RSS

Arsip Tag: Konsep Evaluasi

Evaluasi Program dan Penyelenggaraan Pelatihan

Latar Belakang

Dalam peningkatan, pegembangan, dan pembentukan sumber daya manusia dilakukan melalui upaya pembinaan, pendidikan, dan pelatihan. Pelatihan pada hakikatnya mengandung unsur-unsur pembinaan dan pendidikan. Pelatihan merupaka suatu fungsi manajemen yan perlu dilaksanakan terus-menerus dalam rangka pembinaan sumber daya manusia dalam suatu organisasi. Secara spesifik, proses pelatihan merupakan srangkaian tindakan atau upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan, bertahap dan terpadu. Setiap proses pelatihan harus terarah untuk mencapai tujuan tertentu terkait dengan upaya pencapaian tujuan organisasi.

Evaluasi merupakan suatu komponen dalam manajemen program pelatihan. Suatu kegiatan pelatihan harus dimulai dan diakhiri dengan kegiatan evaluasi, sehingga proses pelatihan dapat dinyatakan lengkap dan menyeluruh. Manajemen pelatihan memiliki karakteristik tersendiri, dan evaluasi diarahkan untuk mengontrol ketercapaian tujuan. Dengan evaluasi dapat diketahui efektifitan dan efisiensi kegitan pelatihan yang telah dilaksanakan. Selain itu evaluasi juga memberikan gambaran tentang tingkatan keberhasilan peserta, hambatan-hambatan yang ada, kelemahan-kelemahan dan kekuatan-kekuatan yang dirasakan.

Evaluasi program pelatihan adalah usaha pengumpulan informasi dan penjajagan informasi untuk mengetahui dan memutuskan cara yang efektif dalam menggunakan sumber-sumber latihan yang tersedia guna mencapai tujuan pelatihan secara keseluruhan. Evaluasi pelatihan mencoba mendapatkan informasi-informasi mengenai hasil-hasil program pelatihan, kemudian menggunakan informasi itu dalam penilaian. Evaluasi pelatihan juga memasukkan umpan balik dari peserta yang sangat membantu dalam memutuskan kebijakan mana yang akan diambil untuk memperbaiki pelatihan.

Konsep Evaluasi

A. Pengertian Evaluasi

Suharsimi Arikunto (2004 : 3) mengemukakan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision maker untuk menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan.

Worthen dan Sanders (1987 : 1) mengemukakan bahwa evaluasi adalah mencari sesuatu yang berharga (worth). Sesuatu yang berharga tersebut dapat berupa informasi tentang suatu program, produksi serta alternatif prosedur tertentu. Karenanya evaluasi bukan merupakan hal baru dalam kehidupan manusia sebab hal tersebut senantiasa mengiringi kehidupan seseorang. Seorang manusia yang telah mengerjakan suatu hal, pasti akan menilai apakah yang dilakukannya tersebut telah sesuai dengan keinginannya semula.

Stufflebeam (Worthen dan Sanders, 1987 : 129) mengemukakan bahwa evaluasi adalah : process of delineating, obtaining and providing useful information for judging decision alternatives. Ada beberapa unsur yang terdapat dalam evaluasi yaitu : adanya sebuah proses (process) perolehan (obtaining), penggambaran (delineating), penyediaan (providing) informasi yang berguna (useful information) dan alternatif keputusan (decision alternatives).

Berdasarkan pengertian-pengertian tentang evaluasi yang telah dikemukakan beberapa para ahli diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk melihat sejauh mana keberhasilan sebuah program. Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai oleh program tersebut. Karenanya, dalam keberhasilan ada dua konsep yang terdapat didalamnya yaitu efektifitas dan efisiensi. Efektifitas merupakan perbandingan antara output dan inputnya sedangkan efisiensi adalah taraf pendayagunaan input untuk menghasilkan output melalui suatu proses.

B. Pengertian Evaluasi Program

John L Herman (Tayibnapis, 2008 : 9) mengemukakan bahwa program adalah segala sesuatu yang anda lakukan dengan harapan akan mendatangkan hasil atau  manfaat. Dari pengertian ini dapat ditarik benang merah bahwa semua perbuatan manusia yang darinya diharapkan akan memperoleh hasil dan manfaat dapat disebut program.

Suharsimi Arikunto (2009 : 290) mengemukakan bahwa program dapat dipahami dalam dua pengertian yaitu secara umum dan khusus. Secara umum, program dapat diartikan dengan rencana atau rancangan kegiatan yang akan dilakukan oleh seseorang di kemudian hari. Sedangkan pengertian khusus dari program biasanya jika dikaitkan dengan evaluasi yang bermakna suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan ralisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses berkesinambungan dan terjadi dalam satu organisasi yang melibatkan sekelompok orang.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka sebuah program adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan secara waktu pelaksanaannya biasanya panjang. Selain itu, sebuah program juga tidak hanya terdiri dari satu kegiatan melainkan rangkaian kegiatan yang membentuk satu sistem yang saling terkait satu dengan lainnya dengan melibatkan lebih dari satu orang untuk melaksanakannya.

Selanjutnya Isaac dan Michael (1981 : 6) mengemukakan bahwa sebuah program harus diakhiri dengan evaluasi. Hal ini dilaksanakan untuk melihat apakah program tersebut berhasil menjalankan fungsi sebagaimana yang telah ditetapkan sebelumnya. Ada tiga tahap rangkaian evaluasi program yaitu:

  1. Menyatakan pertanyaan serta menspesifikasikan informasi yang hendak diperoleh,
  2. Mencari data yang relevan dengan penelitian dan
  3. Menyediakan informasi yang dibutuhkan pihak pengambil keputusan untuk melanjutkan, memperbaiki atau menghentikan program tersebut.

Dengan demikian, maka evaluasi program dapat dimaknai sebagai sebuah proses untuk mengetahui apakah sebuah program dapat direalisasikan atau tidak dengan cara mengetahui efektifitas masing-masing komponennya melalui rangkain informasi yang diperoleh evaluator.

C. Tujuan Evaluasi

Evaluasi memegang peranan penting dalam suatu program Worthen dan Sanders, 1987 (Tayibnapis, 2008 : 2) antara lain memberikan informasi yang dipakai sebagai dasar untuk:

  1. Membuat kebijaksanaan dan keputusan,
  2. Menilai hasil yang dicapai,
  3. Menilai kurikulum,
  4. Memberi kepercayaan
  5. Memonitor dana yang telah diberikan,
  6. Memperbaiki materi dan program.

Suharsimi Arikunto (2004 : 13), mengemukakan bahwa ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan kepada program secara keseluruhan sedangkan tujuan khusus lebih difokuskan pada masing-masing komponen. Beberapa tujuan evaluasi diantaranya adalah;

  1. Untuk memperoleh dasar bagi pertimbangan akhir suatu periode kerja, apa yang telah dicapai, apa yang belum dicapai, dan apa yang perlu mendapat perhatian khusus.
  2. Untuk menjamin cara kerja yang efektif dan efisien yang membawa organisasi pada penggunaan sumber daya yang dimiliki secara efesien dan ekonomis.
  3. Untuk memperoleh fakta tentang kesulitan, hambatan, penyimpangan dilihat dari aspek-aspek tertentu.

D. Fungsi Evaluasi Program

Fungsi evaluasi menurut Scriven, 1967 (Tayibnapis, 2008: 4) adalah sebagai berikut:

  1. Fungsi Formatif yaitu evaluasi dipakai untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan (program, orang, produk, dsb).
  2. Fungsi sumatif yaitu evaluasi dipakai untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan. Jadi evaluasi hendaknya membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu program, perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan dari mereka yang terlibat.
  3. Fungsi diagnostik yaitu untuk mendiagnostik sebuah program.

Selanjutnya Stuffebeam (Tayibnapis, 2008: 4) juga mengemukakan fungsi evaluasi, yaitu sebagai berikut:

  1. Proactive Evaluation yaitu evaluasi program yang dilakukan untuk melayani pemegang keputusan.
  2. Retroactive Evaluation yaitu evaluasi program yang dilakukan untuk keperluan pertanggung jawaban.

Konsep Pelatihan

A. Pengertian Pelatihan

Pelatihan (training) merupakan proses pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian, konsep, peraturan, atau sikap untuk meningkatkan kinerja tenga kera (Simamora:2006:273). Menurut pasal I ayat 9 Undang-Undang No.13 Tahun 2003.

”Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat ketrampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan pekerjaan.”

Oemar Hamalik (2007:10-11) mengemukakan bahwa pelatihan adalah suatu proses yang meliputi serangkaian tindakan (upaya) yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk pemberian bantuan kapada tenaga kerja yang dilakukan oleh tenaga profesional kepelatihan dalam satuan waktu yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta dalam bidang pekerjaan tertentu guna meningkatkan efektivitas dan produktivitas dalam suatu organisasi. Dengan demikian dapat diuraikan bahwa:

  1. Pelatihan adalah suatu proses,
  2. Pelatihan dilaksanakan dengan sengaja,
  3. Pelatihan diberikan dalam bentuk pemberian bantuan,
  4. Sasaran pelatihan adalah unsur ketenagakerjaan,
  5. Pelatihan dilaksanakan oleh tenaga professional,
  6. Pelatihan berlangsung dalam satuan waktu tertentu,
  7. Pelatihan meningkatkan kemampuan kerja peserta, dan
  8. Pelatihan harus berkenaan dengan pekerjaan tertentu.

B. Tujuan pelatihan

Tujuan diselenggarakan pelatihan (Simamora, 2006 : 276) diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas dan kesejahteraan. Adapun tujuan-tujuannya sebagai berikut:

  1. Memperbaiki kinerja karyawan-karyawannya yang bekerja karena kekurangan keterampilan.
  2. Memuktahirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi. Melalui pelatihan, pelatih memastikan bahwa karyawan dapat megaplikasikan teknologi baru secara efektif.
  3. Mengurangi waktu pembelajaran bagi karyawan baru agar kompeten dalam pekerjaan.
  4. Membantu memecahkan masalah orperasional. Para manejer harus mencapai tujuan mereka dengan kelangkaan dan kelimpahan sumber daya.
  5. Mempersiapkan karyawan untuk promosi/ satu cara untuk menarik, menahan, dan memotivasi karyawan.
  6. Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi,
  7. Memenuhi kebutuhan pertumbuhan.

C. Manfaat pelatihan

Pelatihan mempunyai andil besar dalam menentukan efektifitas dan efisiensi organisasi. Beberapa manfaat program pelatihan (Simamora, 2006:278) adalah:

  1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas.
  2. Mengurangi waktu belajar yang diperlukan karyawan untuk mencapai standar kinerja yang dapat diterima.
  3. Membentuk sikap, loyalitas, dan kerjasama yang lebih menguntungkan.
  4. Memenuhi kebutuhan perencanaan semberdaya manusia
  5. Mengurangi frekuensi dan biaya kecelakaan kerja.
  6. Membantu karyawan dalam peningkatan dan pengembangan pribadi mereka.

Manfaat di atas membantu individu maupun organisasi. Program pelatihan yang efektif adalah memberikan bantuan yang berharga dalam perencanaan karir dan sering dianggap sebagai penyembuh penyakit organisasional. Apabila produktivitas tenaga kerja menurun banyak manejer berfikir bahwa solusinya adalah pelatihan. Meskipun program pelatihan tidak mengobati semua masalah organisasional, namun tentu saja program pelatihan itu berpotensi untuk memperbaiki situasi tertentu sekiranya program dijalankan secara benar.

Evaluasi Program dan Penyelenggaraan Pelatihan

Evaluasi program pelatihan adalah usaha pengumpulan informasi dan penjajagan informasi untuk mengetahui dan memutuskan cara yang efektif dalam menggunakan sumber-sumber latihan yang tersedia guna mencapai tujuan pelatihan secara keseluruhan. Evaluasi pelatihan mencoba mendapatkan informasi-informasi mengenai hasil-hasil program pelatihan, kemudian menggunakan informasi itu dalam penilaian. Evaluasi pelatihan juga memasukkan umpan balik dari peserta yang sangat membantu dalam memutuskan kebijakan mana yang akan diambil untuk memperbaiki pelatihan tersebut. Dengan demikian maka evaluasi program pelatihan harus dirancang bersamaan dengan “perancangan pelatihan” berdasarkan pada perumusan tujuan.

Dalam “forum evaluasi program pelatihanM. Nasrul (2009:39) mengemukakan tujuan evaluasi pelatihan, diantaranya adalah:

  1. Menemukan bagian-bagian mana saja dari suatu pelatihan yang berhasil mencapai tujuan, serta bagian-bagian yang tidak mencapai tujuan atau kurang berhasil sehingga dapat dibuat langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.
  2. Memberi kesempatan kepada peserta untuk menyumbangkan pemikiran dan saran saran serta penilaian terhadap efektifitas program pelatihan yang dilaksanakan.
  3. Mengetahui sejauh mana dampak kegiatan pelatihan terutama yang berkaitan dengan terjadinya perilaku di kemudian hari.
  4. Identifikasi kebutuhan pelatihan untuk merancang dan merencanakan kegiatan pelatihan selanjutnya.

Evaluasi pelatihan merupakan bagian dari setiap proses atau tahapan pelatihan mulai dari perencanaan, pelakasanaan dan tindak lanjut dari suatu pelatihan. Evaluasi pelatihan menghendaki adanya umpan balik secara terus menerus, sehingga kegiatan evaluasi pelatihan tidak hanya dapat dilakukan sekali pada akhir program. Setiap tahap pencapaian sasaran merupakan tindakan evaluasi terhadap program pelatihan.

Selanjutnya M. Nasrul (2009:42) mengemukakan bahwa komponen-komponen yang perlu dievaluasi dalam evaluasi pelatihan antara lain meliputi:

1. Pencapaian Tujuan dan Ketepatan Tujuan

Dalam evaluasi hendaknya dilakukan pengumpulan informasi yang berkaitan dengan pencapaian tujuan dan ketepatan tujuan. Artinya yaitu bahwa apakah pelatihan tersebut telah mencapai tujuan yang diharapkan dan apakah tujuan tersebut tepat sesuai dengan kebutuhan pelatihan.

2. Isi atau Materi Pelatihan

Dalam evaluasi akhir hendaknya dilakukan pengumpulan informasi yang berkaitan dengan isi atau materi pelatihan yang dibahas selama pelatihan berlangsung; yaitu antara lain apakah materi yang dibahas sesuai dengan tujuan, apakah materi pelatihan terlalu sederhana, terlalu sulit, terlalu teoritis dan lain sebagainya.

3. Fasilitator Pelatihan

Hal yang tidak kalah pentingnya adalah pengumpulan informasi tentang ‘fasilitator” yang membantu proses terjadinya kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini perlu dilakukan pengumpulan informasi yang menyangkut tentang keterampilan fasilitator, kemampuan fasilitator dalam memfasilitasi pelatihan. Hal-hal yang perlu dievaluasi antara lain meliputi:

  • Penguasaan dan kemampuan menggunakan metoda partisipatif,
  • Penguasaan dan pemahaman terhadap materi pelatihan,
  • Kemampuan melakukan komunikasi dan interakasi dengan peserta secara efektif,
  • Kerjasama team fasilitator,
  • Kemampuan penggunaan media dan sarana pelatihan secara efektif
  • Peserta pelatihan

Pengumpulan informasi tentang peserta perlu juga dilakukan dalam evaluasi akhir untuk mengetahui tingkat partisipasi peserta, perasaan peserta, kerjasama peserta dengan peserta yang lain, kerjasama dengan fasilitator. Disamping itu, hal yang tidak kalah pentingnya adalah kriteria peserta, apakah peserta yang terlibat dalam pelatihan sesuai dengan yang diharapkan sebagaimana ditetapkan dalam kerangka acuan pelatihan, dan lain-lain.

4. Metodologi Pelatihan/ Efektifitas Pelatihan

Evaluasi pelatihan juga perlu mengumpulkan informasi tentang penggunaan dan pemanfaat metoda dan efektifitasnya. Apakah metoda yang dipergunakan mampu mendorong keterlibatan peserta, apakah metoda yang dipergunakan cocok dengan tujuan yang diharapkan, apakah metoda yang dipergunakan sesuai dengan sifat isi materi pelatihan.

5. Penyelenggaraan Pelatihan

Penyelenggaraan pelatihan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pelatihan yang seringkali diabaikan. Pada umumnya, evaluasi penyelenggaraan lebih berfokus pada aspek logistik. Hal-hal yang perlu dievaluasi antara lain meliputi:

  • Komunikasi, yaitu bagaimana pemberitahuan atau undangan dipersiapkan oleh pihak Ujian, merupakan salah satu jenis evaluasi penyelenggara, apakah undangan jelas dan disertai dengan informasi yang dibutuhkan, biasanya dilengkapi dengan Kerangka Acuan Pelatihan.
  • Sarana dan Prasarana Pendukung pelatihan yang meliputi tempat pelatihan, baik untuk diskusi pleno maupun untuk diskusi kelompok, konsumsi, akomodasi, ketersediaan dan kesiapan bahan bahan yang diperlukan untuk peserta dan fasilitator, kepanitiaan dan lain-lain.

Oemar Hamalik (2007:78) mengemukakan bahwa prosedur penyelenggaraan pelatihan terdiri dari empat tahap, yaitu:

1. Tahap pendahuluan, merupakan tahap persiapan sebelum peserta melaksanakan keseluruhan kegiatan. Pada tahap ini peserta melakukan kegiatan orientasi.

2. Tahap pengembangan, merupakan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana yang telah disusun oleh pelatih. Pada tahap ini peserta melakukan kegiatan-kegiatan diantaranya:
  • Kegiatan tatap muka dengan tim pelatih yaitu melaksanakan kegiatan pelatihan sesuai dengan yang telah direncanakan.
  • Kegiatan berstruktur, sebagai tindak lanjut kegiatan tatap muka seperti: berdiskusi, demonstrasi, eksperimen, dan lainnya.
  • Kegiatan mandiri, mendalami dan memperluas penguasaan materi/ proyek, baik yang bersumber dari bacaan atau pun kegiatan pelatihan.
  • Seminar, sebagai media pertukaran informasi.
  • Kunjungan instansional, sebagai studi perbandingan untuk perbaikan dan peningkatan kerja.
  • Laporan harian, sebagai monitoring.
  • Karyawisata, sebagai penunjang kegian pelatihan.dll

3. Tahap kulminasi, merupakan tahap puncak kegiatan pelatihan yang dilaksanakan dalam bentuk:

  • Pameran, dimaksudkan untuk mempertunjukkan secara menyeluruh semua produk yang dihasilkan oleh peserta.
  • Seminar akhir, dalam seminar akhir ini dibahas secara menyeluruh semua pengalaman, kesan, dan berbagai masalah yang ditemui oleh peserta dan pembimbing selama pelaksanaan program. Pada seminar akhir ini, berbagai teori yang menunjang ditinjau dan dilihat relevansinya.
  • Laporan individual, memuat semua pengalaman yang telah dilaksanakan peserta.
4. Tahap tindak lanjut, merupakan suatu tahap transisi, di mana berlangsungnya proses penempatan dan pembinaan terhadap para lulusan pelatihan. Kesulitan mulai lebih terasa, khususnya untuk menempatkan lulusan pelatihan sedangkan kesempatan kerja belum tersedia. Dalam kondisi ini, dituntut keberanian dari pihak pengambil keputusan, misalnya menyediakan suatu proyek cipta kerja dengan bantuan modal dan pembinaan manajemen yang teratur dan terencana.

Suharsimi Arikunto (2004 : 23) mengemukakan bahwa evaluasi program mempunyai ukuran keberhasilan, yang dikenal dengan istilah kriteria. Istilah kriteria dalam penilaian dikenal dengan kata “tolak ukur” atau ”standar”. Kriteria adalah sesuatu yang digunakan sebagai patokan atau batas minimal untuk sesuatu yang diukur. Kriteria atau tolak ukur bersifat jamak karena menunjukan batas atas dan batas bawah, sekaligus batas-batas di antaranya. Dengan demikian, kriteria menunjukkan gradasi atau tingkatan, dan ditunjukan dalam bentuk kata keadaan atau predikat.

Dasar dalam pembuatan standar atau kriteria adalah sumber pengambilan kriteria secara keseluruhan. Dengan pengertian bahwa kriteria adalah suatu ukuran yang menjadi patokan yang harus dicapai. Suharsimi Arikunto (2004 : 24) mengemukakan bahwa ada beberapa sumber pembuatan kriteria, diantaranya yaitu:

  1. Peraturan atau ketentuan yang sudah dikeluarkan berkenaan dengan kebijakan yang bersangkutan atau ketentuan yang berlaku umum.
  2. Buku pedoman atau petunjuk pelaksanaan (juklak).
  3. Konsep atau teori-teori yang terdapat dalam buku-buku ilmiah.
  4. Hasil penelitian yang sudah dipublikasikan atau diseminarkan.
  5. Pertimbangan orang yang memiliki kelebihan dalam bidang yang sedang dievaluasi (expert judgment).
  6. Hasil kesepakatan kelompok/ tim atau beberapa orang yang mempunyai wawasan tentang program yang dievaluasi.
  7. Pemikiran sendiri (akal atau nalar sendiri).

Oemar Hamalik (2007:127) mengemukakan bahwa kriteria penilaian/ evaluasi program pelatihan meliputi:

1. Kriteria penilaian masukan, kriteria ini bertalian dengan perencanaan program. Perangkat kriteria yang dapat digunakan adalah:

  • Tujuan perilaku yang dirumuskan secara operasional, rinci, mengacu pada perubahan tingkah laku yang mencakup aspek-aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap, berdasarkan atas data masyarakat, posisi perkembangan peserta, disiplin ilmu manajemen, tujuan itu layak untuk dicapai, berdaya guna bagi fungsi-fungsi pendidikan dan pelatihan, serta memperhatikan segi prioritas dan keseimbangan.
  • Seleksi peserta, merupakan syarat untuk mempersiapkan tenaga lulusan, dilaksanakan oleh lembaga Diklat, sesuai dengan kemampuan kelembagaan, dilaksanakan oleh tenaga kepelatihan yang berpengalaman, berguna untuk rekrutmen, mencakup berbagai aspek seperti: kemampuan akademik, tingkat kecerdasan, kematangan, kesehatan, social, keterampilan berkomunikasi, dan minat serta motivasi belajar, dan lain sebagainya.
  • Isi program pelatihan, sesua dengan perkembangan IPTEK, memberi kemudahan untuk menguasai unsur-unsur dalam peta pengetahuan, peta keterampilan, dan peta sikap serta moral, bermakna bagi peserta untuk melaksanakan pekerjaan, perkembangan pribadi yang seimbang, dan untuk kehidupan sehari-hari. Isi/ bahan pelajaran mencakup pendidikan umum (kelompok dasar), pengajaran pokok/ kejuruan (kelompok inti), dan pengajaran penunjang (pelengkap).
  • Pemilihan dan penggunaan metode dan media, harus konsisten dengan tujuan yang hendak dicapai, bahan pelajaran, kemampuan pelatih, dan kondisi lingkungan.
  • Pembinaan, dilaksanakan terus-menerus dalam jangka panjang, membantu peserta untuk memahami dirinya, bersifat luwes, menggunakan berbagai instrument pengumpulan data, dan teknik langsung atau tidak langsung dengan prosedur individual dan kelompok.
  • Organisasi program pelatihan, meupakan program pelatihan professional, disusun seimbang yang memadukan teori dan praktek, berdasarkan disiplin ilmu, berurutan, berdasarkan sistematika tertentu.

2. Kriteria penilaian proses,

a. Kriteria internal

  • Koherensi, adalah keterkaitan antara unsur-unsur dalam suatu program pelatihan.
  • Sumber manusia, adalah kesesuaian antara kemampuan tenaga pelaksanaan dalam suatu program pelatihan.
  • Persepsi pemakaian program, adalah reaksi dari pihak pemakai terhadap suatu program pelatihan yang telah dilaksanakan.
  • Persepsi penyediaan program, adalah sikap dan penilaian penyedia program terhadap semua aspek program pelatihan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan.
  • Efisiensi penggunaan biaya, adalah perbandingan antara biaya yang telah dianggarkan dan dikeluarkan bagi produk yang diharapkan dengan tercapainya hasil yang nyata setelah suatu program pelatihan dilaksanakan
  • Kemampuan, adalah kemampuan suatu program pelatihan untuk menghasilkan produk yang telah dirancang sebelumnya dengan makna tertentu.
  • Dampak (impact), adalah efek lebih yang dicapai oleh suatu program dibandingkan dengan tanpa pelaksanaan program tersebut atau dibandingkan dengan program-program lainnya.

b. Kriteria eksternal

  • Pengaruh kebijaksanaan, suatu program dikembangkan berdasarkan arahan kebijaksanaan tertentu.
  • Analisis keuntungan, berdasarkan biaya yang dikeluarkan (cost benefit analysis); seberapa besar ketercapaian hasil program dibandingkan dengan pengeluaran biaya untuk melaksanakan program tersebut.
  • Efek pelipat ganda, yaitu efek suatu program tidak hanya terjadi pada satu kelompok sasaran, tetapi juga dapat terjadi pada kelompok-kelompok sasaran lainnya.

3. Kriteria penilaian produk, penilaian terhadap produk suatu program pelatihan dilakukan berdasarkan kriteria, sebagai berikut:

  • Keinginan dan harapan, yaitu rasional tentang perlunya sumber-sumber untuk memenuhi kebutuhan pemakai sehingga perlunya pengembangan produk tertentu.
  • Kelayakan, adalah ukuran yang berkenaan dengan efisiensi administrastif (pengelolaan) dan alokasi sumber-sumber (biaya).
  • Efektivitas produk, adalah ukuran yang berkenaan dengan hakikat produk dan penilaian pengaruh produk yang digunakan.
  • Kedayagunaan, adalah ukuran yang berkenaan dengan kualitas produk berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam produk dan kemungkinan pelaksanaannya dalam bidang-bidang lainnya.

Instrumen Evaluasi

Istilah evaluasi, pengukuran dan tes sering diartikan sama atau saling tertukar, namun beberapa pemakai member arti yang berbeda bagi masing-masing istilah tersebut oleh Worthen & Sanders (Tayibnapis, 2008: 189) sebagai berikut:

  1. Tes ialah sejumlah pertanyaan yang diberikan untuk dijawab.
  2. Pengukuran, lebih luas dari tes. Pengukuran dapat dilakukan dengan beberapa cara di samping dengan tes, antara lain dengan observasi, skala rating, cek list yang dapat memberikan informasi dalam bentuk kuanitatif.
  3. Evaluasi mencakup tes dan pengukuran, yaitu proses pengumpulan informasi untuk membuat penilaian yang mana kemudian digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat keputusan.
  4. Observasi (pengamatan), yang dilakukan untuk melengkapi inormasi.
  5. Anedotal Record (AR), catatan pelatih hasil pengamatan perilaku peserta yang dianggap penting untuk dipertimbangkan, melengkapi hasil evaluasi dengan instrument lainnya.
  6. Rating Scale (RS), berbeda dengan AR yang tidak terstruktur. RS dapat memberikan prosedur yang sistematik dalam mencatat dan melaporkan hasil evaluasi, hasil observasi yang terstruktur, dan ada tingkatan yang dipilih.

Cecklist (CL) hampir sama dengan RS, perbedaannya adalah macam pilihan yang diberikan untuk pertimbangan.  Pada RS ada tingkatan yang harus dipilih, sedangkan pada CL yang dipilih adalah “ya” atau “tidak” karakteristik yang disebutkan dalam pilihan.

Kesimpulan

Program adalah realisasi dari suatu kebijakan. Evaluasi program adalah upaya untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan program, atau untuk mengetahui implementasi dari suatu kebijakan. Dengan demikian kegiatan evaluasi program mengacu pada tujuan sebagai ukuran keberhasilan.

Implementasi program harus senantiasa di evaluasi untuk melihat sejauh mana program tersebut telah berhasil mencapai maksud pelaksanaan program yang telah ditetapkan sebelumnya. Tanpa adanya evaluasi, program-program yang berjalan tidak akan dapat dilihat efektifitasnya. Dengan demikian, kebijakan-kebijakan baru sehubungan dengan program itu tidak akan didukung oleh data. Oleh karena itu, evaluasi program bertujuan untuk menyediakan data dan informasi serta rekomendasi bagi pengambil kebijakan (decision maker) untuk memutuskan apakah akan melanjutkan, memperbaiki atau menghentikan sebuah program.

Referensi:

Arikunto, Suharsimi. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi dan Safruddin, Cepi. (2004). Evaluasi Program Pendidikan Pedoman Teoritis Praktis Bagi Mahasiswa dan   Praktisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Hamalik, Oemar. (2007). Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan Pendekatan Terpadu Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Isaac, S & Michael, W. B. (1981). Handbook in Research and Evaluation. San Diego, C. A.: Edits.

Nasrul, M. (2009). Evaluasi Program Pelatihan. [Online]. Tersedia: http://www.google.com[forum evaluasi program pelatihan]. [2 April 2012].

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Agribisnis Perdesaan (PNPM­AP). (2009). Petunjuk Operasional Monitoring & Evaluasi Kegiatan Pelatihan BDS  Lembaga/ Individu. [Online]. Tersedia: www.google.com.[1-po-monev-bdsp-08-jan-09-2.pdf]. [2 April 2012].

Sirnamora, Henry. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE YKPN.

Tayibnapis, Farida Yusuf. (2008). Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi Untuk Program Pendidikan dan Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Worthen, O. & James, R. Sanders. (1987). Educational Evaluation: Alternative Approaches and Guidelines. New York: Longman Inc.

 
1 Komentar

Ditulis oleh pada 3 April 2014 inci Education

 

Tag: , , , ,

Evaluasi Peserta Dan Instruktur Pelatihan

Latar Belakang

Manusia merupakan asset yang sangat berharga yang dimiliki oleh suatu organisasi, yang dijadikan objek dan juga subjek dalam oraganisasi. Karena manusia merupakan makhluk yang dapat berkembang sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya. Kemampuan yang dimiliki oleh manusia haruslah senantiasa dikembangkan karena jika tidak maka kemungkinan akan terjadi kemunduran bahkan statis. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan tersebut adalah dengan pendidikan dan pelatihan.

Program pelatihan merupakan upaya pengembangan sumber daya manusia. Untuk mengetahui efektivitas dan tingkat ketercapaian dari pelatihan maka dilakukan sebuah langkah yaitu evaluasi. Evaluasi dilakukan bukan hanya ada akhir pelatihan saja karena evaluasi merupakan mata rantai dari system pelatihan dimana dilakukan sebelum pelatihan, pada saat pelatihan dan setelah pelatihan.

Proses evaluasi pada tahap awal yaitu sebelum pelatihan dinamakan dengan need assessment atau mencari tahu keterampilan, dan kebutuhan dari para peserta pendidikan dan latihan serta pengembangan sumber daya manusia. Evaluasi ditahapmenengah pada saat dilakukan pelatihan dinamakan monitoring yang bertujuan untuk mencari informasi apakah program pelatihan yang telah disusun berjalan sesuai dengan rencan aau tidak. Dan evaluasi setelah pelatihan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat perubahan kinerja dari karyawan atau anggota organisasi selah mengikuti pelatihan.

Evaluasi menjadi sngat penting untuk dipelajari karena evalusi akan mengukur tingkat ketercapaian dari program pelatihan yang dilakukan sehingga akan memberikan feed back untuk kelangsungan program pelatihan selanjutnya. Peserta merupakan objek dari pelatihan dan akan merasakan hasil dari pelatihan sehinga evaluasi peserta menjadi sangat menentukan keberlangsungan pelatihan selajutnya. Selain peserta yang menjadi ujung tombak keberhasilan atau ketercapaian program pelatihan adalah instruktur yang memberikan materi pelatihan.

Konsep Pelatihan

A. Pengertian

Sikula dalam Sumantri (2000:2) mengartikan pelatihan sebagai: “proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir. Para peserta pelatihan akan mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang sifatnya praktis untuk tujuan tertentu”.  Menurut Good, 1973 pelatihan adalah suatu proses membantu orang lain dalam memperoleh skill dan pengetahuan (M. Saleh Marzuki, 1992 : 5). Sedangkan Michael J. Jucius dalam Moekijat (1990 : 2) menjelaskan istilah latihan untuk menunjukkan setiap proses untuk mengembangkan bakat, keterampilan dan kemampuan pegawai guna menyelesaikan pekerjaan-­pekerjaan tertentu.

Definisi pelatihan menurut Center for Development Management and Productivity adalah belajar untuk mengubah tingkah laku orang dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Pelatihan pada dasarnya adalah suatu proses memberikan bantuan bagi para karyawan atau pekerja untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangan dalam melaksanakan pekerjaan mereka.

Hadari Nawawi (1997) menyatakan bahwa pelatihan pada dasarnya adalah proses memberikan bantuan bagi para pekerja untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangannya dalam melaksanakan pekerjaan. Fokus kegiatannya adalah untuk meningkatkan kemampuan kerja dalam memenuhi kebutuhan tuntutan cara bekerja yang paling efektif pada masa sekarang. Ernesto A. Franco (1991) mengemukakan pelatihan adalah suatu tindakan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seseorang pegawai yang melaksanakan pekerjaan tertentu. Dalam PP RI nomor 71 tahun 1991 pasal 1 disebutkan:

“Latihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan produktivitas, disiplin, sikap kerja dan etos kerja pada tingkat keterampilan tertentu berdasarkan persyaratan jabatan tertentu yang pelaksanaannya lebih mengutamakan praktek dari pada teori”.

Veithzal Rivai (2004:226) menegaskan bahwa “pelatihan adalah proses sistematis mengubah tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan membantu pegawai untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil melaksanakan pekerjaan”.

B. Tujuan Pelatihan

Tujuan pelatihan tidak hanya untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap saja, akan tetapi juga untuk mengembangkan bakat seseorang, sehingga dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Moekijat (1990 : 2) menjelaskan tujuan umum pelatihan sebagai berikut :

  1. untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif;
  2. untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional;
  3. untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dengan teman-teman pegawai dan dengan manajemen (pimpinan).

Tujuan pelatihan menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1995 : 223) adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap karyawan serta meningkatkan kualitas dan produktivitas organisasi secara keseluruhan, dengan kata lain tujuan pelatihan adalah meningkatkan kinerja dan pada gilirannya akan meningkatkan daya saing.

C. Manfaat Pelatihan

Manfaat pelatihan beberapa ahli mengemukakan pendapatnya Robinson dalam M. Saleh Marzuki (1992 : 28) mengemukakan manfaat pelatihan sebagai berikut :

  1. Pelatihan sebagai alat untuk memperbaiki penampilan/kemampuan individu atau kelompok dengan harapan memperbaiki performance organisasi;
  2. Keterampilan tertentu diajarkan agar karyawan dapat melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan standar yang diinginkan;
  3. Pelatihan juga dapat memperbaiki sikap-sikap terhadap pekerjaan, terhadap pimpinan atau karyawan;
  4. Memperbaiki standar keselamatan.

Pelatihan menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana juga memberikan manfaat dalam  mengurangi kesalahan produksi; meningkatkan produktivitas; meningkatkan kualitas; meningkatkan fleksibilitas karyawan; respon yang lebih balk terhadap perubahan; meningkatkan komunikasi; kerjasama tim yang lebih baik, dan hubungan karyawan yang lebih harmonis (1998 : 215).

Konsep Evaluasi

A. Pengertian

Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation; dalam bahasa Arab; al-taqdir; dalam bahasa Indonesia berarti; penilaian. Akar katanya adalah value; dalam bahasa Arab; al-qimah; dalam bahasa Indonesia berarti; nilai.

Dalam Wikipedia Evaluasi (bahasa Inggris:Evaluation) adalah proses penilaian. Dalam perusahaan, evaluasi dapat diartikan sebagai proses pengukuran akan efektifitas strategi yang digunakan dalam upaya mencapai tujuan perusahaan. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut akan digunakan sebagai analisis situasi program berikutnya.

Secara garis besar, proses evaluasi terbagi menjadi di awal (pretest) dan diakhir (posttest). Pretest merupakan sebuah evaluasi yang diadakan untuk menguji konsep dan eksekusi yang direncanakan. Sedangkan, posttest merupakan evaluasi yang diadakan untuk melihat tercapainya tujuan dan dijadikan sebagai masukan untuk analisis situasi berikutnya.

Evaluasi dapat dilakukan di dalam atau diluar ruangan. Evaluasi yang diadakan di dalam ruangan pada umumnya menggunakan metode penelitian laboratorium dan sampel akan dijadikan sebagai kelompok percobaan. Kelemahannya, realisme dari metode ini kurang dapat diterapkan. Sementara, evaluasi yang diadakan di luar ruangan akan menggunakan metode penelitian lapangan dimana kelompok percobaan tetap dibiarkan menikmati kebebasan dari lingkungan sekitar. Realisme dari metode ini lebih dapat diterapkan dalam kehidupansehari-hari.

Untuk mencapai evaluasi tersebut dengan baik, diperlukan sejumlah tahapan yang harus dilalui yakni menentukan permasalahan secara jelas, mengembangkan pendekatan permasalahan, memformulasikan desain penelitian, melakukan penelitian lapangan untuk mengumpulkan data, menganalisis data yang diperoleh, dan kemampuan menyampaikan hasil penelitian.

B. Tujuan Evaluasi

Menurut Suharsimi Arikunto (2004 : 13) ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan kepada program secara keseluruhan sedangkan tujuan khusus lebih difokuskan pada masing-masing komponen. Implementasi program harus senantiasa di evaluasi untuk melihat sejauh mana program tersebut telah berhasil mencapai maksud pelaksanaan program yang telah ditetapkan sebelumnya. Tanpa adanya evaluasi, program-program yang berjalan tidak akan dapat dilihat efektifitasnya.

Dengan demikian, kebijakan-kebijakan baru sehubungan dengan program itu tidak akan didukung oleh data. Karenanya, evaluasi program bertujuan untuk menyediakan data dan informasi serta rekomendasi bagi pengambil kebijakan (decision maker) untuk memutuskan apakah akan melanjutkan, memperbaiki atau menghentikan sebuah program.

Ditinjau dari bentuk-bentuk evaluasi, maka evaluasi bertujuan untuk, evaluasi formatif untuk bertujuan untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan, sedang evaluasi sumatif bertujuan untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi dan lanjutan. Menurut Stufflebeam yang membagi evaluasi kepada proactive evaluation, yakni melayani pemegang keputusan, sedangkan retroactive evaluation bertujuan untuk keperluan pertanggungjawaban.

Jadi, evaluasi hendaknya bertujuan dalam membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu program, perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan dari stakeholders.

Salah satu tujuan evaluasi (Sujono, 2007 : 25) adalah;

  1. Untuk memperoleh dasar bagi pertimbangan akhir suatu periode kerja, apa yang telah dicapai, apa yang belum dicapai, dan apa yang perlu mendapat perhatian khusus.
  2. Untuk menjamin cara kerja yang efektif dan efisien yang membawa organisasi pada penggunaan sumber daya yang dimiliki secara efesien dan ekonomis.
  3. Untuk memperoleh fakta tentang kesulitan, hambatan, penyimpangan dilihat dari aspek-aspek tertentu.

C. Fungsi Evaluasi

Adapun fungsi evaluasi program Menurut scriven (1967:225) adalah sebagai berikut:

  1. Fungsi Formatif yaitu evaluasi dipakai untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan (program, orang, produk, dsb).
  2. Fungsi sumatif yaitu evaluasi dipakai untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan. Jadi evaluasi hendaknya membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu program, perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan dari mereka yang terlibat.
  3. Fungsi diagnostik yaitu untuk mendiagnostik sebuah program

Stuffebeam menyatakan ada dua fungsi evaluasi program, yaitu:

  1. Proactive Evaluation yaitu evaluasi program yang dilakukan untuk melayani pemegang keputusan
  2. Retroactive Evaluation yaitu evaluasi program yang dilakukan untuk keperluan pertanggung jawaban.

Konsep Evaluasi Program Pelatihan

Ada  banyak  model  evaluasi  yang  dikembangkan  oleh  para  ahli  yang  dapat dipakai dalam mengevaluasi  program pelatihan. Kirkpatrick, salah  seorang ahli evaluasi program training dalam bidang pengembangan SDM selain menawarkan model evaluasi yang diberi  nama Kirkpatrick’s  training  evaluation model juga menunjuk  model-model lain  yang  dapat  dijadikan  sebagai  pilihan  dalam mengadakan  evaluasi  terhadap  sebuah program training. Model-model yang ditunjuk tersebut di antaranya adalah :

  • Five Level ROI Model (Jack PhillPS’)
  • CIPP Model (Daniel Stufflebeam’s)
  • Responsive Evaluation Model (Robert Stake’s)
  • Congruence-Contingency Model (Robert Stake’s)
  • Five Levels of Evaluation (Kaufman’s)
  • CIRO (Context, Input, R eaction, Outcome)
  • PERT (Program Evaluation and Review Technique)
  • Goal-Free Evaluation Approach (Michael Scriven’s)
  • Discrepancy Model (Provus’s)

Dari  berbagai  model  tersebut  di  atas  dalam  tulisan  ini  hanya  akan  diuraikan secara singkat beberapa model. Model yang diungkapkan Djuju Sudjana (2006: 225), yaitu:

A. Evaluasi model CIPP

Konsep  evaluasi  model  CIPP  ( Context,  Input,  Prosess  and  Product) pertama  kali  ditawarkan  oleh  Stufflebeam  pada  tahun  1965  sebagai  hasil  usahanya mengevaluasi ESEA  (the  Elementary  and  Secondary  Education  Act).  Konsep tersebut  ditawarkan  oleh  Stufflebeam  dengan  pandangan  bahwa    tujuan  penting evaluasi adalah  bukan membuktikan tetapi untuk memperbaiki.

The  CIPP  approach is based  on  the  view  that  the  most  important  purpose  of  evaluation  is  not  to  prove but  to  improve (Mad aus,  Scriven,  Stufflebeam,  1993:  118).  Evaluasi  model  CIPP dapat  diterapkan  dalam  berbagai  bidang,  seperti  pendidikan,  manajemen, perusahaan  sebagainya  serta  dalam  berbagai  jenjang  baik  itu  proyek,  program maupun  institusi.  Dalam  bidang  pendidikan  Stufflebeam  menggolongkan  sistem pendidikan  atas  4  dimensi,  yaitu context,  input,  process  dan  product, sehingga model  evaluasi  yang  ditawarkan  diberi  nama  CIPP  model  yang  merupakan singkatan  ke  empat  dimensi  tersebut.  Nana  Sudjana  &  Ibrahim  (2004:  246) menterjemahkan masing-masing dimensi tersebut dengan makna sebagai berikut:

  1. Context : situasi  atau  latar  belakang  yang  mempengaruhi  jenis-jenis  tujuan dan  strategi  pendidikan  yang  akan  dikembangkan  dalam  sistem yang  bersangkutan,  seperti  misalnya  masalah  pendidikan  yang dirasakan, keadaan ekonomi negara, pandangan hidup masyarakat .
  2. Input: sarana/modal/bahan  dan  rencana  strategi  yang  ditetapkan  untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
  3. Process:  pelaksanaan strategi dan penggunaan sarana/modal/ bahan di dalam kegiatan nyata di lapangan.
  4. Product : hasil  yan g  dicapai  baik  selama  maupun  pada  akhir  pengembangan sistem pendidikan  yang bersangkutan.

B. Evaluasi model Brinkerhoff

Setiap desain evaluasi pada umumnya terdiri dari elemen-elemen yang sama, ada  banyak  cara  untuk  menggabungkan  elemen  tersebut,  masing-masing  ahli evaluasi atau evaluator  mempunyai  konsep yang  berbeda dalam  hal ini. Brinkerhoff &  CS (1993:111) mengemukakan  tiga  golongan  evaluasi  yang  disusun  berdasarkan penggabungan  elemen-elemen  yang  sama,  seperti  evaluator -evaluator  yang  lain, namun dalam komposisi dan versi mereka sendiri sebagai berikut :

1. Fixed vs Emergent Evaluation Design

Desain  evaluasi  yang  tetap  (fixed)  ditentukan  dan  direncanakan  secara sistematik sebelum  implementasi dikerjakan. Desain dikembangkan  berdasarkan tujuan  program disertai  seperangkat  pertanyaan  yang  akan  dijawab  dengan informasi  yang  akan diperoleh  dari  sumber-sumber  tertentu.  Rencana  analisis dibuat  sebelumnya  dimana sipemakai  akan  menerima  informasi  seperti  yang telah  ditentukan  dalam  tujuan. Walaupun  desain fixed ini  lebih  terstuktur daripada desain emergent, desain fixed juga dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang  mungkin  berubah.  Kebanyakan  evaluasi  formal  yang dibuat  secara individu dibuat berdasarkan desain fixed,  karena  tujuan  program  telah ditentukan  dengan  jelas  sebelumnya, dibiayai  dan  melalui  usulan  atau  proposal evaluasi. (Brinkerhoff &  CS, 1993:111)

2. Formative vs Sumative Evaluation

Evaluasi  formatif  digunakan  untuk  memperoleh  informasi  yang  dapat membantu memperbaiki  program.  Evaluasi  formatif  dilaksanakan  pada  saat implementasi  program sedang  berjalan.  Fokus evaluasi berkisar pada kebutuhan yang dirumuskan oleh karyawan atau orang-orang program.  Evaluator  sering merupakan  bagian  dari  pada  program  dan kerjasama  dengan  orang-orang program.  Strategi  pengumpulan  informasi  mungkin  juga dipakai  tetapi penekanan  pada  usaha  memberikan  informasi  yang  berguna  secepatnya bagi perbaikan program. Evaluasi  sumatif  dilaksanakan  untuk  menilai  manfaat  suatu program sehingga  dari  hasil  evaluasi  akan  dapat  ditentukan  suatu  program  tertentu  akan diteruskan  atau  dihentikan.

Pada evaluasi sumatif difokuskan pada variable-variabel yang dianggap penting bagi sponsor program maupun pihak pembuat keputusan. Evaluator luar atau tim reviu sering dipakai karena evaluator internal dapat mempunyai kepentingan yang berbeda. Waktu  pelaksanaan evaluasi sumatif terletak pada akhir implementasi program.  Strategi pengumpulan informasi akan memaksimalkan validitas eksternal  dan internal  yang mungkin dikumpulkan dalam waktu yang cukup lama. (Nana  Sudjana  &  Ibrahim, 2004:  246)

3. Experimental and Quasi experimental Design vs Naural/Unotrusive

Beberapa  evaluasi  memakai  metodologi  penelitian  klasik.  Dalam  hal seperti  ini  subyek penelitian  diacak,  perlakuan  diberikan  dan  pengukuran dampak  dilakukan.  Tujuan dari penelitian  untuk menilai  manfaat suatu  program yang  dicobakan.  Apabila  siswa  atau program  dipilih  secara  acak,  maka generalisasi  dibuat  pada  populasi  yang  agak  lebih luas.  Dalam  beberapa  hal intervensi  tidak  mungkin  dilakukan  atau  tidak  dikehendaki. Apabila  proses sudah  diperbaiki,  evaluator  harus  melihat  dokumen-dokumen,  seperti mempelajari  nilai  tes  atau  menganalisis  penelitian  yang  dilakukan  dan sebagainya. strategi  pengumpulan  data  terutama  menggunakan  instrument formal  seperti  tes,   suvey, kuesioner  serta  memakai  metode  penelitian  yang terstandar. (Nana  Sudjana  &  Ibrahim, 2004:  246)

C. Evaluasi model Kirkpatrick

Menurut  Kirkpatrick  (Djuju Sudjana 2006:246) evaluasi  terh adap  efektivitas  program  training mencakup empat level evaluasi, yaitu: level 1 – Reaction, level 2 – Learning, level 3– Behavior,  level 4 – Result

1. Evaluating Reaction

Mengevaluasi  terhadap  reaksi  peserta  training  berarti  mengukur kepuasan  peserta (customer  satisfaction).    Program  training  dianggap  efektif apabila  proses  training  dirasa menyenangkan  dan memuaskan  bagi  peserta training sehingga mereka  tertarik  termotivasi untuk  belajar  dan berlatih. Dengan kata  lain peserta training akan termotivasi apabila  proses training berjalan secara memuaskan bagi peserta yang pada akhirnya akan memunculkan reaksi  dari peserta  yang  menyenangkan.  Sebaliknya  apabila  peserta  tidak  merasa  puas terhadap  proses  training  yang  diikutin ya  maka  mereka  tidak  akan termotivasi untuk  mengikuti  training  lebih  lanjut.  Dengan  demikian  dapat  dimaknai  bahwa keberhasilan  proses  kegiatan  training  tidak  terlepas  dari  minat,  perhatian  dan motivasi peserta  training  dalam  mengikuti  jalannya  kegiatan  training.  Orang akan  belajar  lebih  baik  manakala  mereka  memberi  reaksi  positif  terhadap lingkungan belajar. (Djuju Sudjana 2006:247)

Kepuasan peserta training dapat dikaji dari beberapa aspek,  yaitu materi yang  diberikan, fasilitas  yang  tersedia, strategi  penyampaian materi yang digunakan  oleh  instruktur, media  pembelajaran  yang  tersedia,  jadwal  kegiatan sampai menu dan penyajian konsumsi yang disediakan. (Djuju Sudjana 2006:248)

2. Evaluating Learning

Menurut Kirkpatrick  (1988:  20) learning can be  defined as  the  extend to which  participans change  attitudes,  improving  knowledge,  and/or increase  skill as  a result  of  attending  the program. Ada tiga hal yang dapat instruktur ajarkan dalam program training, yaitu pengetahuan,  sikap  maupun  ketrampilan.  Peserta training  dikatakan  telah  belajar  apabila pada dirinya telah mengalamai perubahan sikap, perbaikan pengetahuan maupun peningkatan ketrampilan. Oleh karena  itu  untuk  mengukur  efektivitas  program  training maka  ketiga  aspek tersebut  perlu  untuk  diukur.

Tanpa adanya  perubahan sikap, peningkatan pengetahuan maupun  perbaikan  ketrampilan pada  peserta  training  maka program  dapat  dikatakan  gagal.  Penilaian evaluating  learning ini  ada  yang menyebut  dengan  penilaian  hasil  (output)  belajar.  Oleh  karena  itu  dalam pengukuran  hasil  belajar  (learning   measurement)  berarti  penentuan  satu  atau lebih  hal berikut: a).  Pengetahuan apa yang telah dipelajari ?, b). Sikap  apa  yang telah berubah ?, c). Ketrampilan apa yang telah dikembangkan atau diperbaiki ?. (Djuju Sudjana 2006:249)

3.  Evaluating Behavior

Evaluasi  pada  level  ke  3  (evaluasi  tingkah  laku)  ini  berbeda  dengan evaluasi  terhadap sikap  pada  level  ke  2.  Penilaian  sikap  pada  evaluasi  level  2 difokuskan  pada perubahan sikap  yang  terjadi  pada  saat  kegiatan  training dilakukan  sehingga  lebih  bersifat  internal, sedangkan  penilaian  tingkah  laku difokuskan  pada  perubahan  tingkah  laku  setelah peserta  kembali  ke  tempat kerja. Apakah perubahan sikap yang telah terjadi setelah mengikuti  training juga akan  diimplementasikan  setelah  peserta  kembali  ke  tempat  kerja, sehingga penilaian  tingkah  laku  ini  lebih  bersifat  eksternal.

Perubahan  perilaku  apa  yang terjadi  di  tempat kerja  setelah  peserta  mengikuti  program training.  Dengan  kata lain  yang  perlu  dinilai  adalah  apak ah  peserta  merasa  senang setelah  mengikuti training  dan  kembali  ke  tempat  kerja?.  Bagaimana  peserta  dapat mentrasfer pengetahuan,  sikap  dan  ketrampilan  yang  diperoleh  selama  training  untuk diimplementasikan  di  tempat  kerjanya.  Karena  yang  dinilai  adalah  perubahan perilaku setelah  kembali ke  tempat  kerja maka  evaluasi level 3  ini  dapat disebut sebagai evaluasi terhadap outcomes dari kegiatan training. (Djuju Sudjana 2006:249)

4. Evaluating Result

Evaluasi  hasil  dalam  level  ke  4  ini  difokuskan  pada  hasil  akhir  (final result)  yang  terjadi karena  peserta  telah  mengikuti  suatu  program.  Termasuk dalam  kategori  hasil  akhir  dari suatu  program  training  di  antaranya  adalah kenaikan  produksi,  peningkatan  kualitas, penurunan  biaya,  penurunan  kuantitas terjadinya  kecelakaan  kerja,  penurunan turnover dan  kenaikan  keuntungan. Beberapa  program  mempunyai  tujuan  meningkatkan moral  kerja  maupun membangun  teamwork  yang  lebih  baik.  Dengan  kata  lain  adalah evaluasi terhadap impact program. (Djuju Sudjana 2006:250)

D. Evaluasi model Stake (Model Countenance)

Stake menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam evaluasi, yaitu description dan judgement dan membedakan  adanya  tiga  tahap dalam program pelatihan,  yaitu antecedent  (context), transaction  (process)  dan outcomes.  Stake mengatakan  bahwa  apabila  kita  menilai  suatu   progr am  pelatihan,  kita  melakukan perbandingan  yang  relatif  antara  program  dengan  program  yang  lain,  atau perbandingan  yan g  absolut  yaitu  membandingkan  suatu  program  dengan  standar tertentu.  Penekan an  yang  umum  atau  hal  yang  penting  dalam  model  ini  adalah bahwa  evaluator  yang  membuat  penilaian  tentang  program  yang  dievaluasi.  Stake mengatakan  bahwa description di  satu  pihak  berbeda  dengan judgement di  lain fihak.  Dalam  model  ini antecendent (masukan) transaction (proses)  dan outcomes (hasil)  data  di  bandingk an  tidak  han ya  untuk  menentukan  apakah  ada  perbedaan antara  tujuan  dengan  k eadaan  yang  sebenarnya,  tetapi  juga  dibandingkan  dengan standar  yang  absolut  untuk  menilai  manfaat  program  (Farida  Yusuf  Tayibnapis, 2000: 22).

Evaluasi Peserta Pelatihan

Evaluasi peserta pelatihan adalah evaluasi yang bertjuan untuk mengetahui dan mencari informasi mengenai ketercapaian program pelatihan dilihat dari peningkatan kemampan atau kopetensi peserta. (Moekijat, 1990:9).

Evaluasi Kemajuan Peserta merupakan evaluasi yang dilaksanakan untuk mengetahui peningkatan peningkatan pengetahuan dan keterampilan melalui Pretest dan Post Test. (Moekijat, 1990:8).

Dari hasil Pretest dan Post Test diketahui bahwa pengetahuan yang mereka miliki dapat lebih dikembangkan dan ditingkatkan melalui keterlibatan mereka dalam mengikuti pelatihan. Terdapat tiga langkah evaluasi pelatihan dengan menggunakan instrumenn evaluasi dan rancangannya tergantung dari langkah evaluasi apa yang akan dilakukan. Langkah langkah tersebut antara lain:

  1. Evaluasi awal pelatihan; disediakan sebelum pelatihan dimulai dengan tujuan untuk  (1).Mengetahui reaksi peserta terhadap materi yang diberikan;  (2). Mengetahui tingkat pengetahuan atau tingkat kompetensi teknis peserta; (3). Sebagai informasi bagi pelatih.
  2. Evaluasi proses pelatihan. Tujuannya adalah (1). Mengetahui reaksi peserta terhadap sebagian atau keseluruhan program pelatihan; (2). Mengetahui hasil pembelajaran peserta; (3). Mengantisipasi tindakan tertentu ketika diperlukan untuk mengambil langkah-langkah perbaikan.

Evaluasi program pelatihan. Tujuannya adalah (1). Mengetahui hasil pelaksanaan pelatihan dan pengaruhnya terhadap kinerja serta masalah-masalahnya; (2) Mengetahui opini pemimpin dan bawahan peserta mengenai hasil pelatihan; (3). Mengetahui hubungan hasil pelatihan serta dampaknya bagi organisasi di tempat peserta bekerja. (Moekijat, 1990:20).

Evaluasi setelah pelatihan pada tingkat perilaku dalam pekerjaan sangat penting, karena belum  tentu pengetahuan dan pengalaman pembelajaran yang diperoleh dapat diterapkan dalam pekerjaan, tetapi perilaku yang baik dalam pekerjaan merupakan gabungan dari pengetahuan, keterampilan dan sikap. Untuk mengetahui seberapa jauh peserta mengadakan perubahan perilaku dalam pekerjaan setelah mengikuti pelatihan, evaluasi hendaknya dilaksanakan oleh beberapa pihak, antara lain: peserta sendiri, atasan peserta, bawahan peserta, teman sekerja dan pasen serta masyarakat. (Moekijat, 1990:25).

Salah satu tehnik evaluasi setelah pelatihan yang berhubungan dengan perilaku adalah pendekatan terhadap evaluasi, (Moekijat, 1990:27) dengan 3 langkah evaluasi:

  1. Evaluasi oleh peserta segera setelah pelatihan dengan menggunakan daftar isian.
  2. Evaluasi oleh peserta 4 bulan setelah pelatihan dengan menggunakan daftar isian
  3. Evaluasi peserta dengan supervisornya 6 bulan setelah pelatihan dengan tehnik wawancara terpola dan pertanyaannya meliputi: tujuan pelatihan, metoda,isi dan pendapat mengenai penerapannya.

Bagi peserta training, evaluasi training dapat memberikan feedback berupa seberapa signifikannya training tersebut mempunyai impact bagi pekerjaannya, perubahan bagi dirinya, kecocokan program dan manfaat-manfaat lainnya.

Ini adalah daftar berbagai aspek pelatihan yang dimasukkan ke dalam evaluasi peserta (Moekijat, 1990:30), yaitu:

  • Apakah tujuan pelatihan, sasaran pembelajaran, dsb, sudah terpenuhi
  • Pertanyaan khusus tentang kaitan dari masing-masing sesi; apakah informasi yang disampaikan sudah sesuai dan memadai; apakah penyampaiannya diberikan dengan cara yang menarik
  • Bagaimana para peserta menerima dan mengambil manfaat dari setiap tugas pelatihan yang diberikan
  • Apakah ada yang hilang dari pelatihan tersebut
  • Kualitas dan hubungan dari handout
  • Kenyamanan tempat pelatihan
  • Ruang yang diberikan dari tempat pelatihan
  • Suhu dan sirkulasi udara dalam tempat pelatihan
  • Saran-saran umum tentang tempat pelatihan (kondusif untuk pelatihan, suasana yang tenang, dsb)
  • Kualitas konsumsi: tepat waktu, memadai, sesuai dengan harganya
  • Apabila para peserta memiliki ketentuan-ketentuan pelatihan lanjutan

Evaluasi Instruktur Pelatihan

Bagi sang trainer, evaluasi tidak kalah pentingnya, yaitu dapat memberikan feedback tentang apakah peserta puas dengan isi program training, kedalaman meteri training, caranya mengajar, caranya mendelivery ilmunya dan sebagainya. Bukan hal yang mudah bagi seorang trainer untuk dapat memuaskan seluruh pesertanya, bisa dibayangkan, jika dalam sebuah kelas pelatihan, jumlah peserta 10, 20, 30 bahkan mungin 500 peserta, sang trainer dituntut untuk dapat bertindak secara efektif dan efisien agar seluruh materi dapat terserap dan seluruh peserta puas dengan caranya mentransfer seluruh isi materi. Seorang trainer dituntut mampu memainkan peran sebagai seorang trainer, coach, guru, fasilitator, entertainer, pendongeng atau bahkan mungkin sebagai pelawak. (Moekijat, 1990:35).

Jadi, aspek yang dinilai untuk instruktur atau fasilitator meliputi: Penguasaan atas materi yang diajarkan dan Kemampuan dalam menyajikan materi.

Contoh Instrument Evaluasi Peserta Dan Instruktur Pelatihan

Untitled1 Sumber : http://www.hrd-forum.com/HRDIndonesia/Article/evaluasi-training

Kesimpulan

Pelatihan merupakan salah satu kunci untuk membawa seseorang atau suatu organisasi menjadi lebih baik dan efektif dalam mencapai tujuannya. Evaluasi yang dilakukan pada setiap program adalah evaluasi terhadap aspek-aspek yang menunjukkan respon selama pelatihan berlangsung.

Evaluasi peserta merupakan suatucara untuk mengetahui peningkatan pengetahuan dan keterampilan melalui Pretest dan Post Test. Bagi peserta training, evaluasi training dapat memberikan feedback berupa seberapa signifikannya training tersebut mempunyai impact bagi pekerjaannya, perubahan bagi dirinya, kecocokan program dan manfaat-manfaat lainnya.

Evaluasi istruktur pelatihan adalah untuk memberikan feedback tentang apakah peserta puas dengan isi program training, kedalaman meteri training, caranya mengajar, caranya mendelivery ilmunya dan sebagainya.

Referensi:

Moekijat. (1990). Evaluasi Pelatihan Dalam Rangka Meningkatkan Produktivitas Perusahaan.Bandung: Penerbit Mandar Maju.

Marzuki, M.S. (1992). Strategi dan Model Pelatihan. Malang : IKIP Malang.

Franco, EA. (1991). Training. Quizon City: kalayan Press Mktg Ent Inc.

Nawawi, H, (1997). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press.

Arikunto, Suharsini dan Safruddin, Cepi. (2004). Evaluasi Program Pendidikan Pedoman Teoritis Praktis Bagi Praktisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Wikipedia. Evaluasi. [Online]. Tersedia di : http://id.wikipedia.org/wiki/Evaluasi  (13 April 2012)

Sudijono, A. (2007). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sudjana. (2004). Manajemen Program Pendidikan, untuk pendidikan Non Formal dan Pengembangan Sumber daya Manusia. Bandung: Falah Production

Nana Sudjan a & Ibrahim. (2004).Penelitian dan  penilaian  pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Kirkpatrick, D.L.(2005).Kirkpatrick’s training evaluation model. Diambil pada tanggal 23 Sepember 2005, dari http://www.businessballs. com/ Kirkpatrick learningevaluationmodel.htm

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 23 Desember 2013 inci Education

 

Tag: , , , , , , ,