuk memperoleh fakta tentang kesulitan, hambatan, penyimpangan dilihat dari aspek-aspek tertentu.

D. Fungsi Evaluasi Program

Fungsi evaluasi menurut Scriven, 1967 (Tayibnapis, 2008: 4) adalah sebagai berikut:

  1. Fungsi Formatif yaitu evaluasi dipakai untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan (program, orang, produk, dsb).
  2. Fungsi sumatif yaitu evaluasi dipakai untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan. Jadi evaluasi hendaknya membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu program, perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan dari mereka yang terlibat.
  3. Fungsi diagnostik yaitu untuk mendiagnostik sebuah program.

Selanjutnya Stuffebeam (Tayibnapis, 2008: 4) juga mengemukakan fungsi evaluasi, yaitu sebagai berikut:

  1. Proactive Evaluation yaitu evaluasi program yang dilakukan untuk melayani pemegang keputusan.
  2. Retroactive Evaluation yaitu evaluasi program yang dilakukan untuk keperluan pertanggung jawaban.

Konsep Pelatihan

A. Pengertian Pelatihan

Pelatihan (training) merupakan proses pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian, konsep, peraturan, atau sikap untuk meningkatkan kinerja tenga kera (Simamora:2006:273). Menurut pasal I ayat 9 Undang-Undang No.13 Tahun 2003.

”Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat ketrampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan pekerjaan.”

Oemar Hamalik (2007:10-11) mengemukakan bahwa pelatihan adalah suatu proses yang meliputi serangkaian tindakan (upaya) yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk pemberian bantuan kapada tenaga kerja yang dilakukan oleh tenaga profesional kepelatihan dalam satuan waktu yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta dalam bidang pekerjaan tertentu guna meningkatkan efektivitas dan produktivitas dalam suatu organisasi. Dengan demikian dapat diuraikan bahwa:

  1. Pelatihan adalah suatu proses,
  2. Pelatihan dilaksanakan dengan sengaja,
  3. Pelatihan diberikan dalam bentuk pemberian bantuan,
  4. Sasaran pelatihan adalah unsur ketenagakerjaan,
  5. Pelatihan dilaksanakan oleh tenaga professional,
  6. Pelatihan berlangsung dalam satuan waktu tertentu,
  7. Pelatihan meningkatkan kemampuan kerja peserta, dan
  8. Pelatihan harus berkenaan dengan pekerjaan tertentu.

B. Tujuan pelatihan

Tujuan diselenggarakan pelatihan (Simamora, 2006 : 276) diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas dan kesejahteraan. Adapun tujuan-tujuannya sebagai berikut:

  1. Memperbaiki kinerja karyawan-karyawannya yang bekerja karena kekurangan keterampilan.
  2. Memuktahirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi. Melalui pelatihan, pelatih memastikan bahwa karyawan dapat megaplikasikan teknologi baru secara efektif.
  3. Mengurangi waktu pembelajaran bagi karyawan baru agar kompeten dalam pekerjaan.
  4. Membantu memecahkan masalah orperasional. Para manejer harus mencapai tujuan mereka dengan kelangkaan dan kelimpahan sumber daya.
  5. Mempersiapkan karyawan untuk promosi/ satu cara untuk menarik, menahan, dan memotivasi karyawan.
  6. Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi,
  7. Memenuhi kebutuhan pertumbuhan.

C. Manfaat pelatihan

Pelatihan mempunyai andil besar dalam menentukan efektifitas dan efisiensi organisasi. Beberapa manfaat program pelatihan (Simamora, 2006:278) adalah:

  1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas.
  2. Mengurangi waktu belajar yang diperlukan karyawan untuk mencapai standar kinerja yang dapat diterima.
  3. Membentuk sikap, loyalitas, dan kerjasama yang lebih menguntungkan.
  4. Memenuhi kebutuhan perencanaan semberdaya manusia
  5. Mengurangi frekuensi dan biaya kecelakaan kerja.
  6. Membantu karyawan dalam peningkatan dan pengembangan pribadi mereka.

Manfaat di atas membantu individu maupun organisasi. Program pelatihan yang efektif adalah memberikan bantuan yang berharga dalam perencanaan karir dan sering dianggap sebagai penyembuh penyakit organisasional. Apabila produktivitas tenaga kerja menurun banyak manejer berfikir bahwa solusinya adalah pelatihan. Meskipun program pelatihan tidak mengobati semua masalah organisasional, namun tentu saja program pelatihan itu berpotensi untuk memperbaiki situasi tertentu sekiranya program dijalankan secara benar.

Evaluasi Program dan Penyelenggaraan Pelatihan

Evaluasi program pelatihan adalah usaha pengumpulan informasi dan penjajagan informasi untuk mengetahui dan memutuskan cara yang efektif dalam menggunakan sumber-sumber latihan yang tersedia guna mencapai tujuan pelatihan secara keseluruhan. Evaluasi pelatihan mencoba mendapatkan informasi-informasi mengenai hasil-hasil program pelatihan, kemudian menggunakan informasi itu dalam penilaian. Evaluasi pelatihan juga memasukkan umpan balik dari peserta yang sangat membantu dalam memutuskan kebijakan mana yang akan diambil untuk memperbaiki pelatihan tersebut. Dengan demikian maka evaluasi program pelatihan harus dirancang bersamaan dengan “perancangan pelatihan” berdasarkan pada perumusan tujuan.

Dalam “forum evaluasi program pelatihanM. Nasrul (2009:39) mengemukakan tujuan evaluasi pelatihan, diantaranya adalah:

  1. Menemukan bagian-bagian mana saja dari suatu pelatihan yang berhasil mencapai tujuan, serta bagian-bagian yang tidak mencapai tujuan atau kurang berhasil sehingga dapat dibuat langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.
  2. Memberi kesempatan kepada peserta untuk menyumbangkan pemikiran dan saran saran serta penilaian terhadap efektifitas program pelatihan yang dilaksanakan.
  3. Mengetahui sejauh mana dampak kegiatan pelatihan terutama yang berkaitan dengan terjadinya perilaku di kemudian hari.
  4. Identifikasi kebutuhan pelatihan untuk merancang dan merencanakan kegiatan pelatihan selanjutnya.

Evaluasi pelatihan merupakan bagian dari setiap proses atau tahapan pelatihan mulai dari perencanaan, pelakasanaan dan tindak lanjut dari suatu pelatihan. Evaluasi pelatihan menghendaki adanya umpan balik secara terus menerus, sehingga kegiatan evaluasi pelatihan tidak hanya dapat dilakukan sekali pada akhir program. Setiap tahap pencapaian sasaran merupakan tindakan evaluasi terhadap program pelatihan.

Selanjutnya M. Nasrul (2009:42) mengemukakan bahwa komponen-komponen yang perlu dievaluasi dalam evaluasi pelatihan antara lain meliputi:

1. Pencapaian Tujuan dan Ketepatan Tujuan

Dalam evaluasi hendaknya dilakukan pengumpulan informasi yang berkaitan dengan pencapaian tujuan dan ketepatan tujuan. Artinya yaitu bahwa apakah pelatihan tersebut telah mencapai tujuan yang diharapkan dan apakah tujuan tersebut tepat sesuai dengan kebutuhan pelatihan.

2. Isi atau Materi Pelatihan

Dalam evaluasi akhir hendaknya dilakukan pengumpulan informasi yang berkaitan dengan isi atau materi pelatihan yang dibahas selama pelatihan berlangsung; yaitu antara lain apakah materi yang dibahas sesuai dengan tujuan, apakah materi pelatihan terlalu sederhana, terlalu sulit, terlalu teoritis dan lain sebagainya.

3. Fasilitator Pelatihan

Hal yang tidak kalah pentingnya adalah pengumpulan informasi tentang ‘fasilitator” yang membantu proses terjadinya kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini perlu dilakukan pengumpulan informasi yang menyangkut tentang keterampilan fasilitator, kemampuan fasilitator dalam memfasilitasi pelatihan. Hal-hal yang perlu dievaluasi antara lain meliputi:

  • Penguasaan dan kemampuan menggunakan metoda partisipatif,
  • Penguasaan dan pemahaman terhadap materi pelatihan,
  • Kemampuan melakukan komunikasi dan interakasi dengan peserta secara efektif,
  • Kerjasama team fasilitator,
  • Kemampuan penggunaan media dan sarana pelatihan secara efektif
  • Peserta pelatihan

Pengumpulan informasi tentang peserta perlu juga dilakukan dalam evaluasi akhir untuk mengetahui tingkat partisipasi peserta, perasaan peserta, kerjasama peserta dengan peserta yang lain, kerjasama dengan fasilitator. Disamping itu, hal yang tidak kalah pentingnya adalah kriteria peserta, apakah peserta yang terlibat dalam pelatihan sesuai dengan yang diharapkan sebagaimana ditetapkan dalam kerangka acuan pelatihan, dan lain-lain.

4. Metodologi Pelatihan/ Efektifitas Pelatihan

Evaluasi pelatihan juga perlu mengumpulkan informasi tentang penggunaan dan pemanfaat metoda dan efektifitasnya. Apakah metoda yang dipergunakan mampu mendorong keterlibatan peserta, apakah metoda yang dipergunakan cocok dengan tujuan yang diharapkan, apakah metoda yang dipergunakan sesuai dengan sifat isi materi pelatihan.

5. Penyelenggaraan Pelatihan

Penyelenggaraan pelatihan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pelatihan yang seringkali diabaikan. Pada umumnya, evaluasi penyelenggaraan lebih berfokus pada aspek logistik. Hal-hal yang perlu dievaluasi antara lain meliputi:

  • Komunikasi, yaitu bagaimana pemberitahuan atau undangan dipersiapkan oleh pihak Ujian, merupakan salah satu jenis evaluasi penyelenggara, apakah undangan jelas dan disertai dengan informasi yang dibutuhkan, biasanya dilengkapi dengan Kerangka Acuan Pelatihan.
  • Sarana dan Prasarana Pendukung pelatihan yang meliputi tempat pelatihan, baik untuk diskusi pleno maupun untuk diskusi kelompok, konsumsi, akomodasi, ketersediaan dan kesiapan bahan bahan yang diperlukan untuk peserta dan fasilitator, kepanitiaan dan lain-lain.

Oemar Hamalik (2007:78) mengemukakan bahwa prosedur penyelenggaraan pelatihan terdiri dari empat tahap, yaitu:

1. Tahap pendahuluan, merupakan tahap persiapan sebelum peserta melaksanakan keseluruhan kegiatan. Pada tahap ini peserta melakukan kegiatan orientasi.

2. Tahap pengembangan, merupakan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana yang telah disusun oleh pelatih. Pada tahap ini peserta melakukan kegiatan-kegiatan diantaranya:
  • Kegiatan tatap muka dengan tim pelatih yaitu melaksanakan kegiatan pelatihan sesuai dengan yang telah direncanakan.
  • Kegiatan berstruktur, sebagai tindak lanjut kegiatan tatap muka seperti: berdiskusi, demonstrasi, eksperimen, dan lainnya.
  • Kegiatan mandiri, mendalami dan memperluas penguasaan materi/ proyek, baik yang bersumber dari bacaan atau pun kegiatan pelatihan.
  • Seminar, sebagai media pertukaran informasi.
  • Kunjungan instansional, sebagai studi perbandingan untuk perbaikan dan peningkatan kerja.
  • Laporan harian, sebagai monitoring.
  • Karyawisata, sebagai penunjang kegian pelatihan.dll

3. Tahap kulminasi, merupakan tahap puncak kegiatan pelatihan yang dilaksanakan dalam bentuk:

  • Pameran, dimaksudkan untuk mempertunjukkan secara menyeluruh semua produk yang dihasilkan oleh peserta.
  • Seminar akhir, dalam seminar akhir ini dibahas secara menyeluruh semua pengalaman, kesan, dan berbagai masalah yang ditemui oleh peserta dan pembimbing selama pelaksanaan program. Pada seminar akhir ini, berbagai teori yang menunjang ditinjau dan dilihat relevansinya.
  • Laporan individual, memuat semua pengalaman yang telah dilaksanakan peserta.
4. Tahap tindak lanjut, merupakan suatu tahap transisi, di mana berlangsungnya proses penempatan dan pembinaan terhadap para lulusan pelatihan. Kesulitan mulai lebih terasa, khususnya untuk menempatkan lulusan pelatihan sedangkan kesempatan kerja belum tersedia. Dalam kondisi ini, dituntut keberanian dari pihak pengambil keputusan, misalnya menyediakan suatu proyek cipta kerja dengan bantuan modal dan pembinaan manajemen yang teratur dan terencana.

Suharsimi Arikunto (2004 : 23) mengemukakan bahwa evaluasi program mempunyai ukuran keberhasilan, yang dikenal dengan istilah kriteria. Istilah kriteria dalam penilaian dikenal dengan kata “tolak ukur” atau ”standar”. Kriteria adalah sesuatu yang digunakan sebagai patokan atau batas minimal untuk sesuatu yang diukur. Kriteria atau tolak ukur bersifat jamak karena menunjukan batas atas dan batas bawah, sekaligus batas-batas di antaranya. Dengan demikian, kriteria menunjukkan gradasi atau tingkatan, dan ditunjukan dalam bentuk kata keadaan atau predikat.

Dasar dalam pembuatan standar atau kriteria adalah sumber pengambilan kriteria secara keseluruhan. Dengan pengertian bahwa kriteria adalah suatu ukuran yang menjadi patokan yang harus dicapai. Suharsimi Arikunto (2004 : 24) mengemukakan bahwa ada beberapa sumber pembuatan kriteria, diantaranya yaitu:

  1. Peraturan atau ketentuan yang sudah dikeluarkan berkenaan dengan kebijakan yang bersangkutan atau ketentuan yang berlaku umum.
  2. Buku pedoman atau petunjuk pelaksanaan (juklak).
  3. Konsep atau teori-teori yang terdapat dalam buku-buku ilmiah.
  4. Hasil penelitian yang sudah dipublikasikan atau diseminarkan.
  5. Pertimbangan orang yang memiliki kelebihan dalam bidang yang sedang dievaluasi (expert judgment).
  6. Hasil kesepakatan kelompok/ tim atau beberapa orang yang mempunyai wawasan tentang program yang dievaluasi.
  7. Pemikiran sendiri (akal atau nalar sendiri).

Oemar Hamalik (2007:127) mengemukakan bahwa kriteria penilaian/ evaluasi program pelatihan meliputi:

1. Kriteria penilaian masukan, kriteria ini bertalian dengan perencanaan program. Perangkat kriteria yang dapat digunakan adalah:

  • Tujuan perilaku yang dirumuskan secara operasional, rinci, mengacu pada perubahan tingkah laku yang mencakup aspek-aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap, berdasarkan atas data masyarakat, posisi perkembangan peserta, disiplin ilmu manajemen, tujuan itu layak untuk dicapai, berdaya guna bagi fungsi-fungsi pendidikan dan pelatihan, serta memperhatikan segi prioritas dan keseimbangan.
  • Seleksi peserta, merupakan syarat untuk mempersiapkan tenaga lulusan, dilaksanakan oleh lembaga Diklat, sesuai dengan kemampuan kelembagaan, dilaksanakan oleh tenaga kepelatihan yang berpengalaman, berguna untuk rekrutmen, mencakup berbagai aspek seperti: kemampuan akademik, tingkat kecerdasan, kematangan, kesehatan, social, keterampilan berkomunikasi, dan minat serta motivasi belajar, dan lain sebagainya.
  • Isi program pelatihan, sesua dengan perkembangan IPTEK, memberi kemudahan untuk menguasai unsur-unsur dalam peta pengetahuan, peta keterampilan, dan peta sikap serta moral, bermakna bagi peserta untuk melaksanakan pekerjaan, perkembangan pribadi yang seimbang, dan untuk kehidupan sehari-hari. Isi/ bahan pelajaran mencakup pendidikan umum (kelompok dasar), pengajaran pokok/ kejuruan (kelompok inti), dan pengajaran penunjang (pelengkap).
  • Pemilihan dan penggunaan metode dan media, harus konsisten dengan tujuan yang hendak dicapai, bahan pelajaran, kemampuan pelatih, dan kondisi lingkungan.
  • Pembinaan, dilaksanakan terus-menerus dalam jangka panjang, membantu peserta untuk memahami dirinya, bersifat luwes, menggunakan berbagai instrument pengumpulan data, dan teknik langsung atau tidak langsung dengan prosedur individual dan kelompok.
  • Organisasi program pelatihan, meupakan program pelatihan professional, disusun seimbang yang memadukan teori dan praktek, berdasarkan disiplin ilmu, berurutan, berdasarkan sistematika tertentu.

2. Kriteria penilaian proses,

a. Kriteria internal

  • Koherensi, adalah keterkaitan antara unsur-unsur dalam suatu program pelatihan.
  • Sumber manusia, adalah kesesuaian antara kemampuan tenaga pelaksanaan dalam suatu program pelatihan.
  • Persepsi pemakaian program, adalah reaksi dari pihak pemakai terhadap suatu program pelatihan yang telah dilaksanakan.
  • Persepsi penyediaan program, adalah sikap dan penilaian penyedia program terhadap semua aspek program pelatihan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan.
  • Efisiensi penggunaan biaya, adalah perbandingan antara biaya yang telah dianggarkan dan dikeluarkan bagi produk yang diharapkan dengan tercapainya hasil yang nyata setelah suatu program pelatihan dilaksanakan
  • Kemampuan, adalah kemampuan suatu program pelatihan untuk menghasilkan produk yang telah dirancang sebelumnya dengan makna tertentu.
  • Dampak (impact), adalah efek lebih yang dicapai oleh suatu program dibandingkan dengan tanpa pelaksanaan program tersebut atau dibandingkan dengan program-program lainnya.

b. Kriteria eksternal

  • Pengaruh kebijaksanaan, suatu program dikembangkan berdasarkan arahan kebijaksanaan tertentu.
  • Analisis keuntungan, berdasarkan biaya yang dikeluarkan (cost benefit analysis); seberapa besar ketercapaian hasil program dibandingkan dengan pengeluaran biaya untuk melaksanakan program tersebut.
  • Efek pelipat ganda, yaitu efek suatu program tidak hanya terjadi pada satu kelompok sasaran, tetapi juga dapat terjadi pada kelompok-kelompok sasaran lainnya.

3. Kriteria penilaian produk, penilaian terhadap produk suatu program pelatihan dilakukan berdasarkan kriteria, sebagai berikut:

  • Keinginan dan harapan, yaitu rasional tentang perlunya sumber-sumber untuk memenuhi kebutuhan pemakai sehingga perlunya pengembangan produk tertentu.
  • Kelayakan, adalah ukuran yang berkenaan dengan efisiensi administrastif (pengelolaan) dan alokasi sumber-sumber (biaya).
  • Efektivitas produk, adalah ukuran yang berkenaan dengan hakikat produk dan penilaian pengaruh produk yang digunakan.
  • Kedayagunaan, adalah ukuran yang berkenaan dengan kualitas produk berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam produk dan kemungkinan pelaksanaannya dalam bidang-bidang lainnya.

Instrumen Evaluasi

Istilah evaluasi, pengukuran dan tes sering diartikan sama atau saling tertukar, namun beberapa pemakai member arti yang berbeda bagi masing-masing istilah tersebut oleh Worthen & Sanders (Tayibnapis, 2008: 189) sebagai berikut:

  1. Tes ialah sejumlah pertanyaan yang diberikan untuk dijawab.
  2. Pengukuran, lebih luas dari tes. Pengukuran dapat dilakukan dengan beberapa cara di samping dengan tes, antara lain dengan observasi, skala rating, cek list yang dapat memberikan informasi dalam bentuk kuanitatif.
  3. Evaluasi mencakup tes dan pengukuran, yaitu proses pengumpulan informasi untuk membuat penilaian yang mana kemudian digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat keputusan.
  4. Observasi (pengamatan), yang dilakukan untuk melengkapi inormasi.
  5. Anedotal Record (AR), catatan pelatih hasil pengamatan perilaku peserta yang dianggap penting untuk dipertimbangkan, melengkapi hasil evaluasi dengan instrument lainnya.
  6. Rating Scale (RS), berbeda dengan AR yang tidak terstruktur. RS dapat memberikan prosedur yang sistematik dalam mencatat dan melaporkan hasil evaluasi, hasil observasi yang terstruktur, dan ada tingkatan yang dipilih.

Cecklist (CL) hampir sama dengan RS, perbedaannya adalah macam pilihan yang diberikan untuk pertimbangan.  Pada RS ada tingkatan yang harus dipilih, sedangkan pada CL yang dipilih adalah “ya” atau “tidak” karakteristik yang disebutkan dalam pilihan.

Kesimpulan

Program adalah realisasi dari suatu kebijakan. Evaluasi program adalah upaya untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan program, atau untuk mengetahui implementasi dari suatu kebijakan. Dengan demikian kegiatan evaluasi program mengacu pada tujuan sebagai ukuran keberhasilan.

Implementasi program harus senantiasa di evaluasi untuk melihat sejauh mana program tersebut telah berhasil mencapai maksud pelaksanaan program yang telah ditetapkan sebelumnya. Tanpa adanya evaluasi, program-program yang berjalan tidak akan dapat dilihat efektifitasnya. Dengan demikian, kebijakan-kebijakan baru sehubungan dengan program itu tidak akan didukung oleh data. Oleh karena itu, evaluasi program bertujuan untuk menyediakan data dan informasi serta rekomendasi bagi pengambil kebijakan (decision maker) untuk memutuskan apakah akan melanjutkan, memperbaiki atau menghentikan sebuah program.

Referensi:

Arikunto, Suharsimi. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi dan Safruddin, Cepi. (2004). Evaluasi Program Pendidikan Pedoman Teoritis Praktis Bagi Mahasiswa dan   Praktisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Hamalik, Oemar. (2007). Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan Pendekatan Terpadu Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Isaac, S & Michael, W. B. (1981). Handbook in Research and Evaluation. San Diego, C. A.: Edits.

Nasrul, M. (2009). Evaluasi Program Pelatihan. [Online]. Tersedia: http://www.google.com[forum evaluasi program pelatihan]. [2 April 2012].

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Agribisnis Perdesaan (PNPM­AP). (2009). Petunjuk Operasional Monitoring & Evaluasi Kegiatan Pelatihan BDS  Lembaga/ Individu. [Online]. Tersedia: www.google.com.[1-po-monev-bdsp-08-jan-09-2.pdf]. [2 April 2012].

Sirnamora, Henry. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE YKPN.

Tayibnapis, Farida Yusuf. (2008). Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi Untuk Program Pendidikan dan Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Worthen, O. & James, R. Sanders. (1987). Educational Evaluation: Alternative Approaches and Guidelines. New York: Longman Inc.

 
1 Komentar

Ditulis oleh pada 3 April 2014 inci Education

 

Tag: , , , ,

Evaluasi Peserta Dan Instruktur Pelatihan

Latar Belakang

Manusia merupakan asset yang sangat berharga yang dimiliki oleh suatu organisasi, yang dijadikan objek dan juga subjek dalam oraganisasi. Karena manusia merupakan makhluk yang dapat berkembang sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya. Kemampuan yang dimiliki oleh manusia haruslah senantiasa dikembangkan karena jika tidak maka kemungkinan akan terjadi kemunduran bahkan statis. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan tersebut adalah dengan pendidikan dan pelatihan.

Program pelatihan merupakan upaya pengembangan sumber daya manusia. Untuk mengetahui efektivitas dan tingkat ketercapaian dari pelatihan maka dilakukan sebuah langkah yaitu evaluasi. Evaluasi dilakukan bukan hanya ada akhir pelatihan saja karena evaluasi merupakan mata rantai dari system pelatihan dimana dilakukan sebelum pelatihan, pada saat pelatihan dan setelah pelatihan.

Proses evaluasi pada tahap awal yaitu sebelum pelatihan dinamakan dengan need assessment atau mencari tahu keterampilan, dan kebutuhan dari para peserta pendidikan dan latihan serta pengembangan sumber daya manusia. Evaluasi ditahapmenengah pada saat dilakukan pelatihan dinamakan monitoring yang bertujuan untuk mencari informasi apakah program pelatihan yang telah disusun berjalan sesuai dengan rencan aau tidak. Dan evaluasi setelah pelatihan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat perubahan kinerja dari karyawan atau anggota organisasi selah mengikuti pelatihan.

Evaluasi menjadi sngat penting untuk dipelajari karena evalusi akan mengukur tingkat ketercapaian dari program pelatihan yang dilakukan sehingga akan memberikan feed back untuk kelangsungan program pelatihan selanjutnya. Peserta merupakan objek dari pelatihan dan akan merasakan hasil dari pelatihan sehinga evaluasi peserta menjadi sangat menentukan keberlangsungan pelatihan selajutnya. Selain peserta yang menjadi ujung tombak keberhasilan atau ketercapaian program pelatihan adalah instruktur yang memberikan materi pelatihan.

Konsep Pelatihan

A. Pengertian

Sikula dalam Sumantri (2000:2) mengartikan pelatihan sebagai: “proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir. Para peserta pelatihan akan mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang sifatnya praktis untuk tujuan tertentu”.  Menurut Good, 1973 pelatihan adalah suatu proses membantu orang lain dalam memperoleh skill dan pengetahuan (M. Saleh Marzuki, 1992 : 5). Sedangkan Michael J. Jucius dalam Moekijat (1990 : 2) menjelaskan istilah latihan untuk menunjukkan setiap proses untuk mengembangkan bakat, keterampilan dan kemampuan pegawai guna menyelesaikan pekerjaan-­pekerjaan tertentu.

Definisi pelatihan menurut Center for Development Management and Productivity adalah belajar untuk mengubah tingkah laku orang dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Pelatihan pada dasarnya adalah suatu proses memberikan bantuan bagi para karyawan atau pekerja untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangan dalam melaksanakan pekerjaan mereka.

Hadari Nawawi (1997) menyatakan bahwa pelatihan pada dasarnya adalah proses memberikan bantuan bagi para pekerja untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangannya dalam melaksanakan pekerjaan. Fokus kegiatannya adalah untuk meningkatkan kemampuan kerja dalam memenuhi kebutuhan tuntutan cara bekerja yang paling efektif pada masa sekarang. Ernesto A. Franco (1991) mengemukakan pelatihan adalah suatu tindakan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seseorang pegawai yang melaksanakan pekerjaan tertentu. Dalam PP RI nomor 71 tahun 1991 pasal 1 disebutkan:

“Latihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan produktivitas, disiplin, sikap kerja dan etos kerja pada tingkat keterampilan tertentu berdasarkan persyaratan jabatan tertentu yang pelaksanaannya lebih mengutamakan praktek dari pada teori”.

Veithzal Rivai (2004:226) menegaskan bahwa “pelatihan adalah proses sistematis mengubah tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan membantu pegawai untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil melaksanakan pekerjaan”.

B. Tujuan Pelatihan

Tujuan pelatihan tidak hanya untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap saja, akan tetapi juga untuk mengembangkan bakat seseorang, sehingga dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Moekijat (1990 : 2) menjelaskan tujuan umum pelatihan sebagai berikut :

  1. untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif;
  2. untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional;
  3. untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dengan teman-teman pegawai dan dengan manajemen (pimpinan).

Tujuan pelatihan menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1995 : 223) adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap karyawan serta meningkatkan kualitas dan produktivitas organisasi secara keseluruhan, dengan kata lain tujuan pelatihan adalah meningkatkan kinerja dan pada gilirannya akan meningkatkan daya saing.

C. Manfaat Pelatihan

Manfaat pelatihan beberapa ahli mengemukakan pendapatnya Robinson dalam M. Saleh Marzuki (1992 : 28) mengemukakan manfaat pelatihan sebagai berikut :

  1. Pelatihan sebagai alat untuk memperbaiki penampilan/kemampuan individu atau kelompok dengan harapan memperbaiki performance organisasi;
  2. Keterampilan tertentu diajarkan agar karyawan dapat melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan standar yang diinginkan;
  3. Pelatihan juga dapat memperbaiki sikap-sikap terhadap pekerjaan, terhadap pimpinan atau karyawan;
  4. Memperbaiki standar keselamatan.

Pelatihan menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana juga memberikan manfaat dalam  mengurangi kesalahan produksi; meningkatkan produktivitas; meningkatkan kualitas; meningkatkan fleksibilitas karyawan; respon yang lebih balk terhadap perubahan; meningkatkan komunikasi; kerjasama tim yang lebih baik, dan hubungan karyawan yang lebih harmonis (1998 : 215).

Konsep Evaluasi

A. Pengertian

Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation; dalam bahasa Arab; al-taqdir; dalam bahasa Indonesia berarti; penilaian. Akar katanya adalah value; dalam bahasa Arab; al-qimah; dalam bahasa Indonesia berarti; nilai.

Dalam Wikipedia Evaluasi (bahasa Inggris:Evaluation) adalah proses penilaian. Dalam perusahaan, evaluasi dapat diartikan sebagai proses pengukuran akan efektifitas strategi yang digunakan dalam upaya mencapai tujuan perusahaan. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut akan digunakan sebagai analisis situasi program berikutnya.

Secara garis besar, proses evaluasi terbagi menjadi di awal (pretest) dan diakhir (posttest). Pretest merupakan sebuah evaluasi yang diadakan untuk menguji konsep dan eksekusi yang direncanakan. Sedangkan, posttest merupakan evaluasi yang diadakan untuk melihat tercapainya tujuan dan dijadikan sebagai masukan untuk analisis situasi berikutnya.

Evaluasi dapat dilakukan di dalam atau diluar ruangan. Evaluasi yang diadakan di dalam ruangan pada umumnya menggunakan metode penelitian laboratorium dan sampel akan dijadikan sebagai kelompok percobaan. Kelemahannya, realisme dari metode ini kurang dapat diterapkan. Sementara, evaluasi yang diadakan di luar ruangan akan menggunakan metode penelitian lapangan dimana kelompok percobaan tetap dibiarkan menikmati kebebasan dari lingkungan sekitar. Realisme dari metode ini lebih dapat diterapkan dalam kehidupansehari-hari.

Untuk mencapai evaluasi tersebut dengan baik, diperlukan sejumlah tahapan yang harus dilalui yakni menentukan permasalahan secara jelas, mengembangkan pendekatan permasalahan, memformulasikan desain penelitian, melakukan penelitian lapangan untuk mengumpulkan data, menganalisis data yang diperoleh, dan kemampuan menyampaikan hasil penelitian.

B. Tujuan Evaluasi

Menurut Suharsimi Arikunto (2004 : 13) ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan kepada program secara keseluruhan sedangkan tujuan khusus lebih difokuskan pada masing-masing komponen. Implementasi program harus senantiasa di evaluasi untuk melihat sejauh mana program tersebut telah berhasil mencapai maksud pelaksanaan program yang telah ditetapkan sebelumnya. Tanpa adanya evaluasi, program-program yang berjalan tidak akan dapat dilihat efektifitasnya.

Dengan demikian, kebijakan-kebijakan baru sehubungan dengan program itu tidak akan didukung oleh data. Karenanya, evaluasi program bertujuan untuk menyediakan data dan informasi serta rekomendasi bagi pengambil kebijakan (decision maker) untuk memutuskan apakah akan melanjutkan, memperbaiki atau menghentikan sebuah program.

Ditinjau dari bentuk-bentuk evaluasi, maka evaluasi bertujuan untuk, evaluasi formatif untuk bertujuan untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan, sedang evaluasi sumatif bertujuan untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi dan lanjutan. Menurut Stufflebeam yang membagi evaluasi kepada proactive evaluation, yakni melayani pemegang keputusan, sedangkan retroactive evaluation bertujuan untuk keperluan pertanggungjawaban.

Jadi, evaluasi hendaknya bertujuan dalam membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu program, perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan dari stakeholders.

Salah satu tujuan evaluasi (Sujono, 2007 : 25) adalah;

  1. Untuk memperoleh dasar bagi pertimbangan akhir suatu periode kerja, apa yang telah dicapai, apa yang belum dicapai, dan apa yang perlu mendapat perhatian khusus.
  2. Untuk menjamin cara kerja yang efektif dan efisien yang membawa organisasi pada penggunaan sumber daya yang dimiliki secara efesien dan ekonomis.
  3. Untuk memperoleh fakta tentang kesulitan, hambatan, penyimpangan dilihat dari aspek-aspek tertentu.

C. Fungsi Evaluasi

Adapun fungsi evaluasi program Menurut scriven (1967:225) adalah sebagai berikut:

  1. Fungsi Formatif yaitu evaluasi dipakai untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan (program, orang, produk, dsb).
  2. Fungsi sumatif yaitu evaluasi dipakai untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan. Jadi evaluasi hendaknya membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu program, perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan dari mereka yang terlibat.
  3. Fungsi diagnostik yaitu untuk mendiagnostik sebuah program

Stuffebeam menyatakan ada dua fungsi evaluasi program, yaitu:

  1. Proactive Evaluation yaitu evaluasi program yang dilakukan untuk melayani pemegang keputusan
  2. Retroactive Evaluation yaitu evaluasi program yang dilakukan untuk keperluan pertanggung jawaban.

Konsep Evaluasi Program Pelatihan

Ada  banyak  model  evaluasi  yang  dikembangkan  oleh  para  ahli  yang  dapat dipakai dalam mengevaluasi  program pelatihan. Kirkpatrick, salah  seorang ahli evaluasi program training dalam bidang pengembangan SDM selain menawarkan model evaluasi yang diberi  nama Kirkpatrick’s  training  evaluation model juga menunjuk  model-model lain  yang  dapat  dijadikan  sebagai  pilihan  dalam mengadakan  evaluasi  terhadap  sebuah program training. Model-model yang ditunjuk tersebut di antaranya adalah :

  • Five Level ROI Model (Jack PhillPS’)
  • CIPP Model (Daniel Stufflebeam’s)
  • Responsive Evaluation Model (Robert Stake’s)
  • Congruence-Contingency Model (Robert Stake’s)
  • Five Levels of Evaluation (Kaufman’s)
  • CIRO (Context, Input, R eaction, Outcome)
  • PERT (Program Evaluation and Review Technique)
  • Goal-Free Evaluation Approach (Michael Scriven’s)
  • Discrepancy Model (Provus’s)

Dari  berbagai  model  tersebut  di  atas  dalam  tulisan  ini  hanya  akan  diuraikan secara singkat beberapa model. Model yang diungkapkan Djuju Sudjana (2006: 225), yaitu:

A. Evaluasi model CIPP

Konsep  evaluasi  model  CIPP  ( Context,  Input,  Prosess  and  Product) pertama  kali  ditawarkan  oleh  Stufflebeam  pada  tahun  1965  sebagai  hasil  usahanya mengevaluasi ESEA  (the  Elementary  and  Secondary  Education  Act).  Konsep tersebut  ditawarkan  oleh  Stufflebeam  dengan  pandangan  bahwa    tujuan  penting evaluasi adalah  bukan membuktikan tetapi untuk memperbaiki.

The  CIPP  approach is based  on  the  view  that  the  most  important  purpose  of  evaluation  is  not  to  prove but  to  improve (Mad aus,  Scriven,  Stufflebeam,  1993:  118).  Evaluasi  model  CIPP dapat  diterapkan  dalam  berbagai  bidang,  seperti  pendidikan,  manajemen, perusahaan  sebagainya  serta  dalam  berbagai  jenjang  baik  itu  proyek,  program maupun  institusi.  Dalam  bidang  pendidikan  Stufflebeam  menggolongkan  sistem pendidikan  atas  4  dimensi,  yaitu context,  input,  process  dan  product, sehingga model  evaluasi  yang  ditawarkan  diberi  nama  CIPP  model  yang  merupakan singkatan  ke  empat  dimensi  tersebut.  Nana  Sudjana  &  Ibrahim  (2004:  246) menterjemahkan masing-masing dimensi tersebut dengan makna sebagai berikut:

  1. Context : situasi  atau  latar  belakang  yang  mempengaruhi  jenis-jenis  tujuan dan  strategi  pendidikan  yang  akan  dikembangkan  dalam  sistem yang  bersangkutan,  seperti  misalnya  masalah  pendidikan  yang dirasakan, keadaan ekonomi negara, pandangan hidup masyarakat .
  2. Input: sarana/modal/bahan  dan  rencana  strategi  yang  ditetapkan  untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
  3. Process:  pelaksanaan strategi dan penggunaan sarana/modal/ bahan di dalam kegiatan nyata di lapangan.
  4. Product : hasil  yan g  dicapai  baik  selama  maupun  pada  akhir  pengembangan sistem pendidikan  yang bersangkutan.

B. Evaluasi model Brinkerhoff

Setiap desain evaluasi pada umumnya terdiri dari elemen-elemen yang sama, ada  banyak  cara  untuk  menggabungkan  elemen  tersebut,  masing-masing  ahli evaluasi atau evaluator  mempunyai  konsep yang  berbeda dalam  hal ini. Brinkerhoff &  CS (1993:111) mengemukakan  tiga  golongan  evaluasi  yang  disusun  berdasarkan penggabungan  elemen-elemen  yang  sama,  seperti  evaluator -evaluator  yang  lain, namun dalam komposisi dan versi mereka sendiri sebagai berikut :

1. Fixed vs Emergent Evaluation Design

Desain  evaluasi  yang  tetap  (fixed)  ditentukan  dan  direncanakan  secara sistematik sebelum  implementasi dikerjakan. Desain dikembangkan  berdasarkan tujuan  program disertai  seperangkat  pertanyaan  yang  akan  dijawab  dengan informasi  yang  akan diperoleh  dari  sumber-sumber  tertentu.  Rencana  analisis dibuat  sebelumnya  dimana sipemakai  akan  menerima  informasi  seperti  yang telah  ditentukan  dalam  tujuan. Walaupun  desain fixed ini  lebih  terstuktur daripada desain emergent, desain fixed juga dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang  mungkin  berubah.  Kebanyakan  evaluasi  formal  yang dibuat  secara individu dibuat berdasarkan desain fixed,  karena  tujuan  program  telah ditentukan  dengan  jelas  sebelumnya, dibiayai  dan  melalui  usulan  atau  proposal evaluasi. (Brinkerhoff &  CS, 1993:111)

2. Formative vs Sumative Evaluation

Evaluasi  formatif  digunakan  untuk  memperoleh  informasi  yang  dapat membantu memperbaiki  program.  Evaluasi  formatif  dilaksanakan  pada  saat implementasi  program sedang  berjalan.  Fokus evaluasi berkisar pada kebutuhan yang dirumuskan oleh karyawan atau orang-orang program.  Evaluator  sering merupakan  bagian  dari  pada  program  dan kerjasama  dengan  orang-orang program.  Strategi  pengumpulan  informasi  mungkin  juga dipakai  tetapi penekanan  pada  usaha  memberikan  informasi  yang  berguna  secepatnya bagi perbaikan program. Evaluasi  sumatif  dilaksanakan  untuk  menilai  manfaat  suatu program sehingga  dari  hasil  evaluasi  akan  dapat  ditentukan  suatu  program  tertentu  akan diteruskan  atau  dihentikan.

Pada evaluasi sumatif difokuskan pada variable-variabel yang dianggap penting bagi sponsor program maupun pihak pembuat keputusan. Evaluator luar atau tim reviu sering dipakai karena evaluator internal dapat mempunyai kepentingan yang berbeda. Waktu  pelaksanaan evaluasi sumatif terletak pada akhir implementasi program.  Strategi pengumpulan informasi akan memaksimalkan validitas eksternal  dan internal  yang mungkin dikumpulkan dalam waktu yang cukup lama. (Nana  Sudjana  &  Ibrahim, 2004:  246)

3. Experimental and Quasi experimental Design vs Naural/Unotrusive

Beberapa  evaluasi  memakai  metodologi  penelitian  klasik.  Dalam  hal seperti  ini  subyek penelitian  diacak,  perlakuan  diberikan  dan  pengukuran dampak  dilakukan.  Tujuan dari penelitian  untuk menilai  manfaat suatu  program yang  dicobakan.  Apabila  siswa  atau program  dipilih  secara  acak,  maka generalisasi  dibuat  pada  populasi  yang  agak  lebih luas.  Dalam  beberapa  hal intervensi  tidak  mungkin  dilakukan  atau  tidak  dikehendaki. Apabila  proses sudah  diperbaiki,  evaluator  harus  melihat  dokumen-dokumen,  seperti mempelajari  nilai  tes  atau  menganalisis  penelitian  yang  dilakukan  dan sebagainya. strategi  pengumpulan  data  terutama  menggunakan  instrument formal  seperti  tes,   suvey, kuesioner  serta  memakai  metode  penelitian  yang terstandar. (Nana  Sudjana  &  Ibrahim, 2004:  246)

C. Evaluasi model Kirkpatrick

Menurut  Kirkpatrick  (Djuju Sudjana 2006:246) evaluasi  terh adap  efektivitas  program  training mencakup empat level evaluasi, yaitu: level 1 – Reaction, level 2 – Learning, level 3– Behavior,  level 4 – Result

1. Evaluating Reaction

Mengevaluasi  terhadap  reaksi  peserta  training  berarti  mengukur kepuasan  peserta (customer  satisfaction).    Program  training  dianggap  efektif apabila  proses  training  dirasa menyenangkan  dan memuaskan  bagi  peserta training sehingga mereka  tertarik  termotivasi untuk  belajar  dan berlatih. Dengan kata  lain peserta training akan termotivasi apabila  proses training berjalan secara memuaskan bagi peserta yang pada akhirnya akan memunculkan reaksi  dari peserta  yang  menyenangkan.  Sebaliknya  apabila  peserta  tidak  merasa  puas terhadap  proses  training  yang  diikutin ya  maka  mereka  tidak  akan termotivasi untuk  mengikuti  training  lebih  lanjut.  Dengan  demikian  dapat  dimaknai  bahwa keberhasilan  proses  kegiatan  training  tidak  terlepas  dari  minat,  perhatian  dan motivasi peserta  training  dalam  mengikuti  jalannya  kegiatan  training.  Orang akan  belajar  lebih  baik  manakala  mereka  memberi  reaksi  positif  terhadap lingkungan belajar. (Djuju Sudjana 2006:247)

Kepuasan peserta training dapat dikaji dari beberapa aspek,  yaitu materi yang  diberikan, fasilitas  yang  tersedia, strategi  penyampaian materi yang digunakan  oleh  instruktur, media  pembelajaran  yang  tersedia,  jadwal  kegiatan sampai menu dan penyajian konsumsi yang disediakan. (Djuju Sudjana 2006:248)

2. Evaluating Learning

Menurut Kirkpatrick  (1988:  20) learning can be  defined as  the  extend to which  participans change  attitudes,  improving  knowledge,  and/or increase  skill as  a result  of  attending  the program. Ada tiga hal yang dapat instruktur ajarkan dalam program training, yaitu pengetahuan,  sikap  maupun  ketrampilan.  Peserta training  dikatakan  telah  belajar  apabila pada dirinya telah mengalamai perubahan sikap, perbaikan pengetahuan maupun peningkatan ketrampilan. Oleh karena  itu  untuk  mengukur  efektivitas  program  training maka  ketiga  aspek tersebut  perlu  untuk  diukur.

Tanpa adanya  perubahan sikap, peningkatan pengetahuan maupun  perbaikan  ketrampilan pada  peserta  training  maka program  dapat  dikatakan  gagal.  Penilaian evaluating  learning ini  ada  yang menyebut  dengan  penilaian  hasil  (output)  belajar.  Oleh  karena  itu  dalam pengukuran  hasil  belajar  (learning   measurement)  berarti  penentuan  satu  atau lebih  hal berikut: a).  Pengetahuan apa yang telah dipelajari ?, b). Sikap  apa  yang telah berubah ?, c). Ketrampilan apa yang telah dikembangkan atau diperbaiki ?. (Djuju Sudjana 2006:249)

3.  Evaluating Behavior

Evaluasi  pada  level  ke  3  (evaluasi  tingkah  laku)  ini  berbeda  dengan evaluasi  terhadap sikap  pada  level  ke  2.  Penilaian  sikap  pada  evaluasi  level  2 difokuskan  pada perubahan sikap  yang  terjadi  pada  saat  kegiatan  training dilakukan  sehingga  lebih  bersifat  internal, sedangkan  penilaian  tingkah  laku difokuskan  pada  perubahan  tingkah  laku  setelah peserta  kembali  ke  tempat kerja. Apakah perubahan sikap yang telah terjadi setelah mengikuti  training juga akan  diimplementasikan  setelah  peserta  kembali  ke  tempat  kerja, sehingga penilaian  tingkah  laku  ini  lebih  bersifat  eksternal.

Perubahan  perilaku  apa  yang terjadi  di  tempat kerja  setelah  peserta  mengikuti  program training.  Dengan  kata lain  yang  perlu  dinilai  adalah  apak ah  peserta  merasa  senang setelah  mengikuti training  dan  kembali  ke  tempat  kerja?.  Bagaimana  peserta  dapat mentrasfer pengetahuan,  sikap  dan  ketrampilan  yang  diperoleh  selama  training  untuk diimplementasikan  di  tempat  kerjanya.  Karena  yang  dinilai  adalah  perubahan perilaku setelah  kembali ke  tempat  kerja maka  evaluasi level 3  ini  dapat disebut sebagai evaluasi terhadap outcomes dari kegiatan training. (Djuju Sudjana 2006:249)

4. Evaluating Result

Evaluasi  hasil  dalam  level  ke  4  ini  difokuskan  pada  hasil  akhir  (final result)  yang  terjadi karena  peserta  telah  mengikuti  suatu  program.  Termasuk dalam  kategori  hasil  akhir  dari suatu  program  training  di  antaranya  adalah kenaikan  produksi,  peningkatan  kualitas, penurunan  biaya,  penurunan  kuantitas terjadinya  kecelakaan  kerja,  penurunan turnover dan  kenaikan  keuntungan. Beberapa  program  mempunyai  tujuan  meningkatkan moral  kerja  maupun membangun  teamwork  yang  lebih  baik.  Dengan  kata  lain  adalah evaluasi terhadap impact program. (Djuju Sudjana 2006:250)

D. Evaluasi model Stake (Model Countenance)

Stake menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam evaluasi, yaitu description dan judgement dan membedakan  adanya  tiga  tahap dalam program pelatihan,  yaitu antecedent  (context), transaction  (process)  dan outcomes.  Stake mengatakan  bahwa  apabila  kita  menilai  suatu   progr am  pelatihan,  kita  melakukan perbandingan  yang  relatif  antara  program  dengan  program  yang  lain,  atau perbandingan  yan g  absolut  yaitu  membandingkan  suatu  program  dengan  standar tertentu.  Penekan an  yang  umum  atau  hal  yang  penting  dalam  model  ini  adalah bahwa  evaluator  yang  membuat  penilaian  tentang  program  yang  dievaluasi.  Stake mengatakan  bahwa description di  satu  pihak  berbeda  dengan judgement di  lain fihak.  Dalam  model  ini antecendent (masukan) transaction (proses)  dan outcomes (hasil)  data  di  bandingk an  tidak  han ya  untuk  menentukan  apakah  ada  perbedaan antara  tujuan  dengan  k eadaan  yang  sebenarnya,  tetapi  juga  dibandingkan  dengan standar  yang  absolut  untuk  menilai  manfaat  program  (Farida  Yusuf  Tayibnapis, 2000: 22).

Evaluasi Peserta Pelatihan

Evaluasi peserta pelatihan adalah evaluasi yang bertjuan untuk mengetahui dan mencari informasi mengenai ketercapaian program pelatihan dilihat dari peningkatan kemampan atau kopetensi peserta. (Moekijat, 1990:9).

Evaluasi Kemajuan Peserta merupakan evaluasi yang dilaksanakan untuk mengetahui peningkatan peningkatan pengetahuan dan keterampilan melalui Pretest dan Post Test. (Moekijat, 1990:8).

Dari hasil Pretest dan Post Test diketahui bahwa pengetahuan yang mereka miliki dapat lebih dikembangkan dan ditingkatkan melalui keterlibatan mereka dalam mengikuti pelatihan. Terdapat tiga langkah evaluasi pelatihan dengan menggunakan instrumenn evaluasi dan rancangannya tergantung dari langkah evaluasi apa yang akan dilakukan. Langkah langkah tersebut antara lain:

  1. Evaluasi awal pelatihan; disediakan sebelum pelatihan dimulai dengan tujuan untuk  (1).Mengetahui reaksi peserta terhadap materi yang diberikan;  (2). Mengetahui tingkat pengetahuan atau tingkat kompetensi teknis peserta; (3). Sebagai informasi bagi pelatih.
  2. Evaluasi proses pelatihan. Tujuannya adalah (1). Mengetahui reaksi peserta terhadap sebagian atau keseluruhan program pelatihan; (2). Mengetahui hasil pembelajaran peserta; (3). Mengantisipasi tindakan tertentu ketika diperlukan untuk mengambil langkah-langkah perbaikan.

Evaluasi program pelatihan. Tujuannya adalah (1). Mengetahui hasil pelaksanaan pelatihan dan pengaruhnya terhadap kinerja serta masalah-masalahnya; (2) Mengetahui opini pemimpin dan bawahan peserta mengenai hasil pelatihan; (3). Mengetahui hubungan hasil pelatihan serta dampaknya bagi organisasi di tempat peserta bekerja. (Moekijat, 1990:20).

Evaluasi setelah pelatihan pada tingkat perilaku dalam pekerjaan sangat penting, karena belum  tentu pengetahuan dan pengalaman pembelajaran yang diperoleh dapat diterapkan dalam pekerjaan, tetapi perilaku yang baik dalam pekerjaan merupakan gabungan dari pengetahuan, keterampilan dan sikap. Untuk mengetahui seberapa jauh peserta mengadakan perubahan perilaku dalam pekerjaan setelah mengikuti pelatihan, evaluasi hendaknya dilaksanakan oleh beberapa pihak, antara lain: peserta sendiri, atasan peserta, bawahan peserta, teman sekerja dan pasen serta masyarakat. (Moekijat, 1990:25).

Salah satu tehnik evaluasi setelah pelatihan yang berhubungan dengan perilaku adalah pendekatan terhadap evaluasi, (Moekijat, 1990:27) dengan 3 langkah evaluasi:

  1. Evaluasi oleh peserta segera setelah pelatihan dengan menggunakan daftar isian.
  2. Evaluasi oleh peserta 4 bulan setelah pelatihan dengan menggunakan daftar isian
  3. Evaluasi peserta dengan supervisornya 6 bulan setelah pelatihan dengan tehnik wawancara terpola dan pertanyaannya meliputi: tujuan pelatihan, metoda,isi dan pendapat mengenai penerapannya.

Bagi peserta training, evaluasi training dapat memberikan feedback berupa seberapa signifikannya training tersebut mempunyai impact bagi pekerjaannya, perubahan bagi dirinya, kecocokan program dan manfaat-manfaat lainnya.

Ini adalah daftar berbagai aspek pelatihan yang dimasukkan ke dalam evaluasi peserta (Moekijat, 1990:30), yaitu:

  • Apakah tujuan pelatihan, sasaran pembelajaran, dsb, sudah terpenuhi
  • Pertanyaan khusus tentang kaitan dari masing-masing sesi; apakah informasi yang disampaikan sudah sesuai dan memadai; apakah penyampaiannya diberikan dengan cara yang menarik
  • Bagaimana para peserta menerima dan mengambil manfaat dari setiap tugas pelatihan yang diberikan
  • Apakah ada yang hilang dari pelatihan tersebut
  • Kualitas dan hubungan dari handout
  • Kenyamanan tempat pelatihan
  • Ruang yang diberikan dari tempat pelatihan
  • Suhu dan sirkulasi udara dalam tempat pelatihan
  • Saran-saran umum tentang tempat pelatihan (kondusif untuk pelatihan, suasana yang tenang, dsb)
  • Kualitas konsumsi: tepat waktu, memadai, sesuai dengan harganya
  • Apabila para peserta memiliki ketentuan-ketentuan pelatihan lanjutan

Evaluasi Instruktur Pelatihan

Bagi sang trainer, evaluasi tidak kalah pentingnya, yaitu dapat memberikan feedback tentang apakah peserta puas dengan isi program training, kedalaman meteri training, caranya mengajar, caranya mendelivery ilmunya dan sebagainya. Bukan hal yang mudah bagi seorang trainer untuk dapat memuaskan seluruh pesertanya, bisa dibayangkan, jika dalam sebuah kelas pelatihan, jumlah peserta 10, 20, 30 bahkan mungin 500 peserta, sang trainer dituntut untuk dapat bertindak secara efektif dan efisien agar seluruh materi dapat terserap dan seluruh peserta puas dengan caranya mentransfer seluruh isi materi. Seorang trainer dituntut mampu memainkan peran sebagai seorang trainer, coach, guru, fasilitator, entertainer, pendongeng atau bahkan mungkin sebagai pelawak. (Moekijat, 1990:35).

Jadi, aspek yang dinilai untuk instruktur atau fasilitator meliputi: Penguasaan atas materi yang diajarkan dan Kemampuan dalam menyajikan materi.

Contoh Instrument Evaluasi Peserta Dan Instruktur Pelatihan

Untitled1 Sumber : http://www.hrd-forum.com/HRDIndonesia/Article/evaluasi-training

Kesimpulan

Pelatihan merupakan salah satu kunci untuk membawa seseorang atau suatu organisasi menjadi lebih baik dan efektif dalam mencapai tujuannya. Evaluasi yang dilakukan pada setiap program adalah evaluasi terhadap aspek-aspek yang menunjukkan respon selama pelatihan berlangsung.

Evaluasi peserta merupakan suatucara untuk mengetahui peningkatan pengetahuan dan keterampilan melalui Pretest dan Post Test. Bagi peserta training, evaluasi training dapat memberikan feedback berupa seberapa signifikannya training tersebut mempunyai impact bagi pekerjaannya, perubahan bagi dirinya, kecocokan program dan manfaat-manfaat lainnya.

Evaluasi istruktur pelatihan adalah untuk memberikan feedback tentang apakah peserta puas dengan isi program training, kedalaman meteri training, caranya mengajar, caranya mendelivery ilmunya dan sebagainya.

Referensi:

Moekijat. (1990). Evaluasi Pelatihan Dalam Rangka Meningkatkan Produktivitas Perusahaan.Bandung: Penerbit Mandar Maju.

Marzuki, M.S. (1992). Strategi dan Model Pelatihan. Malang : IKIP Malang.

Franco, EA. (1991). Training. Quizon City: kalayan Press Mktg Ent Inc.

Nawawi, H, (1997). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press.

Arikunto, Suharsini dan Safruddin, Cepi. (2004). Evaluasi Program Pendidikan Pedoman Teoritis Praktis Bagi Praktisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Wikipedia. Evaluasi. [Online]. Tersedia di : http://id.wikipedia.org/wiki/Evaluasi  (13 April 2012)

Sudijono, A. (2007). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sudjana. (2004). Manajemen Program Pendidikan, untuk pendidikan Non Formal dan Pengembangan Sumber daya Manusia. Bandung: Falah Production

Nana Sudjan a & Ibrahim. (2004).Penelitian dan  penilaian  pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Kirkpatrick, D.L.(2005).Kirkpatrick’s training evaluation model. Diambil pada tanggal 23 Sepember 2005, dari http://www.businessballs. com/ Kirkpatrick learningevaluationmodel.htm

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 23 Desember 2013 inci Education

 

Tag: , , , , , , ,

Pelatihan Penggunaan Media Pembelajaran

Latar Belakang

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting yang harus dimiliki dan dipahami oleh setiap orang. Peranan pendidikan merupakan hal yang menjadi acuan dalam suatu pembanguan kearah yang lebih maju. Apabila pendidikan berjalan dengan baik, maka dapat dipastikan kualitas manusia yang adapun akan berjalan secara lurus bersamaan dengan kemajuan pendidikan tersebut. Ruang lingkup pendidikan mencakup seluruh kehidupan manusia, baik dalam aspek sosial, budaya, politik bahkan agama. Seluruh aspek kehidupan tersebut tidak lepas dari pengaruh pendidikan.

Media pembelajaran merupakan salah satu komponen pembelajaran yang mempunyai peranan penting dalam proses pendidikan. Pemanfaatan media seharusnya merupakan bagian yang harus mendapat perhatian fasilitator dalam setiap kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu fasilitator perlu mempelajari bagaimana menetapkan media pembelajaran agar dapat mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran dalam proses belajar mengajar.

Pada kenyataannya media pembelajaran masih sering terabaikan dengan berbagai alasan, antara lain: terbatasnya waktu untuk membuat persiapan mengajar, sulit mencari media yang tepat, tidak tersedianya biaya, dan lain-lain. Hal ini sebenarnya tidak perlu terjadi jika setiap fasilitator telah mempunyai pengetahuan dan ketrampilan mengenai media pembelajaran.

Media pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting sekali dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan. Media pembelajaran yang dimanfaatkan dapat membantu mempermudah pembelajaran secara efektif dan efisien. Sehingga peranan instruktur sangat berpengaruh baik dalam menggunakan, memanfaatkan dan pemilihan media.

Konsep Media Pembelajaran

A. Pengertian Media Pembelajaran

Menurut Bovee (Dadang, 2009) Media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan. Media merupakan bentuk jamak dari kata “medium” yang berasal dari bahasa latin yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan (Arief Sadiman, dkk, 2009:6).

Menurut Dadang (2009) media tentunya mempunyai cakupan yang sangat luas, oleh karena itu saat ini masalah media dibatasi kearah yang relevan dengan masalah pembelajaran saja atau yang dikenal sebagai media pembelajaran. Briggs (1970) dalam buku Arief Sadiman yang berjudul Media Pendidikan, menyebutkan bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Sementara itu Gagne  berpendapat bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar (Arief Sadiman, dkk, 2009:6).

Sedangkan pembelajaran menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, yaitu proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dengan demikian media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan ataupun informasi yang akan diberikan dalam suatu pembelajaran.

Untuk menyampaikan pesan pembelajaran dari guru kepada siswa,biasanya guru menggunakan alat bantu mengajar (teaching aids)berupa gambar, model, atau alat-alat lain yang dapat memberikan pengalaman konkrit, motivasi belajar, serta mempertinggi daya serap dan retensi belajar . (Arief Sadiman, dkk, 2009:6). Dengan berkembangnya teknologi pada pertengahan abad ke 20 guru juga menggunakan alat bantu audio visual dalam proses pembelajarannya.Hal ini dilakukan untuk menghindari verbalisme yang mungkin terjadi jika hanya menggunakan alat bantu visual saja (Dadang : 2009).Penggunaan media dalam pembelajaran dapat membantu anak dalam memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa. Penggunaan media dalam pembelajaran dapat mempermudah siswa dalam memahami sesuatu yang abstrak menjadi lebih konkrit. Hal ini sesuai dengan pendapat Jerome S Bruner bahwa siswa belajar melalui tiga tahapan yaitu enaktif, ikonik, dan simbolik. Tahap enaktif yaitu tahap dimana siswa belajar dengan memanipulasi benda-benda konkrit.Tahap ikonik yaitu suatu tahap dimana siswa belajar dengan menggunakan gambar atau videotapes. Sementara tahap simbolik yaitu tahap dimana siswa belajar dengan menggunakan simbol-simbol (Dadang : 2009). 

Media pembelajaran secara umum adalah alat bantu proses dalam belajar mengajar. Media pembelajaran dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau keterampilan belajar  sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang lebih efektif.

Menurut Edgar Dale (Dadang, 2009) dalam dunia pendidikan, penggunaan media pembelajaran seringkali menggunakan prinsip Kerucut Pengalaman, yang membutuhkan media seperti buku teks, bahan belajar yang dibuat oleh guru dan “audio visual”.

kerucut Gambar : Kerucut Pengalaman Edgar Dale

B. Jenis-Jenis Media Pembelajaran

Terdapat enam jenis dasar dari media pembelajaran menurut Heinich and Molenda (2005) (Dadang, 2009) yaitu:

1. Teks.

Merupakan elemen dasar bagi menyampaikan suatu informasi yang mempunyai berbagai jenis dan bentuk tulisan yang berupaya memberi daya tarik dalam penyampaian informasi.

2. Media Audio.

Membantu menyampaikan maklumat dengan lebih berkesan. Membantu meningkatkan daya tarikan terhadap sesuatu persembahan. Jenis audio termasuk suara latar, musik, atau rekaman suara dan lainnya.

3. Media Visual

Media yang dapat memberikan rangsangan-rangsangan visual seperti gambar/foto, sketsa, diagram, bagan, grafik, kartun, poster,papan buletin dan lainnya.

4. Media Proyeksi Gerak.

Termasuk di dalamnya film gerak, film gelang, program TV, videokaset (CD, VCD, atau DVD).

5. Benda-bendaTiruan/miniatur

Seperti benda-benda tiga dimensi yang dapat disentuh dan diraba oleh siswa. Media ini dibuat untuk mengatasi keterbatasan baik obyek maupun situasi sehingga proses pembelajaran tetap berjalan dengan baik.

6. Manusia.

Termasuk di dalamnya guru, siswa, atau pakar/ahli di bidang/materi tertentu.

 

C. Media-media yang Biasa digunakan dalam Proses Pembelajaran

Dalam buku Arief, dkk yang berjudul Media Pendidikan (Arief Sadiman, dkk, 2009:28) disebutkan beberapa jenis media yang lazim dipakai dalam proses pembelajaran, yaitu sebagai berikut :

1. Media Visual

Seperti halnya media yang lain, media visual berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan. Pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam simbol-simbol visual. Selain itu, fungsi media visual adalah untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide, menggambarkan atau menghiasi fakta yang mungkin akan cepat dilupakan jika tidak divisualkan. Beberapa media yang termasuk media visual adalah:

a. Gambar atau foto

Kita sering menggunakan gambar atau foto sebagai media pembelajaran karena gambar merupakan bahasa yang umum yang dapat dimengerti dan dinikmati dimana saja oleh siapa saja. Manfaat atau kelebihan gambar atau foto sebagai media pembelajaran adalah:

  • Memberikan tampilan yang sifatnya konkrit.
  • Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu.
  • Gambar atau foto dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita.
  • Dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa saja.
  • Murah harganya dan mudah didapat serta digunakan tanpa memerlukan peralatan khusus.

b. Sketsa

Sketsa merupakan gambar yang merupakan draft kasar yang menyajikan bagian-bagian pokoknya saja tanpa detail. Sketsa selain dapat menarik perhatian peserta atau siswa juga dapat menghindari verbalisme dan dapat memperjelas penyampaian pesan.

c. Diagram

Berfungsi sebagai penyederhana sesuatu yang kompleks sehingga dapat memperjelas penyajian pesan. Isi diagram pada umumnya berupa petunjuk-petunjuk. Sebagai suatu gambar sederhana yang menggunakan garis dan simbol, diagram menggambarkan struktur dari objeknya secara garis besar, menunjukkan hubungan yang ada antar komponennya atau sifat-sifat proses yang ada.

Ciri-ciri dari sebuah diagram yang baik adalah:

  • benar, digambar rapi, diberi judul, label dan penjelasan penjelasan yang perlu.
  • cukup besar dan ditempatkan strategis penyusunannya disesuaikan dengan pola membaca yang umum, dari kiri ke kanan dan dari atas ke bawah.

d. Bagan/Chart

Terdapat dua jenis chart yaitu chart yang menyajikan pesannya secara bertahap dan chart yang menyajikan pesannya sekaligus. Chart yang menyajikan pesannya secara bertahap misalnya adalah flipchart atau hidden chart, sementara bagan atau chart yang menyajikan pesannya secara langsung misalnya bagan pohon (tree chart), bagan alir (flow chart), atau bagan garis waktu (time line chart). Bagan atau chart berfungsi untuk menyajikan ide-ide atau konsep-konsep yang sulit jika hanya disampaikan secara tertulis atau lisan secara visual. Bagan juga mampu memberikan ringkasan butir-butir penting dari suatu presentasi. Dalam bagan biasanya kita menjumpai jenis media visual lain seperti gambar, diagram, atau lambang-lambang verbal.

Ciri-ciri bagan sebagai media yang baik adalah:

  • dapat dimengerti oleh pembaca.
  • sederhana dan lugas tidak rumit atau berbelit-belit.
  • diganti pada waktu-waktu tertentu agar selain tetap mengikuti. perkembangan jaman juga tidak kehilangan daya tarik.

e. Grafik

Disusun berdasarkan prinsip matematik dan menggunakan data-data komparatif, grafik merupakan gambar sederhana yang menggunakan titik-titik, garis atau simbol-simbol verbal yang berfungsi untuk menggambarkan data kuantitatif secara teliti, menerangkan perkembangan atau perbandingan sesuatu objek atau peristiwa yang saling berhubungan secara singkat dan jelas. Dengan menggunakan grafik kita dapat melakukan analisis dengan cepat, interpretasi dan perbandingan data-data yang disajikan baik dalam hal ukuran, jumlah, pertumbuhan dan arah. Terdapat beberapa macam grafik diantaranya adalah grafik garis, grafik batang, grafik lingkaran, dan grafik gambar.

f. Kartun

Suatu gambar interpretatif yang menggunakan simbol-simbol untuk menyampaikan suatu pesan secara cepat dan ringkas atau suatu sikap terhadap orang, situasi atau kejadian-kejadian tertentu. Kartun biasanya hanya menangkap esensi pesan yang harus disampaikan dan menuangkannya ke dalam gambar sederhana dengan menggunakan simbol-simbol serta karakter yang mudah dikenal dan diingat serta dimengerti dengan cepat.

g. Poster

Poster dapat dibuat di atas kertas, kain, batang kayu, seng dan sebagainya. Poster tidak saja penting untuk menyampaikan pesan atau kesan tertentu akan tetapi mampu pula untuk mempengaruhi dan memotivasi tingkah laku orang yang melihatnya. Ciri-ciri poster yang baik adalah:

  • Sederhana.
  • menyajikan satu ide dan untuk mencapai satu tujuan pokok.
  • Berwarna.
  • slogan yang ringkas dan jitu.
  • ulasannya jelas.
  • motif dan desain bervariasi.

h. Peta dan Globe

Berfungsi untuk menyajikan data-data yang berhubungan dengan lokasi suatu daerah baik berupa keadaan alam, hasil bumi, hasil tambang atau lain sebagainya. Secara khusus petadan globe dapat memberikan informasi tentang:

  • keadaan permukaan bumi, daratan, sungai, gunung, lautan dan bentuk daratan serta perairan lainnya.
  • tempat-tempat serta arah dan jarak dengan tempat yang lain.
  • data-data budaya dan kemasyarakatan.
  • data-data ekonomi, hasil pertanian, industri dan perdagangan.

i. Papan planel

Papan berlapis kain planel ini dapat berisi gambar atau huruf yang dapat ditempel dan dilepas sesuai kebutuhan, gambar atau huruf tadi dapat melekat pada kain planel karena di bagian bawahnya dilapisi kertas amplas. Papan planel merupakan media visual yang efektif dan mudah untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu kepada sasaran tertentu pula.

j. Papan Buletin.

Papan ini tidak dilapisi oleh kain planel, tetapi langsung ditempeli gambar atau tulisan. Papan ini berfungsi untuk memberitahukan kejadian dalam waktu tertentu. Media visual lainnya seperti gambar, poster, sketsa atau diagram dapat dipakai sebagai bahan pembuatan papan buletin.

2. Media Audio

Media audio adalah jenis media yang berhubungan dengan indera pendengaran. Pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam lambang-lambang uaditif. Beberapa jenis media yang dapat digolongkan ke dalam media audio adalah sebagai berikut:

a. Radio

Media ini dapat merangsang partisipasi aktif dari pendengar. Siaran radio sangat cocok untuk mengajarkan musik dan bahasa. Bahkan radio juga dapat digunakan sebagai pemberi petunjuk mengenai apa yang harus dilakukan oleh guru atau siswa dalam pembelajaran.

b. Alat perekam magnetik

Alat perekam magnetik atau tape recorder adalah salah satu media yang memiliki peranan yang sangat penting dalam penyampaian keakuratan sebuah informasi. Melalui media ini kita dapat merekam audio, mengulangnya dan menghapusnya. Selain itu pita rekaman dapat diputar berulang-ulang tanpamempengaruhi volume, sehingga dapat menimbulkan berbagai kegiatan diskusi atau dramatisasi.

3. Media Proyeksi Diam

Beberapa media yang termasuk kedalam media proyeksi diam diantaranya adalah:

a. Film Bingkai

Film bingkai adalah suatu film positif baik hitam putih ataupun berwarna yang berukuran 35 mm, dan umumnya dibingkai dengan ukuran 2 x 2 inchi. Untuk melihatnya perlu ditayangkan dengan proyektor slide. Beberapa keuntungan penggunaan film bingkai sebagai media pembelajaran adalah:

  • materi pelajaran yang sama dapat disebarkan kepada seluruh siswa secara serentak.
  • perhatian siswa dapat dipusatkan pada satu persoalan,sehingga dapat menghasilkan keseragaman pengamatan.
  • Fungsi berfikir siswa dirangsang dan dikembangkan secara bebas
  • Penyimpanannya mudah dan praktis.
  • Film bingkai dapat mengatasi keterbatasan ruang waktu dan indera.
  • Program dapat dibuat dalam waktu singkat tergantung kebutuhan dan perencanaan.

b. Film Rangkai

Film rangkai hampir sama dengan film bingkai, bedanya pada film rangkai frame atau gambar tidak memerlukan bingkai dan merupakan rangkaian berurutan dari sebuah film atau gambar tertentu. Jumlah gambar pada 1 rol film rangkai adalah sekitar 50 sampai dengan 75 gambar dengan panjang kurang lebih 100 sampai dengan 130 cm tergantung pada isi film itu. Film rangkai dapat mempersatukan berbagai media pembelajaran yang berbeda dalam satu rangkai sehingga cocok untuk mengajarkan keterampilan, penyimpanannya mudah serta dapat digunakan untuk bahan belajar kelompok atau individu

c. OHT

Over Head Transparancy (OHT) adalah media visual proyeksi,dibuat di atas bahan transparan, biasanya film acetate atau plastik berukuran 8,5 x 11 inchi. Media ini memerlukan alat khusus untuk memproyeksikannya yang dikenal dengan sebutan Over Head Projector (OHP). Beberapa keuntungan penggunaan OHT sebagai media pembelajaran diantaranya adalah:

  • gambar yang diproyeksikan lebih jelas bila dibandingkan jika digambarkan di papan tulis.
  • ruangan tidak perlu digelapkan.
  • sambil mengajar, guru dapat berhadapan dengan siswa.
  • mudah dioperasikan sehingga tidak memerlukan bantuan operator.
  • menghemat tenaga dan waktu karena dapat dipakai berulang-ulang.
  • praktis dapat digunakan untuk semua ukuran kelas atau ruangan.

d. Opaque Projektor

Projektor yang tak tembus pandang, karena yang diproyeksikan bukan bahan transparan tetapi bahan-bahan yang tidak tembus pandang (opaque). Kelebihan media ini sebagai media pembelajaran adalah bahwa bahan cetak pada buku, majalah, oto, grafis, bagan atau diagram dapat diproyeksikan secara langsung tanpa dipindahkan ke permukaan transparansi terlebih dahulu. Kelebihan projektor tak tembus pandang adalah:

  • dapat digunakan untuk hampir semua bidang studi yang ada di kurikulum.
  • dapat memperbesar benda kecil menjadi sebesar papan sehingga bahan yang semula hanya untuk individu menjadi untuk seluruh kelas.

e. Mikrofis

Mikrofis adalah lembaran film transparan yang terdiri atas lambang-lambang visual yang diperkecil sedemikian sehingga tidak dapat dibaca dengan mata telanjang. Keuntungan dari media ini adalah sebagai berikut:

  • mudah diduplikasi dengan biaya relatif murah.
  • dapat diproyeksikan ke layar lebar.
  • karena dalam bentuk lembaran, ringkas, hemat tempat dan praktis untuk dikirim.
  • memudahkan identifikasi informasi kepustakaan karena letaknya berada di bagian atas lembaran.

4. Media Proyeksi Gerak dan Audio Visual

Beberapa jenis media yang masuk dalam kelompok ini adalah:

a. Film gerak

Film gerak merupakan sebuah media pembelajaran yang sangat menarik karena mampu mengungkapkan keindahan dan fakta bergerak dengan efek suara, gambar dan gerak, film juga dapat diputar berulang-ulang sesuai dengan kebutuhan. Selain itu,beberapa keunggulan film sebagai media pembelajaran adalah:

  • keterampilan membaca atau menguasai penguasaan bahasa yang kurang bisa diatasi dengan menggunakan film.
  • sangat tepat untuk menerangkan suatu proses.
  • dapat menyajikan teori ataupun praktek dari yang bersifat umum ke yang bersifat khusus ataupun sebaliknya.
  • film dapat mendatangkan seorang yang ahli dan memperdengarkan suaranya di depan kelas.
  • film dapat lebih realistis, hal-hal yang abstrak dapat terlihat menjadi lebih jelas.
  • film juga apat merangsang motivasi kegiatan siswa.

b. Film gelang

Film gelang atau film loop adalah jenis media yang terdiri atas film berukuran 8 mm dan 16 mm yang ujung-ujungnya saling bersambungan sehingga film ini akan berulang terus menerus jika tidak dimatikan. Kelebihan penggunaan media ini sebagai media pembelajaran adalah:

  • ruangan tidak perlu digelapkan.
  • dapat berputar terus berulang-ulang sehingga pengertian.
  • yang kabur menjadi jelas.
  • mudah diintegrasikan ke dalam pelajaran dan dipakai bersama dengan media lain.
  • siswa juga dapat menggunakannya sendiri karena sederhana.
  • film dapat dihentikan kapan saja untuk diselingi oleh penjelasan atau diskusi.

c. Program TV

Televisi merupakan media menarik dan modern karena merupakan bagian dari kebutuhan hidupnya. Televisi dapat menjadi sebuah media pembelajaran yang menarik dalam menyampaikan pesan-pesan pembelajaran secara audio visual dengan disertai unsur gerak.

d. Video

Pesan yang disajikan dalam media video dapat berupa fakta maupun fiktif, dapat bersifat informatif, edukatif maupun instruksional. Beberapa kelebihan penggunaan media video dalam pembelajaran adalah:

  • dengan alat perekam video sejumlah besar penonton dapat memperoleh informasi dari para ahli.
  • demonstrasi yang sulit dapat dipersiapkan dan direkam sebelumnya, sehingga pada waktu mengajar seorang guru dapat memusatkan perhatian pada penyajiannya.
  • menghemat waktu karena rekaman dapat diputar ulang.
  • dapat mengamati lebih dekat dengan objek yang berbahaya ataupun objek yang sedang bergerak.
  • ruangan tidak perlu digelapkan pada saat penyajian

5. Multimedia

Vaughan (2004) menjelaskan bahwa multimedia adalah sembarang kombinasi yang terdiri atas teks, seni grafik, bunyi, animasi dan video yang diterima oleh pengguna melalui komputer. Sejalan dengan hal di atas, Heinich et al (2005) multimedia merupakan penggabungan atau pengintegrasian dua atau lebih format media yang berpadu seperti teks, grafik, animasi, dan video untuk membentuk aturan informasi ke dalam sistem komputer. Namun kelemahan dari media ini adalah harus didukung oleh peralatan memadai seperti LCD projektor dan adanya aliran listrik.

Keuntungan penggunaan multimedia dalam pembelajaran diantaranya dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami suatu konsep abstrak dengan lebih mudah, selain itu juga penggunaan media komputer dalam bentuk multimedia dapat memberikan kesan yang positif kepada guru karena dapat membantu guru menjelaskan isi pelajaran kepada pelajar,menghemat waktu dan meningkatkan motivasi siswa dalam belajar.

6. Benda

Benda-benda yang ada disekitar dapat digunakan pula sebagai media pembelajaran, baik benda asli maupun benda tiruan atau miniatur. Benda-benda ini dapat membantu proses pembelajaran dengan baik terutama jika metode yang digunakan adalah metode demonstrasi atau praktek lapangan.

 

D. Manfaat Media Pembelajaran

Menurut Arief, dkk (2009:17) media pembelajaran mempunyai manfaat sebagai berikut:

1. Memperjelas penyajian suatu pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis
2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera seperti:

  • obyek yang terlalu besar, dapat digantikan dengan realita, gambar, film bingkai, film, gambar video, atau model.
  • obyek yang kecil dibantu dengan proyektor mikro, film slide, gambar video atau gambar.
  • gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat dapat dibantu dengan timelapse, highspeed photografi atau slowmotion playback video.
  • kejadian atau peristiwa yang terjadi pada masa lalu dapat ditampilkan lagi melalui rekaman film, video, atau foto.
  • Obyek yang terlalu kompleks dapat disajikan dengan model,diagram, dll.
  • Konsep yang terlalu luas dapat divisualkan dalam bentuk film, slide, gambar atau video.

3. Dengan menggunakan media pembelajaran secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif siswa. Dalam hal ini media pembelajaran berguna untuk:

  • menimbulkan gairah belajar.
  • memungkinkan interaksi langsung antara siswa dengan lingkungan dan kenyataan.
  • Memungkinkan siswa belajar sendiri menurut minat dan kemampuannya.

4. Dengan sifat yang unik pada siswa juga dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda-beda, sedangkan kurikulum dan materi pembelajaran yang sama untuk setiap siswa, masalah ini dapat diatasi dengan media pembelajaran dalam kemampuannya:

  • memberikan perangsang yang sama.
  • menyamakan pengalaman.
  • menimbulkan persepsi yang sama.

 

Langkah-Langkah Pemilihan Media

Selaras dengan pembahasan dari hal diatas, Anderson (1976) (Arief Sadiman, dkk, 2009:89) menyarankan langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam pemilihan media pembelajaran, yaitu:

Langkah 1: Penerangan atau Pembelajaran

Langkah pertama menentukan apakah penggunaan media untuk keperluan informasi atau pembelajaran. Media untuk keperluan informasi, penerima informasi tidak ada kewajiban untuk  dievaluasi kemampuan atau keterampilannya dalam menerima informasi, sedangkankan media untuk keperluan pembelajaran penerima pembelajaran harus menunjukkan kemampuannya sebagai bukti bahwa mereka telah belajar.

Langkah 2: Tentukan Transmisi Pesan

Dalam kegiatan ini kita sebenarnya dapat menentukan pilihan, apakah dalam proses pembelajaran akan digunakan ‘alat bantu pengajaran’ atau ‘media pembelajaran’. Alat bantu pengajaran alat yang didesain, dikembangkan, dan diproduksi untuk memperjelas tenaga pendidik dalam mengajar. Sedangkan media pembelajaran adalah media yang memungkinkan terjadinya interaksi antara produk pengembang media dan peserta didik/pengguna. Atau dengan kata lain peran pendidik sebagai penyampai materi pembelajaran digantikan oleh media.

Langkah 3: Tentukan Karakteristik Pelajaran

Asumsi kita bahwa kita telah menyusun disain pembelajaran, dimana kita telah melakukan analisis tentang mengajar, merumuskan tujuan pembelajaran, telah memilih materi dan metode. Selanjutnya perlu dianalisis apakah tujuan pembelajaran yang telah ditentukan itu termasuk dalam ranah kognitif, afektif atau psikomotor. Masing-masing ranah tujuan tersebut memerlukan media yang berbeda.

Langkah 4: Klasifikasi Media

Media dapat diklasifikasikan sesuai dengan ciri khusus masing-masing media. Berdasarkan persepsi dria manusia normal media dapat diklasifikasikan menjadi media audio, media video, dan audio visual. Berdasarkan ciri dan bentuk fisiknya media dapat dikelompokkan menjadi media proyeksi (diam dan gerak) dan media non proyeksi (dua dimensi dan tiga dimensi). Sedangkan jika diklasifikasikan berdasarkan keberadaannya, media dikelompokkan menjadi dua yaitu media yang berada di dalam ruang kelas dan media-media yang berada di luar ruang kelas. Masing-masing media tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan bila dibandingkan dengan media lainnya.

Langkah 5: Analisis karakteristik masing-masing media

Media pembelajaran yang banyak macamnya perlu dianalisis kelebihan dan kekurangannya dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Pertimbangan pula dari aspek ekonomi dan ketersediaannya. Dari berbagai alternatif kemudian dipilih media yang paling tepat.

 

Pentingnya Pemanfaatan Media Dalam Pelatihan

Adapun pentingnya pengunaan media dalam prose pelatihan menurut Oemar Hamalik (2007: 67) yaitu sebagai berikut:

  1. Banyak konsep-konsep dalam bahan pelatihan yang memerlukan kesamaan persepsi bagi para peerta.
  2. Dalam bidang-bidang studi yang disampaiakn pada pelatihan terdapat proses-proses kerja yang sangat lambat, sehingga sulit dilihat dengan mata dan dapat ditangkap dengan bantuan media pembelajaran.
  3. Adapula hal-hal atau kejadian-kejadian yang proses kerjanya sangat cepat sehigga sangat sulit untuk diamati misalnya: proses pembuatan keputusan, sehingga dengan bantuan media pelatihan seperti film strip atau slide maka proses tersebut akan mudah dipelajari.
  4. Banyak benda-benda yang terlampau besar sulit dibawa kedalam kelas untuk dipelajari, sehingga dengan bantuan model tiruan barulah benda-benda tersebut dapat dipelajari dengan mudah misalnya, arus proses produksi, dalam pabrik teh dan sebagainya.
  5. Banyak hal-hal yang abstrak ternyata sulit diamati dengn penginderaan, misalnya proses berfikir memecahkan masalah dan ternyata lebih mudah dipelajari dengan bantuan bagan arus atau media lainnya.
  6. Peristiwa masa lampau atau kejadian yang mungkin terjadi pada masa datang sangat sulit diamati.
  7. Banyak pula kejadia sehari-hari yang berkenaan dengan masala manajemen yang lebih mudah dipelajari dengan bantuan media pelatihan, yang dapat diamati langsung pada waktu atau kesempatan tertentu.
  8. Banyak proses-proses yag harus dikerjakan dalam mempelajari manajemen, yang memerlukan media pelatihan agar menarik perhatian dan minat peserta.

Kesimpulan

Media pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting sekali dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan. Media pembelajaran yang dimanfaatkan dapat membantu mempermudah pembelajaran secara efektif dan efisien. Sehingga peranan instruktur sangat berpengaruh baik dalam menggunakan, memanfaatkan dan pemilihan media.

Media pembelajaran adalah salah satu komponen penting dalam kegiatan pembelajaran. Media pembelajaran banyak macamnya, sehingga dalam pemanfaatannya harus dapat memilih sesuai dengan materi dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Langkah-langkah yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media pembelajaran yaitu kegiatan penerangan atau pembelajaran, menentukan transmisi pesan, menentukan karakteristik pelajaran, klasifikasi media, dan analisis karakteristik masing-masing media. Pada prinsipnya, materi lebih mudah dipahami oleh peserta didik jika dalam proses pembelajaran, peserta didik tidak hanya melihat dan mendengarkan, namun juga melakukan.

Referensi :

Ardiansyah, Rifky. (…..). Pemanfaatan Media Pembelajaran. [online]. Tersedia :

http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/TEP/article/view/1189  (8April 2012)

Cleophas, Frans. (2011). Penggunaan Media Pembelajaran Yang Tepat Dapat

Menunjang Keberhasilan Dalam Proses Pembelajaran. [Online]. Tersedia :http://kursusinggris.wordpress.com/2011/01/19/penggunaan-media-pembelajaran-yang-tepat-dapat-menunjang-keberhasilan-dalam-proses-pembelajaran/(8 April 2012)

Hamalik, Oemar. (2007). Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan: Pendekatan

Terpadu Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Kuswanto, Goto. (2012). Pemanfaatan Media Pembelajaran untuk Meningkatkan

Efektivitas Diklat oleh Widyaiswara. [Online]. Tersedia: http://diklatbanyumas.blogspot.com/2012/03/pemanfaatan-media-pembelajaran-untuk.html [08 April 2012].

Sadiman, Arief S. (dkk). (2009). Media Pendidikan : Pengertian, Pegembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Supriatna, Dadang. (2009). Pengenalan Media Pembelajaran. Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik DanTenaga Kependidikan Taman Kanak KanakDan Pendidikan Luar Biasa.

……. . (2012). Pengertian Media Pembelajaran. [Online]. Tersedia: http://belajarpsikologi.com/pengertian-media-pembelajaran/   [08 April 2012].

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 22 Desember 2013 inci Education

 

Tag: , , , , , ,