RSS

Arsip Tag: persepsi

BUDAYA ORGANISASI

I. Konsep Budaya Organisasi

Pada hakikatnya, budaya organisasi memiliki nilai yang baik bagi kemajuan suatu organisasi. Budaya organisasi merupakan salah satu perangkat manajemen untuk mencapai tujuan organisasi. Budaya organisasi bukan merupakan cara yang mudah untuk memperoleh keberhasilan, dibutuhkan strategi yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu andalan daya saing organisasi. Budaya organisasi merupakan sebuah konsep sebagai salah satu kunci keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya.

Secara etimologis (asal usul kata), budaya organisasi terdiri dari dua kata : budaya & organisasi. Organisasi merupakan suatu sistem yang mapan dari sekumpulan orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui suatu jenjang kepangkatan & pembagian. Pengertian budaya adalah suatu set nilai, penuntun kepercayaan akan suatu hal, pengertian & cara berpikir yang dipertemukan oleh para anggota organisasi & diterima oleh anggota baru.

Menurut Robbin (1991:572), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu; suatu sistem dari makna bersama. Budaya organisasi memiliki kepribadian yang menunjukkan ciri suasana psikologis organisasi, yang memiliki arti penting bagi kehidupan organisasi, kenyamanan, kelancaran, dan keefektifan organisasi.Suasana psikologis terbangun pola-pola kepercayaan, ritual, mitos, serta praktek-praktek yang telah berkembang sejak lama, yang pada gilirannya menciptakan pemahaman yang sama diantara para anggota organisasi mengenai bagaimana sebenarnya organisasi itu dan bagaimana para anggota harus berperilaku. Dalam hal ini sebagaimana yang dinyatakan Peterson (1994), bahwa budaya organisasi itu mencakup keyakinan, ideologi, bahasa, ritual, dan mitos dan pada akhirnya Creemers dan Reynold (1993) menyimpulkan bahwa budaya organisasi adalah keseluruhan norma, nilai, keyakinan, dan asumsi yang dimiliki oleh anggota di dalam organisasi.

II. Fungsi Budaya dalam Organisasi

Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :

  • Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
  • Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
  • Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
  • Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
  • Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.

III. Upaya untuk Meningkatkan Kualitas Budaya Organisasi

Dalam suatu organisasi sesungguhnya tidak ada budaya yang ‘baik’ atau ‘buruk’, yang ada hanyalah ‘cocok’ atau ‘tidak cocok’. Jika dalam suatu organisasi memiliki budaya yang cocok, maka manajemennya lebih berfokus pada upaya pemeliharaan nilai-nilai yang ada dan perubahan tidak perlu dilakukan. Namun jika terjadi kesalahan dalam memberikan asumsi dasar yang berdampak terhadap rendahnya kualitas kinerja, maka perubahan budaya mungkin diperlukan. Karena budaya ini telah berevolusi selama bertahun-tahun melalui sejumlah proses belajar yang telah berakar, maka mungkin saja sulit untuk diubah. Kebiasaan lama akan sulit dihilangkan. Walaupun demikian, Howard Schwartz dan Stanley Davis dalam bukunya Matching Corporate Culture and Business Strategy yang dikutip oleh Bambang Tri Cahyono mengemukakan empat upaya terhadap manajemen budaya organisasi, yaitu:

  1. lupakan kultur;
  2. kendalikan disekitarnya;
  3. upaya untuk mengubah unsur-unsur kultur agar cocok dengan strategi; dan
  4. ubah strategi.

Selanjutnya Bambang Tri Cahyono (1996) dengan mengutip pemikiran Alan Kennedy dalam bukunya Corporate Culture mengemukakan bahwa terdapat lima alasan untuk membenarkan perubahan secara besar-besaran, yaitu:

  1. Jika organisasi memiliki nilai-nilai yang kuat namun tidak cocok dengan lingkungan yang berubah;
  2. Jika organisasi sangat bersaing dan bergerak dengan kecepatan kilat;
  3. Jika organisasi berukuran sedang-sedang saja atau lebih buruk lagi;
  4. Jika organisasi mulai memasuki peringkat yang sangat besar; dan
  5. Jika organisasi kecil tetapi berkembang pesat.

IV. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Budaya Organisasi

Ada enam faktor penting yang mempengaruhi budaya organisasi, yaitu:

  • Observed behavioral regularities

yakni keberaturan cara bertindak dari para anggota yang tampak teramati. Ketika anggota organisasi berinteraksi dengan anggota lainnya, mereka munkin menggunakan bahasa umum, istilah, atau ritual  tertentu.

  • Norms

yakni berbagai standar perilaku yang ada, termasuk di dalamnya tentang pedoman sejauh mana suatu pekerjaan harus dilakukan.

  • Dominant values

yakni adanya nilai-nilai inti yang dianut bersama oleh seluruh anggota organisasi, misalnya tentang kualitas produk yang tinggi, absensi yang rendah atau efisiensi yang tinggi.

  • philosophy

yakni adanya kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan keyakinan organisasi dalam memperlakukan pelanggan dan karyawan.

  • Rules

yaitu adanya pedoman yang kuat, dikaitkan dengan kemajuan organisasi.

  • Organization climate

merupakan perasaan keseluruhan (anoverall “feeling”) yang tergambarkan dan disampaikan melalui kondisi tata ruang, cara berinteraksi para anggota organisasi, dan cara anggota organisasi memperlakukan dirinya dan pelanggan atau orang lain.

VI. Budaya Organisasi dan Kinerja

Adanya keterkaitan hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja organisasi yang dapat dijelaskan dalam model diagnosis budaya organisasi bahwa semakin baik kualitas faktor-faktor yang terdapat dalam budaya organisasi makin baik kinerja organisasi tersebut (Moelyono Djokosantoso, 2003:42). Karyawan yang sudah memahami keseluruhan nilai-nilai organisasi akan menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai suatu kepribadian organisasi. Nilai dan keyakinan tersebut akan diwujudkan menjadi perilaku keseharian mereka dalam bekerja, sehingga akan menjadi kinerja individual. Didukung dengan sumber daya manusia yang ada, sistem dan teknologi, strategi perusahaan dan logistik, masing-masing kinerja individu yang baik akan menimbulkan kinerja organisasi yang baik pula.            Dampak budaya organisasi terhadap kinerja dapat dilihat pada beberapa contoh perusahaan yang memiliki kinerja yang tinggi, seperti Singapore Airlines yang menekankan pada perubahan-perubahan yang berkesinambungan, inovatif dan menjadi yang terbaik. Baxter International, salah satu perusahaan terbesar di dunia, memiliki budaya respect, responsiveness dan result, dan nilai -nilai yang tampak disini adalah bagaimana mereka berperilaku ke arah orang lain, kepada customer, pemegang saham, supplier dan masyarakat. Hasil penelitian Chatman dan Bersade (1997) dan Udan Bintoro (2002) menyatakan bahwa budaya organisasi yang kuat dapat meningkatkan kinerja organisasi.

VII. Kesimpulan

Budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu; suatu sistem dari makna bersama. Budaya organisasi memiliki kepribadian yang menunjukkan ciri suasana psikologis organisasi, yang memiliki arti penting bagi kehidupan organisasi, kenyamanan, kelancaran, dan keefektifan organisasi.Suasana psikologis terbangun pola-pola kepercayaan, ritual, mitos, serta praktek-praktek yang telah berkembang sejak lama, yang pada gilirannya menciptakan pemahaman yang sama diantara para anggota organisasi mengenai bagaimana sebenarnya organisasi itu dan bagaimana para anggota harus berperilaku. Budaya organisasi itu mencakup keyakinan, ideologi, bahasa, ritual, dan mitos dan pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah keseluruhan norma, nilai, keyakinan, dan asumsi yang dimiliki oleh anggota di dalam organisasi.

Berdasarkan paparan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap anggota organisasi merupakan bagian dari organisasi, yang secara psikologis dan emosional terhadap organisasinya akan menyatu dan melebur dengan komponen lainnya. Semakin kuat ikatan psikologis dan emosional antara anggota organisasi, maka semakin kuat komitmen, rasa identitas, memegang standar perilaku dan mantapnya stabilitas sistem sosial organisasi.

REFERENSI

Administrator.(2009).BUDAYA ORGANISASI [online].Tersedia: http://jurnal-sdm.blogspot.co m/2009/06/kajian-terhadap-konsep-budaya.html (di akses tanggal 18 Desember 2010)

Sudrajat, Akhmad.(2008).Budaya Organisasi di Sekolah [online].Tersedia: http://akhmadsu drajat.wordpress.com/2008/01/27/budaya-organisasi-di-sekolah/ (di akses tanggal 18 Desember 2010)

Prahatmaja, Nurmaya.(2006).Komunikasi Organisasional [online].Tersedia: http://www.slides hare.net/anggihafiz/budaya-organisasi (di akses tanggal 18 Desember 2010)

Khusnuridlo, Moh.(2010).Konsep Budaya Organisasi [online].Tersedia: http://www.khus nuridlo.com/2010/07/konsep-budaya-organisasi.html (di akses tanggal 18 Desember 2010)

Administrator.(2009).Teori Budaya Organisasi [online].Tersedia: http://jurnal-sdm.blogspot. com/2009/04/teori-budaya-organisasi.html (di akses tanggal 18 Desember 2010)

Rastodio.(2009).Budaya Organisasi [online].Tersedia: http://rastodio.com/manajemen/bu daya-organisasi.html (di akses tanggal 18 Desember 2010)

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 6 Januari 2012 inci Education

 

Tag: , , , , , ,

Konflik dalam Organisasi

I. Hakekat Konflik Organisasi

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Konflik dapat diartikan sebagai ketidak setujuan antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok-kelompok dalam organisasi yang timbul karena mereka harus menggunakan sumber daya yang langka secara bersama-sama atau menjalankan kegiatan bersama-sama dan atau karena mereka mempunyai status, tujuan, nilai-nilai dan persepsi yang berbeda. Anggota-anggota organisasi yang mengalami ketidaksepakatan tersebut biasanya mencoba menjelaskan duduk persoalannya dari pandangan mereka

Konflik menurut Robbins adalah suatu proses yang dimulai bila satu pihak merasakan  bahwa  pihak  lain  telah  memengaruhi  secara  negatif  atau  akan segera memengaruhi  secara  negatif  pihak  lain.  Sedangkan  Alabeness  dalam Nimran mengartikan  konflik  sebagai  kondisi  yang  dipersepsikan ada di antara pihak-pihak  atau  lebih merasakan  adanya  ketidaksesuaian  antara  tujuan  dan peluang  untuk mencampuri  usaha  pencapaian  tujuan  pihak  lain.  Dari  beberapa definisi ini dapat disimpulkan bahwa konflik itu adalah proses yang dinamis dan keberadaannya  lebih banyak menyangkut persepsi dari orang atau pihak yang mengalami  dan  merasakannya.  Jadi  jika  sesuatu  keadaan  tidak  dirasakan sebagai konflik maka pada dasarnya konflik itu tidak ada.

Pada  hakekatnya  konflik  merupakan  suatu  pertarungan  menang-kalah antar kelompok atau perorangan yang berbeda kepentingannya satu sama  lain dalam organisasi. Atau dengan kata lain, konflik adalah segala macam interaksi pertentangan  atau  antogonistik  antara  dua  atau  lebih  pihak.  Pertentangan kepentingan  ini  berbeda  dalam  intensitasnya  tergantung  pada  sarana  yang dipakai.  Masing-masing  ingin  membela  nilai-nilai  yang  telah  menganggap mereka benar, dan memaksa pihak lain untuk mengakui nilai-nilai tersebut baik secara halus maupun keras. Menurut Garreth  konflik  sangat  berguna  bagi  organisasi  karena  setelah terjadinya  konflik  organisasi  akan  dibawa  menuju  pada  pembelajaran  dan perubahan.

II. Bentuk-Bentuk Konflik Organisasi

Konflik yang terjadi dalam suatu organisasi dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk, yaitu :

1. Konflik dalam diri individu

Konflik ini merupakan konflik internal yang terjadi pada diri seseorang. (intrapersonal conflict). Konflik ini akan terjadi ketika individu harus memilih dua atau lebih tujuan yang saling bertentangan, dan bimbang mana yang harus dipilih untuk dilakukan. Handoko (1995:349) mengemukakan konflik dalam diri individu, terjadi bila seorang individu menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya, bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.

Menurut Winardi (2004:169), terdapat tiga tipe konflik pada tingkat individu, yaitu:

  • Konflik Mendekat-mendekat (Approach-approach Conflict)

Konflik demikian meliputi suatu situasi di mana seseorang harus memilih antara dua macam alternatif positif dan yang sama-sama memiliki daya tarik yang sama. Contoh: apabila individu  harus memilih antara tindakan menerima sebuah promosi yang sangat dihargai di dalam organisasi yang bersangkutan dan menerima pekerjaan baru yang menarik yang ditawarkan oleh perusahaan lain.

  • Konflik Menghindari-menghindari (Avoidance-avoidance Conflict)

Sebuah situasi yang mengharuskan seseorang memilih antara dua macam alternatif negatif yang sama tidak memiliki daya tarik sama sekali. Contoh: apabila kita menghadapi pilihan transfer pekerjaan ke kota lain yang berada pada lokasi yang tidak menyenangkan atau di PHK oleh organisasi di mana kita bekerja.

  • Konflik Pendekatan-menghindari (Approach-avoidance Conflict)

Konflik ini meliputi sebuah situasi di mana seseorang harus mengambil keputusan sehubungan dengan sebuah alternatif yang memiliki konsekuensi positif maupun negatif yang berkaitan dengannya. Contoh: apabila seseorang diberi tawaran promosi yang menjanjikan gaji lebih besar, tetapi yang juga sekaligus mengandung tanggung jawab yang makin meningkat dan yang tidak disukai.

2. Konflik antar individu

Konflik antar individu (interpersonal conflict) bersifat substantif, emosional atau kedua-duanya. Konflik ini terjadi ketika adanya perbedaan tentang isu tertentu, tindakan dan tujuan di mana hasil bersama sangat menentukan.

3. Konflik  antar anggota dalam satu kelompok

Setiap kelompok dapat mengalami konflik substantif atau efektif. Konflik subtantif terjadi karena adanya latar belakang keahlian yang berbeda, ketika anggota dari suatu komite menghasilkan kesimpulan yang berbeda atas data yang sama. Sedangkan konflik efektif  terjadi karena tanggapan emosional terhadap suatu situasi tertentu.

4. Konflik antar kelompok

Konflik intergroup terjadi karena adanya saling ketergantungan, perbedaan persepsi, perbedaan tujuan, dan meningkatnya tuntutan akan keahlian.

5. Konflik antar bagian dalam organisasi

Tentu saja yang mengalami konflik adalah orang, tetapi dalam hal ini orang tersebut “mewakili” unit kerja tertentu. Menurut Mulyasa (2004:244) konflik ini terdiri atas

  • Konflik vertikal. Terjadi antara pimpinan dengan bawahan yang tidak sependapat tentang cara terbaik untuk menyelesaikan sesuatu. Misalnya konflik antara kepala sekolah dengan guru.
  • Konflik horizontal. Terjadi antar pegawai atau departemen yang memiliki hierarki yang sama dalam organisasi. Misalnya konflik antar tenaga kependidikan.
  • Konflik lini-staf. Sering terjadi karena adanya perbedaan persepsi tentang keterlibatan staf dalam proses pengambilan keputusan oleh manajer lini. Misalnya konflik antara kepala sekolah dengan tenaga administrasi.
  • Konflik peran. Terjadi karena seseorang memiliki lebih dari satu peran. Misalnya kepala sekolah merangkap jabatan sebagai ketua dewan pendidikan.

6. Konflik antar organisasi

Konflik antar organisasi terjadi karena mereka memiliki saling ketergantungan pada tindakan suatu organisasi yang menyebabkan dampak negatif terhadap organisasi lain. Misalnya konflik yang terjadi antara sekolah dengan salah satu organisasi masyarakat.

III. Pendekatan-Pendekatan untuk Menangani Konflik Organisasi

1. Pendekatan Birokratis (Bureaucratic Approach)

Konflik muncul karena adanya hubungan birokratis yang terjadi secara vertikal dan untuk menghadapi konflik vertikal model ini, manajer cenderung menggunakan struktur hirarki (hierarchical structure) dalam hubungannya secara otokritas. Konflik terjadi karena pimpinan berupaya mengontrol segala aktivitas dan tindakan yang dilakukan oleh bawahannya. Strategi untuk pemecahan masalah konflik seperti ini biasanya dipergunakan sebagai pengganti dari peraturan-peraturan birokratis untuk mengontrol pribadi bawahannya. Pendekatan birokratis (Bureaucratic Approach) dalam organisasi bertujuan mengantisipasi konflik vertikal (hirarkie) didekati dengan cara menggunakan hirarki struktural (structural hierarchical).

2. Pendekatan Intervensi Otoritatif Dalam Konflik Lateral (Authoritative Intervention in Lateral Conflict)

Bila terjadi konflik lateral, biasanya akan diselesaikan sendiri oleh pihak-pihak yang terlibat konflik. Kemudian jika konflik tersebut ternyata tidak dapat diselesaikan secara konstruktif, biasanya manajer langsung melakukan intervensi secara otoratif kedua belah pihak.

3. Pendekatan Sistem (System Approach)

Model pendekatan perundingan menekankan pada masalah-masalah kompetisi dan model pendekatan birokrasi menekankan pada kesulitan-kesulitan dalam kontrol, maka pendekatan sistem (system Approach) adalah mengkoordinasikan masalah-masalah konflik yang muncul. Pendekatan ini menekankan pada hubungan lateral dan horizontal antara fungsi-fungsi pemasaran dengan produksi dalam suatu organisasi.

4. Reorganisasi Struktural (Structural Reorganization)

Cara pendekatan dapat melalui mengubah sistem untuk melihat kemungkinan terjadinya reorganisasi struktural guna meluruskan perbedaan kepentingan dan tujuan yang hendak dicapai kedua belah pihak, seperti membentuk wadah baru dalam organisasi non formal untuk mengatasi konflik yang berlarut-larut sebagai akibat adanya saling ketergantungan tugas (task interdependence) dalam mencapai kepentingan dan tujuan yang berbeda sehingga fungsi organisasi menjadi kabur.

IV. Konflik Organisasi dan Kinerja

Suatu konflik merupakan hal wajar dalam suatu organisasi. Tjutju Yuniarsih, dkk. (1998:115), mengemukakan bahwa konflik tidak dapat dihindari dalam organisasi, akan tetapi konflik antar kelompok sekaligus dapat menjadi kekuatan positif dan negatif, sehingga manajemen seyogyanya tidak perlu menghilangkan semua konflik, tetapi hanya pada konflik yang menimbulkan dampak gangguan atas usaha organisasi mencapai tujuan. Beberapa jenis atau tingkatan konflik mungkin terbukti bermanfaat jika digunakan sebagai sarana untuk perubahan atau inovasi.

Dengan demikian konflik bukanlah sesuatu yang harus ditakutkan, tetapi merupakan sesuatu hal yang perlu untuk dikelola agar dapat memberikan kontribusinya bagi pencapaian tujuan organisasi. Phillip L. Hunsaker (2001:481) mengemukakan bahwa: Conflict are not negative; they are a natural feature of every organization and can never be completely eliminated. However, they can be managed to avoid hostility, lack of cooperation, and failure to meet goals. When channeled properly, conflicts can lead to creativity, innovative solving, and positive change (Konflik itu bukan sesuatu yang negatif, tetapi hal itu secara alami akan tetap ada dalam setiap organisasi. Bagaimanapun konflik itu bila dikelola dengan baik maka konflik dapat mendukung percepatan pencapaian tujuan organisasi. Ketika konflik dikelola secara baik, dapat menumbuhkan kreativitas, inovasi dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan perubahan positif bagi pengembangan organisasi).

Sejalan dengan pendapat di atas, Richard J. Bodine (1998:35) mengemukakan bahwa:  conflict is a natural, vital part of life. When conflict is understood, it can become an opportunity to learn and create. The synergy of conflict can create new alternative   something that was not possible before. The challenge for people in conflict is to apply the principles of creative cooperation in their human relationship. . . . without conflict, there would likely e no personal growth or social change (Konflik itu terjadi secara alami dan bagian vital dalam kehidupan. Ketika konflik dapat dipahami secara wajar, ia dapat menjadi peluang dan kreativitas dalam pembelajaran/pendidikan. Konflik secara sinergis dapat menumbuhkan kreativitas baru, kadang kadang tidak dapat diduga sebelumnya. Tanpa konflik tidak akan terjadi perubahan bagi pengembangan pribadi maupun perubahan masyarakat).

Mengingat bahwa konflik tidak dapat dihindari, maka pendekatan yang baik untuk diterapkan para manajer adalah pendekatan yang mencoba memanfaatkan konflik sedemikian rupa sehingga konflik dapat memberikan sumbangan yang efektif untuk mencapai sasaran sasaran yang diinginkan. Konflik sesungguhnya dapat menjadi energi yang kuat jika dikelola dengan baik, sehingga dapat dijadikan alat inovasi. Akan tetapi sebaliknya jika tidak dapat dikendalikan mengakibatkan kinerja organisasi rendah. Hal senada juga diungkapkan oleh Depdikbud (1983) yang dikutip oleh D. Deni Koswara (1994: 2), bahwa selain mempunyai nilai positif, konflik juga mempunyai kelemahan, yaitu :

  • Konflik dapat menyebabkan timbulnya perasaan “tidak enak” sehingga menghambat komunikasi.
  • Konflik dapat membawa organisasi ke arah disintegrasi.
  • Konflik menyebabkan ketegangan antara individu atau kelompok.
  • Konflik dapat menghalangi kerjasama diantara individu mengganggu saluran komunikasi.
  • Konflik dapat memindahkan perhatian anggota organisasi tujuan organisasi.

Untuk itu pendekatan konflik sebagai bagian normal dari perilaku dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk mempromosikan dan mencapai perubahan perubahan yang dikehendaki sehingga tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif dan efisien.

Berkaitan dengan hal ini Robbins (2003:162) mengemukakan bahwa konflik dapat konstruktif maupun destruktif terhadap berfungsinya suatu kelompok atau unit. Tingkat konflik dapat atau terlalu tinggi atau terlalu rendah. Ekstrim manapun merintangi kinerja. Suatu tingkat yang optimal adalah kalau ada cukup konflik untuk mencegah kemacetan, merangsang kreativitas, memungkinkan lepasnya ketegangan, dan memprakarsai benih-benih untuk perubahan, namun tidak terlalu banyak, sehingga tidak menggangu atau mencegah koordinasi kegiatan.

Tingkat konflik yang tidak memadai atau berlebihan dapat merintangi keefektifan dari suatu kelompok atau organisasi, dengan mengakibatkan berkurangnya kepuasan dari anggota, meningkatnya kemangkiran dan tingkat keluarnya karyawan, dan pada akhirnya akan menurunkan produktivitas. Tetapi bila konflik itu berada pada tingkat yang optimal, puas-diri dan apatis seharusnya diminimalkan, motivasi ditingkatkan lewat penciptaan lingkungan yang menantang dan mempertanyakan dengan suatu vitalitas yang membuat kerja menarik, dan sebaiknya ada sejumlah karyawan yang keluar untuk melepaskan yang tidak cocok dan yang berprestasi buruk dari organisasi itu.

V. Kesimpulan

Kehadiran konflik dalam suatu organisasi tidak dapat dihindarkan tetapi hanya dapat dieliminir. Konflik dalam organisasi dapat terjadi antara individu dengan individu, baik individu pimpinan maupun individu karyawan, konflik individu dengan kelompok maupun konflik antara kelompok  tertentu dengan kelompok yang lain. Tidak semua konflik  merugikan organisasi. Konflik yang ditata dan dikendalikan dengan baik dapat berujung pada keuntungan organisasi sebagai suatu kesatuan, sebaliknya apabila konflik tidak ditangani dengan baik serta mengalami eskalasi secara terbuka dapat merugikan kepentingan organisasi. Konflik yang bersifat positif harus dimanage secara cerdas, tepat dan profesional. Sehingga ada peningkatan performance dan dinamika organisasi. Adanya konflik jangan dianggap sebagai suatu kemunduran tapi bisa dianggap sebagai dinamika organisasi dan juga agar organisasi tidak menjadi monoton. Dan yang lebih penting lagi untuk belajar bersama dari adanya konflik tersebut, dengan konflik menjadikan anggota maju dalam berpikir, maju dalam wawasan, maju dalam wacana dan bisa menghargai beda pendapat.

Dalam suatu penerapan perilaku organisasi, pembahasan tentang konflik dalam organisasi memang sangat penting dalam kajian perilaku organisasi, Karena dalam setiap organisasi pasti akan timbul suatu konflik, sehingga untuk mengatasi konflik kita perlu memahami beberapa pembahasan tentang cara mengatasi konflik dengan baik sehingga kita bisa lebih mengatasi konflik itu dengan baik pula. Dan kinerja organisasi yang optimal memerlukan tingkat konflik yang optimal pula. Tanpa adanya konflik dalam suatu organisasi maka tidak terciptanya suatu perubahan yang akan membawa kebersamaan antara anggota organisasi. Oleh karena itu yang dibutuhkan adalah bagaimana mengelola konflik sehingga konflik tersebut dapat dipertahankan pada tingkatan tertentu (optimal) sehingga dapat menimbulkan situasi kondusif dalam organisasi. Dengan demikian kualitas pelayanan yang diinginkan dapat tercapai.

REFERENSI

Arianto, Erwin.(2008).MEMENAJEMENI KONFLIK DALAM SUATU ORGANISASI [online]. Tersedia: http://groups.yahoo.com/group/manajemen/message/20596.html (di akses tanggal 20 November 2010)

Chow, Melan.(2010).Konflik Organisasi [online].Tersedia: http://melanbae.blogspot.com/201 0/01/konflik-organisasi.html (di akses tanggal 19 November 2010)

Dinny.(2008).Manajemen Konflik Dalam Organisasi [online].Tersedia: http://dinny182.multip ly.com/journal/item/2.html (di akses tanggal 19 November 2010)

Dio, Rasto.(2008).KONFLIK DALAM ORGANISASI [online].Tersedia: rastodio.com/wp-conte nt/uploads/…/Konflik-dalam-Organisasi.doc (di akses tanggal 19 November 2010)

Mahardini, Swesti.(2010).Makalah Mengenai Konflik Organisasi [online].Tersedia: http://swe stimahardini.wordpress.com/2010/10/22/makalah-mengenai-konflik-organisasi.html (di akses tanggal 19 November 2010)

Parwiyanto, Herwan.(2010).Konflik Organisasi [online].Tersedia: herwanparwiyanto.staff.un s.ac.id/files/2010/03/konflik-organisasi.ppt (di akses tanggal 19 November 2010)

Soekanto, Soerjono.(2006).Sosiologi Suatu Pengatar.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sophiah.(2008).Perilaku Organisasi.Jakarta: Yayasan Andi.

Thoha, Miftah.(1993).Kepemimpinan dalam Manajemen.Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Vika.(2008).MANAGEMENT CONFLICT, POWER & POLITICS [online].Tersedia: http://www .slideshare.net/vikachu/manajemen-konflik.html (di akses tanggal 19 November 2010)

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 6 Januari 2012 inci Education

 

Tag: , , , , , ,

SISTEM MANAJERIAL DAN KINERJA SMA

Sebagai insititusi yang memberikan layanan kepada masyarakat lewat siswa-siswi, SMA mempunyai kontrak moral memberikan layanan pendidikan sesuai dengan persepsi dan asumsi masyarakat pengguna. Oleh sebab itu, ikatan kontrak moral tersebut diupayakan diwujudkan melalui pengukuhan citra profil SMA dalam bentuk layanan pendidikan dalam memberikan bimbingan dan pembinaan generasi muda ke arah masa depan mereka. Dalam pengelolaan persekolahan, penyelenggaraan pendidikan terbagi dalam bidang-bidang sebagai berikut :

Pengelolaan Kurikulum

1. Profil Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

2. Teknik dan Kiat Pelaksanaan Kurikulum.

  • Lokakarya persiapan Kegiatan Belajar Mengajar. Setiap awal tahun pelajaran dan setiap awal semester SMA mengadakan lokakarya secara koordinatif dengan SMA yang diikuti oleh semua guru sekolah dengan target menyusun program kerja sesuai bidang tugas masing-masing. Secara administratif guru SMA mengadakan musyawarah guru mata pelajaran tingkat sekolah agar guru mata pelajaran sejenis mempunyai visi dan misi yang sama, yang ditindaklanjuti ke arah penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran secara personal koordinatif.
  • Peningkatan hasil belajar siswa. Upaya peningkatan prestasi hasil belajar peserta didik dilakukan melalui beberapa terobosan, yakni:
  1. Penerapan strategi team teaching agar siswa dapat menyerap sebanyak mungkin ilmu yang disampaikan oleh guru, di samping diterapkan berbagai metode dan media pendidikan juga diterapkan strategi pengajaran team teaching. Strategi ini diterapkan terutama pada mata pelajaran yang jumlahnya lebih dari 2 jam per minggu. Pelaksanaannya, setiap mata pelajaran diajarkan oleh lebih dari satu guru dengan tanggung jawab pada pokok bahasan masing-masing.
  2. Penerapan jadwal maksimal 2 jam pelajaran per kelas.
  3. Untuk menjaga agar kesiapan guru memadai dan siswa tidak menjadi bosan di dalam menerima pelajaran, pada mata pelajaran non-eksakta dilaksanakan 1 jam pelajaran/hari dan pada mata pelajaran eksakta dilaksanakan maksimal 2 jam pelajaran/hari.
  4. Pemantapan Mental dan Keterampilan Teknis ( PMKT).
  5. Bagi siswa Kelas XII yang akan menghadapi UN dan SPMB/UM Perguruan Tinggi diberi pengayaan berupa tambahan pelajaran sebanyak 6 jam seminggu, khusus untuk mata pelajaran yang di-UN-kan maupun digunakankan untuk tes ke perguruan tinggi. Dalam program ini diterapkan strategi khusus, baik dalam penyajian materi, latihan soal, penilaiannya, maupun pembahasannya. Diperlukan kemampuan kompetensi dan metodologi dari guru sehingga strategi pembelajaran amat menunjang ketercapaian target.
  6. Pelaksanaan Uji Coba. Untuk mendukung dan mengevaluasi keberhasilan PMKT, secara periodic dan berkesinambungan dilakukan tes uji coba yang soal-soalnya dibuat oleh para guru sesuai dengan standard atau kisi-kisi ujian nasional maupun tes perguruan tinggi. Pengadaan soal-soal ini dilaksanakan oleh guru sendiri dan sesekali bekerja sama dengan lembaga bimbingan belajar.
  7. Program Pendalaman Materi dan Pengayaan. Program pendalaman materi dan pengayaan diperuntukkan bagi siswa kelas XI. Dalam seminggu dilaksanakan sebanyak 4 ( empat ) kali untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris. Materi dan strateginya dibuat secara khusus.
  8. Praktikum IPA Untuk membekali dan memberikan latihan keterampilan khusus bagi siswa Kelas XII, selain PBM yang menerapkan metode eksperimen, juga dikembangkan praktikum Laboratorium pada mata pelajaran Fisika, Kimia dan Biologi. Hal ini dimaksudkan untuk melatih siswa berpikir secara ilmiah dan komprehensif. Pelaksanaan praktikum Laboratorium mengacu pada aspek kompetensi ilmiah akademis. Dengan praktikum ini diharapkan para siswa tidak asing lagi sewaktu memasuki dan berada di perguruan tinggi jika harus mengadakan praktikum dan membuat pelaporannya.
  9. Penerapan Sistem Penilaian pola tes perguruan tinggi. Pada setiap latihan soal-soal, baik pada PMKT, pendalaman materi dan pengayaan, maupun ulangan harian untuk mata pelajaran tertentu, siswa dibiasakan menggunakan sistem penilaian dengan pengurangan nilai jika jawaban salah. Dengan demikian diharapkan siswa dapat membiasakan diri berpikir kritis dan berhati-hati serta tidak mengembangkan pola piker spekulatif.
  10. Peningkatan Keimanan dan spiritualitas Untuk peningkatan keimanan dan spiritualitas serta implementasi dari pelajaran Pendidikan Agama satu hari per minggunya.
  11. Pelaksanaan Program Remedial. Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan layanan bagi siswa-siswi yang belum mencapai target ketuntasan bidang studi ataupun per pokok bahasan. Pengelolaan kegiatan remedial ditangani oleh guru bidang studi masing-masing, untuk melakukan penjadwalan serta koordinasinya. Kegiatan ini dilakukan dengan ketentuan bila jumlah siswa yang belum mencapai ketuntasan lebih dari 50% diwajibkan reteaching.
  12. Layanan Klinis SMA. mengusahakan layanan tidak sebatas jam pembelajaran saja, dalam arti pelayanan proses di kelas, namun juga melayani dengan pola klinis kepada pembelajar di luar jam pembelajaran dalam konteks lingkungan sekolah. Layanan ini diberikan kepada siswa-siswi yang mengalami kesulitan dalam belajar, terutama dalam kaitannya dnegan pemahaman dan penguasaan materi.

Untuk meningkatkan prestasi belajar yang memadai, diusahakan SMA melakukan terobosan dalam pelaksanaan kurikulum, antara lain:

3. Penyediaan Fasilitas Perpustakaan

Untuk menambah koleksi buku perpustakaan, secara rutin dibeli buku-buku penunjang pelajaran, ensiklopedia baru, laporan-laporan karya ilmiah siswa maupun kumpulan soal. Karena waktu baca sangat terbatas, siswa dibiasakan menggunakan menggunakan waktu sebaik-baiknya untuk membaca di perpustakaan.

4. Layanan Bimbingan dan Konseling

Bimbingan Konseling merupakan salah satu pembimbingan ke arah pengembangan pribadi pembelajar. Layanan bimbingan lebih banyak diarahkan pada layanan dalam penempatan, penjurusan, dan problema pribadi peserta didik. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kenakalan pelajar tidak terjadi di SMA. Dengan demikian, layanan bimbingan dikategorikan sebagai layanan khusus. Oleh sebab itu, dialokasikan waktu 1 Jam pelajaran setiap minggu bagi guru BK memasuki kelas yang dibimbingnya.

Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa ” Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan.atau latihan bagi peranannya di masa datang”. Upaya pendidikan berdasarkan pengertian tersebut mencakup kawasan yang sangat luas yang mengacu pada pengembangan individu sebagaimana disinggung dalam pengertian pendidikan diatas. Cakupan yang amat luas itu ( yakni kawasan bimbingan, pengajaran, dan latihan ) saling berkait dan saling menunjang. Bahkan seringkali yang satu tidak dapat dipisahkan dengan yang lainnya. Suatu upaya pendidikan yang menyeluruh, lengkap, dan mantap harus secara terpadu meliputi ketiga kawasan pendidikan itu.

Meskipun kawasan kegiatan bimbingan , pengajaran dan latihan harus dalam keadaan saling terkait dan terpadu, namum ketiganya harus dapat dibedakan, bukan dipisahkan. Tujuan pembedaan dan pemisahan itu adalah untuk dapat dikembangkannya kawasan tersebut secara optimal. Demikian juga yang terjadi di SMA. Kegiatan bimbingan dan konseling dikelola secara tersendiri dengan koordinasi dari seorang koordinator BK.

Penjurusan

Penjurusan atau Course yang ditawarkan di level pendidikan menengah diterapkan di Indonesia sejak jaman Belanda. Sekolah HBS yang merupakan Sekolah Menengah untuk anak-anak Eropa, dan AMS yang merupakan sekolah menengah atas untuk anak-anak pribumi pertama kalinya dibagi atas 2 course yaitu Budaya (Kelompok A) dan Sains (kelompok B). Pada masa-masa selanjutnya sistem penjurusan di Indonesia diterapkan sejak SMP, yang kemudian dihapuskan pada tahun 1962. Sistem penjurusan kemudian hanya dikenal di SMA dengan 3 macam jurusan yaitu A (sains), B (bahasa/budaya) dan C (sosial). Pengistilahan ini mengalami perubahan dan spesifikasi pada masa-masa berikutnya seperti A1, A2, A3, dan A4. Dan akhirnya kembali seperti sekarang, penamaan jurusan tidak lagi menggunakan lambang huruf atau angka, tetapi dengan kategori IPA, IPS, dan Bahasa.

Penjurusan diperkenalkan sebagai upaya untuk lebih mengarahkan siswa berdasarkan minat dan kemampuan akademiknya. Siswa-siswa yang mempunyai kemampuan sains dan ilmu eksakta yang baik, biasanya akan memilih jurusan IPA, dan yang memiliki minat pada sosial dan ekonomi akan memilih jurusan IPS, lalu yang gemar berbahasa akan memilih Bahasa.

Pengarahan sejak dini ini dimaksudkan untuk memudahkan siswa memilih major/bidang ilmu yang akan ditekuninya di Universitas atau akademi yang tentunya akan mengarah pula kepada karirnya kelak. Tetapi penjurusan di tingkat SMA tidak selalu menjamin bahwa seorang siswa akan memilih bidang studi yang sama di Universitas, karena pada kenyataannya banyak siswa program IPA yang memilih jurusan Ekonomi, Politik, Hubungan Internasional, atau siswa jurusan IPS yang memilih program Bahasa.

Pemilihan jurusan yang berbeda dengan bidang ilmu yang ditekuni di SMA tersebut adalah wajar sebab anak seusia SMA memang belum bisa memastikan karirnya. Jangankan anak SMA, mahasiswa PT pun masih mengalami kebimbangan menentukan karirnya setelah lulus.

Rendahnya angka melanjutkan ke PT dapat disebabkan oleh banyak hal, di antaranya : masalah ekonomi, ketidakmampuan akademik, gagal dalam UN, gagal dalam ujian masuk PT, dll. Melihat kenyataan rendahnya angka partisipasi tersebut, maka pendidikan di level SMA (pendidikan menengah umum) sebaiknya diarahkan untuk mempersiapkan siswa agar lebih memiliki kemampuan untuk bekerja atau membuka usaha mandiri. Tentu saja, selain pemikiran ini, dapat juga dikembangkan argumen untuk mempermudah proses ujian masuk PT atau menekan biaya kuliah/masuk PT, tetapi pembahasan tentang ini tidak akan saya bahas di sini.

Penjurusan yang ada di SMA saat ini adalah penjurusan yang mengarah kepada satu tujuan yaitu melanjutkan ke PT. Penjurusan seperti ini memiliki keterbatasan dalam mengantisipasi kondisi siswa-siswa yang karena alasan tertentu tidak dapat melanjutkan ke PT, dan memilih (terpaksa memilih) untuk langsung bekerja. Dengan kemampuan yang dipersiapkan untuk melanjutkan ke PT, maka wajar jika banyak siswa SMA juga mengalami kesulitan ketika bekerja di masyarakat. Bahkan pekerjaan yang dilakukan barangkali serabutan,dengan prinsip yang penting bekerja.

Sekarang bagaimana menolong anak-anak SMA di Indonesia agar memiliki kemampuan memadai untuk terjun ke masyarakat ?

Menurut saya, penjurusan di SMA harus diperkaya. Penjurusan tidak saja menyiapkan bekal yang mengarah kepada satu jalan, yaitu PT, tetapi harus membuka peluang untuk kesiapan terjun ke masyarakat. Karenanya seperti halnya di Jepang, penjurusan di SMA yang dikenal dengan istilah sinro menawarkan dua course, yaitu course untuk melanjutkan ke PT dan course untuk bekerja. Course untuk melanjutkan ke PT sama dengan penjurusan di SMA di Indonesia, sedangkan course untuk bekerja sama dengan penjurusan di SMK, tetapi dalam skala yang terbatas (jenis course, jam belajar/praktek).

 

Layanan Hubungan Masyarakat

  • Layanan Informasi Layanan informasi diberikan pada siswa mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan kepentingan siswa terutama mengenai kepentingan belajar. Layanan informasi ini merupakan layanan yang sangat penting bagi siswa SMA, karena mereka pada umumnya sangat sadar akan pentingnya informasi yang lengkap untuk pertimbangan dalam menentukan sikap mereka, terutama yang berkaitan dengan prospek mereka di masa mendatang. Dalam hal pemberian informasi perguruan tinggi, sudah disampaikan sejak peserta didik duduk di bangku kelas XI.
  • Layanan Penempatan dan Penyaluran. Layanan penempatan dan penyaluran ini diberikan kepada peserta didik terutama yang berkaitan dengan bakat dan minat siswa yang berhubungan dengan bagian kesiswaan dan bagian kurikulum. Bahkan, sebagian besar petugas BK bertanggung jawab pada satu kegiatan ekstrakurikuler tertentu.
  • Layanan Pembelajaran. Dalam memberikan layanan bidang pembelajaran, guru pembimbing bekerja sama dengan guru mata pelajaran dan bagian kurikulum, terutama dalam pelaksanaan program pengayaan, pendalaman materi, serta program remedial bagi peserta didik tertentu.

Pengelolaan Kesiswaan

Dalam pelaksanaan dari kegiatan pengelolaan kesiswaan mencakup kegiatan kegiatan  antara lain:

1. Perencanaan Kesiswaan. Perencanaan kesiswaan berhubungan dengan program kesiswaan  yang akan dilaksanakan dalam satu semester atau satu tahun pelajaran baik itu berhubungan dengan kegiatan ekstra kurikuler atau kokurikuler.

2. Penerimaan Siswa Baru (PSB). Dalam kegiatan Penerimaan Siswa baru menyangkut masalah:

  • Kebijakan Penerimaan Siswa Baru
  • Jumlah Penerimaan Siswa Baru
  • Sistem Penerimaan Siswa baru
  • Orientasi Siswa Baru.

3. Kehadiran Siswa di Sekolah. Masalah kehadiran siswa di sekolah bukan hanya secara fisik siswa melainkan keterlibatan siswa dalam kegiatan kegiatan sekolah seperti yang disebutkan dalam ‘Dictionari of Education’(Good Carter). Kehadiran siswa di sekolah biasa disebut dengan istilah presensi siswa yang menyangkut dua hal yaitu masalah kehadiran siswa di sekolah (school attendece) dan ketidakhadiran siswa di sekolah (non school attendence).

4. Pembinaan Disiplin Siswa. Masalah disiplin merupakan suatu masalah yang sangat penting di sekolah. Disiplin sekolah sering dijadikan ukuran untuk keberhasilan kepala sekolah dalam memimpin sekolahnya. Ada 3 teknik pemberian disiplin di sekolah yaitu :

  • Teknik pengendalian dari luar (external control technique)
  • Teknik pengendalian dari dalam (inner control technique)
  • Teknik pengendalian kooferatif (cooferatif control technique).

5. Kenaikan Kelas dan Penjurusan. Persyaratan persyaratan kenaikan kelas dan penentuan jurusan program telah diatur secara terinci dalam kurikulum SMA baik itu kenaikan kelas atau kelulusan siswa.

6. Perpindahan Siswa. Perpindahan siswa sering disebut mutasi siswa. Perpindahan ini ada dua macam yaitu:

  • Perpindahan siswa dari suatu sekolah ke sekolah lain yang sejenis.
  •  Perpindahan siswa dari suatu jenis program ke jenis program lain.
7. Kelulusan. Proses kelulusan adalah administrasi siswa yang paling akhir. Kelulusan adalah pernyataan dari sekolah sebagai suatu lembaga tentang telah diselesainya program pendidikan di suatu sekolah dan berhasil dalam UAN dan UAS maka kepadanya diberikan STTB atau ijazah.
8. Kegiatan Ekstra Kelas. Kegiatan Ekstra kelas adalah kegiatan pendidikan yang diselenggarakan di luar jam pelajaran biasa. Kegiatan ini dilakukan sore hari bagi sekolah yang masuk pagi hari, untuk sekolah yang masuk sore dilakukan pada pagi hari. Kegiatan ini meliputi ekstra kurikuler seperti olahraga, kesenian, pramuka, dan ketrampilan lain, dan kokurikuler seperti mengerjakan PR, mempelajari buku buku, latiham mata pelajaran olimpiade, latihan debat bahasa inggris, diskusi kelompok dan lain sebagainya.
9. OSIS. Organisasi Kesiswaaan merupakan wadah atau arena tempat kehidupan siswa sebagai calon anggota masyarakat. Pada organisasi ini siswa mendapatkan pembelajaran dan pengalaman dalam memimpin, bekerja sama, demokrasi, toleransi, dan mengendalikan organisasi.

10. Hubungan Siswa dengan Guru. Pembinaan etika dan sopan santun dirasa amat perlu diberikan dalam pembiasaan berpikir, berkata, dan berbuat. Dimensi ini akan terbina secara berproses bilamana semua konstituen yang terlibat atau berada di dalam komunitas memiliki tujuan dan sikap komitmen hingga bila diteladani generasi berikutnya secara berkesinambungan. Nuansa seperti itu terbina dengan baik di lingkungan SMA dari generasi ke generasi beikutnya. Hubungan siswa-guru diupayakan tertanam secara harmonis, akrab, penuh penghormatan dan beradab. Pembinaan dan pengembangan budaya hubungan yang demikian dilaksanakan sekaligus dalam rangka pembentukan, pembinaan, dan pengembangan kultur sekolah yang harmonis, ramah, saling menghormati, dan familiar.

11. Upacara Bendera.

12. Pemberian Bekal Kemampuan Berbahasa Inggris. Pembinaan, pembimbingan, dan pendampingan kemampuan lisan berbahasa Inggris dilakukan secara bertahap mengingat budaya dan perkembangan kompetensi serta kerangka berpikir masyarakat pengguna. Mayoritas siswa SMA memiliki kompetensi dasar berbahasa Inggris baik sehingga perlu perancangan matang ke arah pengembangan kemampuan keterampilan secara berlanjut. Perkembangan kemmapuan ini dapat tersalurkan melalui English Club serta situasi pembelajarn di kelas internasional yang ada. Dalam konteks demikian hal ini digunakan untuk membekali siswa dalam penguasaan bahasa internasional dalam menghadapi era globalisasi. Pembinaan reguler kompetensi guru dilakukan dengan melaksanakan program kursus bagi guru dan karyawan, baik melalui lembaga maupun SDM yang ada. Tes kompetensi bahasa Inggris dilakukan oleh lembaga yang bertaraf internasional.

13. Pembekalan Ketrampilan Komputer. Semua siswa dibekali ketrampilan komputer melalui pelajaran komputer yang dilaksanakan di sekolah. Di samping itu dilaksanakan juga program kegiatan penyaluran bakat dan minat pembelajar dalam bidang komputer melalui kegiatan komputer analis, yang amat memberi peluang kepada pembelajar untuk mengembangkan kompetensinya. Hal ini dirasakan amat berguna manfaatnya bagi pembelajar, sebagaimana terindikasi lewat berbagai kemenangan dalam lomba-lomba, baik tingkat lokal maupun provinsi.

14. Pengembangan Pola Pikir Analitik. Untuk mengembangkan bakat dan kemampuan meneliti. Pelatihan ini ditindaklanjuti dengan memberikan peluang kepada mereka untuk melakukan kegiatan penelitian.

Dengan sinergisnya antara kegiatan akdemik , kegiatan kesiswaan dan dukungan sarana prasarana yang ada  di sekolah akan melahirkan anak-anak  yang tidak hanya hebat pada bidang akademis (keilmuan) tetapi juga akan kreatif, inovatif bahkan dapat mandiri dengan ketrampilan ketrampilan yang dimilikinya. Sehingga sekolah benar-benar menjadi tempat anak-anak yang mampu berkompetisi dengan cerdas dan sehat serta tujuan pendidikan yang ingin menciptakan manusia seutuhnya mudah mudahan akan terwujud sesuai dengan amanah UUD 1945 dan dasar negara  yaitu Pancasila.

Pengelolaan Hubungan Masyarakat

Pengelolaan bidang hubungan dengan masyarakat diarahkan pada upaya membina dan menjalin hubungan serta kerja sama antarsekolah, dengan pemerintah dan instansi terkait, dengan alumni, dengan masyarakat, serta dengan Komite Sekolah/Komite Pduli Pendidikan.

1. Kerja sama dengan Komite Peduli Pendidikan dan Instansi terkait

Komite Peduli Pendidikan merupakan komite sekolah yang secara independen bekerja sama dengan penyelenggara pendidikan dengan memberikan peran yang sangat besar dalam memberikan sumbangan pemikiran terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Fungsi Komite Peduli Pendidikan aedalah berperan sebagai mitra utama sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan. Dalam pertemuan koordinasi pihak sekolah dan Komite Peduli Pendidikan membahas berbagai hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan beserta konsekuensi-konsekuensinya, termasuk dalam pencarian dana bagi penyelenggaraan pendidikan.

2.  Hubungan dengan Perguruan Tinggi

SMA sebaiknya bekerja sama dengan perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, nasional maupun internasional. Hubungan kemitraan dengan perguruan tinggi ini amat diperlukan tatkala sekolah harrus memberikan layanan jalur-jalur perguruan tinggi yang dibutuhkan oleh peserta didiknya. Berkaitan dengan ini SMA secara rutihn mengadakan Ekspo Perguruan Tinggi yang memberikan kesempatan bagi pembelajar untuk mengetahui jurusan, fakultas, perguruan tinggi, serta gambaran profesi ke depannya. Hubungan kemitraan ini amat simbiosis mutualis sehingga menguntungkan berbagai pihak yang terlibat di dalamnya.

3.    Hubungan kerja sama dengan lingkungan masyarakat

4.    Hubungan kerja sama dengan alumni SMA

Hubungan kerja sama ini dimaksudkan untuk:

  • Menjaga keamanan SMA dan lingkungannya. Sebagai tenaga keamanan sekolah diambil dari lingkungan masyarakat setempat.
  • Menata dan menjaga taman sekolah.
  • Alumni telah membentuk wadah mantan-mantan peserta didik SMA. Bantuan material terwujud dalam bentuk perangkat komputer, mesin scanner, TV, OHP, dan sebagainya. Di samping itu, mereka juga mengarahkan adik-adik kelas di dalam memilih jurusan di perguruan tinggi melalui kegiatan open house jurusan. Sekolah mengharapkan alumni membentuk lembaga yang diharapkan dapat banyak membantu SMA dalam penyelenggaraan pendidikan.
  • Alumni berperan aktif di bidang kesehatan dengan membuka klinik kesehatan di SMA, melalui alumni-alumni dokter.
  • Alumni memberikan beasiswa kepada adik-adiknya yang berprestasi dan kurang mampu sertta memberikan dukungan kepada siswa-siswi dalam pengembangan ekspresi diri, misalnya kelompok band atau marching band.
  • Alumni merintis dan mendorong berdirinya kelas bertaraf internasional dan menyumbangkan tenaganya dalam proses pembelajaran di kelas tersebut.

5.     Hubungan kerja sama dengan lembaga bimbingan belajar

Beberapa lembaga bimbingan belajar diajak bekerja sama dalam upaya peningkatan prestasi peserta didik. Kerja sama tersebut dilaksanakan dalam rangka penjajagan/uji cobaUN maupun SPMB.

Pengelolaan Sarana Prasarana

Pengelolaan bidang sarana/ prasarana sekolah diprioritaskan pada upaya sebagai berikut:

  1. Mengelola dan mendayagunakan sumber daya sarana/ prasarana yang ada.
  2. Mengembangkan dan meningkatkan sumber daya yang ada dengan mempertimbangkan mobilitas kebutuhan dalam upaya peningkatan mutu sekolah.
 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 5 Januari 2012 inci Education

 

Tag: , , , , , , ,